[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2): الْآيَاتُ 51 إِلَى 54]
[Surat al-Baqarah (2): ayat 51 sampai 54]
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ (51)
Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan (untuk bertemu) dengan Musa selama empat puluh malam.
Kemudian kalian menjadikan anak sapi (sebagai sesembahan) setelah kepergiannya, sedangkan kalian adalah orang-orang yang zalim. (51)
ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (52)
Kemudian Kami memaafkan kalian setelah itu, agar kalian bersyukur. (52)
وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (53)
Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan kepada Musa Kitab dan Furqān, agar kalian mendapat petunjuk. (53)
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (54)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,
“Wahai kaumku, sesungguhnya kalian telah menzalimi diri kalian sendiri dengan menjadikan anak sapi (sebagai sesembahan).
Maka bertaubatlah kalian kepada Pencipta kalian, lalu bunuhlah diri kalian (satu sama lain).
Yang demikian itu lebih baik bagi kalian di sisi Pencipta kalian.”
Lalu Dia menerima taubat kalian.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (54)
---
قَرَأَ أَبُو عَمْرٍو: «وَعَدْنَا» بِغَيْرِ أَلِفٍ،
Abu ‘Amr membaca: “wa‘adnā” tanpa alif (yakni tanpa tasghīl bentuk mufa‘alah).
وَرَجَّحَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ، وَأَنْكَرَ «وَاعَدْنَا»،
Abu ‘Ubaidah mengunggulkan bacaan itu dan mengingkari bacaan “wā‘adnā”.
قَالَ: لِأَنَّ «الْمُوَاعَدَةَ» إِنَّمَا تَكُونُ مِنَ الْبَشَرِ،
Ia berkata: Karena “al-muwā‘adah” (saling berjanji) hanya terjadi di antara manusia.
فَأَمَّا مِنَ اللَّهِ فَإِنَّمَا هُوَ التَفَرُّدُ بِالْوَعْدِ،
Adapun dari Allah, maka sifat-Nya adalah berjanji secara tunggal (bukan saling berjanji).
عَلَى هَذَا مَا وَجَدْنَا الْقُرْآنَ،
Atas dasar itulah kami dapati penggunaan (lafaz) dalam Al-Qur’an,
كَقَوْلِهِ: «وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ»1،
seperti firman-Nya: “Dia telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar.”
1
وَقَوْلِهِ: «وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ»2،
Dan firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian satu di antara dua golongan (yang akan kalian hadapi).”
2
وَمِثْلِهِ.
Dan semisal itu (dalam ayat-ayat lain).
قَالَ أَبُو حَاتِمٍ وَمَكِّيٌّ: وَإِنَّمَا قَالُوا هَكَذَا،
Abu Hātim dan Makkī berkata: Mereka mengatakan demikian
نَظَرًا إِلَى أَصْلِ «الْمُفَاعَلَةِ» أَنَّهَا تُفِيدُ الِاشْتِرَاكَ فِي أَصْلِ الْفِعْلِ،
karena memandang asal wazan “mufā‘alah” yang menunjukkan adanya saling (partisipasi dua pihak) dalam perbuatan,
وَتَكُونُ مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الْمُتَوَاعِدَيْنِ وَنَحْوِهِمَا،
dan bentuk itu berlaku dari masing-masing dua pihak yang saling berjanji dan semisalnya.
لَكِنَّهَا قَدْ تَأْتِي لِلْوَاحِدِ فِي كَلَامِ الْعَرَبِ،
Namun bentuk tersebut kadang datang untuk satu pihak saja dalam ucapan orang Arab,
كَمَا فِي قَوْلِهِمْ: «دَاوَيْتُ الْعَلِيلَ»، وَ«عَاقَبْتُ اللِّصَّ»، وَ«طَارَقْتُ النَّعْلَ»،
seperti dalam ucapan mereka: “dāwaitu al-‘alīl” (aku mengobati orang sakit), “‘āqabtu as-sāriq” (aku menghukum pencuri), dan “ṭāraqtun-na‘l” (aku menambal sandal),
وَذَلِكَ كَثِيرٌ فِي كَلَامِهِمْ.
dan hal semacam itu sangat banyak dalam bahasa mereka.
وَقَرَأَهُ الْجُمْهُورُ: «وَاعَدْنَا».
Mayoritas qari‘ membacanya: “wā‘adnā” (dengan alif).
قَالَ النَّحَّاسُ: وَهِيَ أَجْوَدُ وَأَحْسَنُ،
An-Nahhās berkata: Bacaan itu lebih baik dan lebih bagus.
وَلَيْسَ قَوْلُهُ: «وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا»3 مِنْ هَذَا فِي شَيْءٍ،
Adapun firman-Nya: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman…”
3 tidak termasuk dalam pembahasan ini sedikit pun,
لِأَنَّ «وَاعَدْنَا مُوسَى» إِنَّمَا هُوَ مِنْ بَابِ «الْمُوَافَاةِ»،
karena “wā‘adnā Mūsā” di sini masuk dalam bab “al-muwāfāh” (penepatan janji pertemuan),
وَلَيْسَ هُوَ مِنَ «الْوَعْدِ وَالْوَعِيدِ» فِي شَيْءٍ،
bukan termasuk janji (pahala) dan ancaman (siksa).
وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ قَوْلِكَ: «مَوْعِدُكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ»، وَ«مَوْعِدُكَ مَوْضِعَ كَذَا»،
Tetapi ia seperti ucapanmu: “Maw‘iduka yaumal-jumu‘ah” (janji pertemuan kita hari Jumat), atau “Maw‘iduka mawḍi‘a kadzā” (tempat janjimu di lokasi tertentu).
وَالْفَصِيحُ فِي هَذَا أَنْ يُقَالَ: «وَاعَدْتُهُ».
Dan bentuk yang fasih dalam konteks semacam ini adalah: “wā‘adtuhu” (aku berjanji bertemu dengannya).
(1) . الشُّعَرَاءُ: 63.
(Ini rujukan ayat pada halaman sebelumnya).
(2) . إِبْرَاهِيمُ: 22.
(Referensi untuk ayat sebelumnya).
(3) . الْأَنْفَالُ: 7.
(Referensi untuk ayat sebelumnya).
(4) . الْمَائِدَةُ: 9.
(Referensi untuk ayat sebelumnya).
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٠١)
Fathul Qadīr karya asy-Syaukānī – jilid 1 (hal. 101).
قَالَ الزَّجَّاجُ: «وَاعَدْنَا» بِالْأَلِفِ هَاهُنَا جَيِّدٌ،
Az-Zajjāj berkata: Bacaan “wā‘adnā” dengan alif di sini baik.
لِأَنَّ الطَّاعَةَ فِي الْقَبُولِ بِمَنْزِلَةِ «الْمُوَاعَدَةِ»،
Karena ketaatan dalam menerima (perintah) itu kedudukannya seperti sikap saling berjanji.
فَمِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَعْدٌ، وَمِنْ مُوسَى قَبُولٌ.
Maka dari Allah Mahasuci Dia adalah janji, dan dari Musa adalah penerimaan (atas janji itu).
قَوْلُهُ: «أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»،
Firman-Nya: “arbā‘īna lailah” (empat puluh malam).
قَالَ الزَّجَّاجُ: التَّقْدِيرُ «تَمَامَ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»،
Az-Zajjāj berkata: Takdir (kalimat lengkapnya) adalah: “selama genap empat puluh malam”.
وَهِيَ – عِنْدَ أَكْثَرِ الْمُفَسِّرِينَ – ذُو الْقَعْدَةِ وَعَشْرٌ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ،
Menurut mayoritas mufasir, (empat puluh malam) itu adalah (bulan) Dzulqa‘dah dan sepuluh (malam pertama) dari Dzulhijjah.
وَإِنَّمَا خَصَّ اللَّيَالِيَ بِالذِّكْرِ دُونَ الْأَيَّامِ،
Disebutkan secara khusus “malam-malam” tanpa menyebut “hari-hari”,
لِأَنَّ اللَّيْلَةَ أَسْبَقُ مِنَ الْيَوْمِ، فَهِيَ قَبْلَهُ فِي الرُّتْبَةِ.
karena malam mendahului siang, sehingga kedudukannya lebih dulu.
وَمَعْنَى قَوْلِهِ: «ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ» أَيْ: جَعَلْتُمُ الْعِجْلَ إِلَهًا،
Makna firman-Nya: “Kemudian kalian menjadikan anak sapi (sebagai sesembahan)” adalah: kalian menjadikan anak sapi sebagai ilah (sesembahan).
«مِنْ بَعْدِهِ»: أَيْ مِنْ بَعْدِ مُضِيِّ مُوسَى إِلَى الطُّورِ.
“Setelah kepergiannya” yakni setelah Musa berangkat menuju gunung Thur.
وَقَدْ ذَكَرَ بَعْضُ الْمُفَسِّرِينَ أَنَّهُمْ عَدُّوا عِشْرِينَ يَوْمًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً،
Sebagian mufasir menyebutkan bahwa mereka menghitung dua puluh hari dan dua puluh malam,
وَقَالُوا: «قَدِ اخْتَلَفَ مَوْعِدُهُ»، فَاتَّخَذُوا الْعِجْلَ،
lalu mereka berkata: “Janji (Musa) telah meleset,” kemudian mereka menjadikan anak sapi (sebagai sesembahan).
وَهَذَا غَيْرُ بَعِيدٍ مِنْهُمْ،
Hal itu tidak mustahil terjadi pada mereka,
فَقَدْ كَانُوا يَسْلُكُونَ طَرَائِقَ مِنَ التَّعَنُّتِ خَارِجَةً عَنْ قَوَانِينِ الْعَقْلِ،
karena mereka terbiasa menempuh cara-cara sikap keras kepala yang keluar dari kaidah akal sehat,
مُخَالِفَةً لِمَا يُخَاطَبُونَ بِهِ، بَلْ وَيُشَاهِدُونَهُ بِأَبْصَارِهِمْ،
menyelisihi apa yang disampaikan kepada mereka, bahkan yang mereka saksikan langsung dengan mata mereka.
فَلَا يُقَالُ: كَيْفَ تَعُدُّونَ الْأَيَّامَ وَاللَّيَالِيَ عَلَى تِلْكَ الصِّفَةِ، وَقَدْ صُرِّحَ لَهُمْ فِي الْوَعْدِ بِأَنَّهَا أَرْبَعُونَ لَيْلَةً؟
Maka tidak perlu dikatakan: “Bagaimana kalian menghitung hari dan malam dengan cara seperti itu, padahal telah ditegaskan kepada kalian dalam janji tersebut bahwa itu empat puluh malam?”
وَإِنَّمَا سَمَّاهُمْ ظَالِمِينَ لِأَنَّهُمْ أَشْرَكُوا بِاللَّهِ،
Mereka disebut “zalim” karena mereka telah menyekutukan Allah,
وَخَالَفُوا مَوْعِدَ نَبِيِّهِمْ عَلَيْهِ السَّلَامُ،
dan menyelisihi janji (pertemuan) dengan nabi mereka, ‘alaihissalām.
وَالْجُمْلَةُ فِي مَوْضِعِ نَصْبٍ عَلَى الْحَالِ.
Kalimat “wa antum zālimūn” berada pada posisi manshub sebagai hal (keadaan).
وَقَوْلُهُ: «مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ» أَيْ: مِنْ بَعْدِ عِبَادَتِكُمُ الْعِجْلَ،
Firman-Nya: “min ba‘di dzālik” maksudnya: setelah kalian menyembah anak sapi itu.
وَسُمِّيَ «الْعِجْلُ» عِجْلًا لِاسْتِعْجَالِهِمْ عِبَادَتَهُ – كَذَا قِيلَ –،
Dikatakan: anak sapi dinamai “‘ijl” karena mereka bersegera dalam menyembahnya.
وَلَيْسَ بِشَيْءٍ، لِأَنَّ الْعَرَبَ تُطْلِقُ هَذَا الِاسْمَ عَلَى وَلَدِ الْبَقَرِ.
Namun penjelasan ini lemah, karena orang Arab memang menamai anak lembu dengan kata “‘ijl” secara bahasa.
وَقَدْ كَانَ جَعَلَهُ لَهُمُ السَّامِرِيُّ عَلَى صُورَةِ الْعِجْلِ.
Sameri telah membuatkan untuk mereka (patung) berbentuk anak sapi.
وَقَوْلُهُ: «لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ» أَيْ: لِكَيْ تَشْكُرُوا مَا أَنْعَمَ اللَّهُ بِهِ عَلَيْكُمْ،
Firman-Nya: “la‘allakum tasykurūn” bermakna: agar kalian bersyukur atas apa yang Allah karuniakan kepada kalian,
مِنَ الْعَفْوِ عَنْ ذَنْبِكُمُ الْعَظِيمِ الَّذِي وَقَعْتُمْ فِيهِ.
berupa penghapusan dosa besar yang telah kalian lakukan itu.
وَأَصْلُ «الشُّكْرِ» فِي اللُّغَةِ: الظُّهُورُ،
Asal makna “syukr” dalam bahasa adalah: tampak/nyata.
مِنْ قَوْلِهِمْ: «دَابَّةٌ شَكُورٌ» إِذَا ظَهَرَ عَلَيْهَا مِنَ السِّمَنِ فَوْقَ مَا تُعْطَى مِنَ الْعَلَفِ.
Dari ungkapan mereka: “dābbatun syakūr” (hewan yang banyak bersyukur), bila tampak pada hewan itu kegemukan melebihi kadar pakan yang diberi.
قَالَ الْجَوْهَرِيُّ: «الشُّكْرُ: الثَّنَاءُ عَلَى الْمُحْسِنِ بِمَا أَوْلَاكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ»،
Al-Jauharī berkata: Syukur adalah memuji pihak yang berbuat baik atas kebaikan yang ia anugerahkan kepadamu.
يُقَالُ: «شَكَرْتُهُ» وَ«شَكَرْتُ لَهُ»، وَبِاللَّامِ أَفْصَحُ،
Dikatakan: “syakartuhu” dan “syakartu lahu”; dengan huruf lam lebih fasih.
وَقَدْ تَقَدَّمَ مَعْنَاهُ، وَ«الشُّكْرَانُ» خِلَافُ «الْكُفْرَانِ».
Maknanya telah dijelaskan sebelumnya; dan “syukrān” adalah lawan dari “kufrān” (kufur nikmat).
وَالْكِتَابُ: «التَّوْرَاةُ» بِالْإِجْمَاعِ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ.
“Al-Kitāb” di sini adalah Taurat, menurut ijmak para mufasir.
وَاخْتَلَفُوا فِي «الْفُرْقَانِ»،
Mereka berbeda pendapat tentang makna “al-furqān”.
وَقَالَ الْفَرَّاءُ وَقُطْرُبٌ: الْمَعْنَى: «آتَيْنَا مُوسَى التَّوْرَاةَ وَمُحَمَّدًا الْفُرْقَانَ».
Al-Farrā’ dan Quthrub berkata: Maknanya adalah: Kami memberikan kepada Musa Taurat dan kepada Muhammad Furqan (Al-Qur’an).
وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ هَذَا غَلَطٌ،
Dikatakan: Penjelasan ini keliru,
أَوْقَعَهُمَا فِيهِ أَنَّ «الْفُرْقَانَ» مُخْتَصٌّ بِالْقُرْآنِ،
dan membuat mereka terjatuh dalam kekeliruan adalah anggapan bahwa Furqan hanya khusus bagi Al-Qur’an,
وَلَيْسَ كَذَلِكَ.
padahal tidak demikian.
فَقَدْ قَالَ تَعَالَى: «وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ»4.
Sebab Allah Ta‘ālā berfirman: “Sungguh Kami telah memberikan kepada Musa dan Harun al-Furqān.”
4
وَقَالَ الزَّجَّاجُ: إِنَّ «الْفُرْقَانَ» هُوَ «الْكِتَابُ»، أُعِيدَ ذِكْرُهُ تَأْكِيدًا،
Az-Zajjāj berkata: Furqan adalah Kitab itu sendiri; penyebutannya diulang untuk penegasan.
وَحُكِيَ نَحْوُهُ عَنِ الْفَرَّاءِ،
Pendapat yang serupa diriwayatkan pula dari al-Farrā’.
وَمِنْهُ قَوْلُ عَنْتَرَةَ:
Contohnya seperti ucapan ‘Antarah:
حُيِّيتَ مِنْ طَلَلٍ تَقَادَمَ عَهْدُهُ … أَقْوَى وَأَقْفَرَ بَعْدَ أُمِّ الْهَيْثَمِ
“Salam untuk puing peninggalan (kampung) yang telah lama berlalu masanya,
yang telah sepi dan kosong setelah (kepergian) Ummu al-Haytsam.”
وَقِيلَ: إِنَّ «الْوَاوَ» صِلَةٌ،
Ada yang berkata: Wawu (pada “wal-furqān”) adalah huruf tambahan (zaidah),
وَالْمَعْنَى: «آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ الْفُرْقَانَ»،
sehingga maknanya: Kami memberikan kepada Musa “al-Kitāb al-Furqān” (Kitab yang menjadi Furqan),
وَالْوَاوُ قَدْ تُزَادُ فِي النُّعُوتِ، كَقَوْلِ الشَّاعِرِ:
dan huruf wawu bisa ditambahkan dalam rangkaian sifat, seperti ucapan penyair:
إِلَى الْمَلِكِ الْقَرْمِ وَابْنِ الْهُمَامِ … وَلَيْثِ الْكَتِيبَةِ فِي الْمُزْدَحَمِ
“(Kukirim salam) kepada raja yang mulia, dan putra pemilik kemuliaan,
dan singa pasukan berkuda di tengah kerumunan peperangan.”
وَقِيلَ: الْمَعْنَى أَنَّ ذَلِكَ الْمُنَزَّلَ جَامِعٌ بَيْنَ كَوْنِهِ كِتَابًا وَفَارِقًا بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ،
Ada yang mengatakan: Maknanya bahwa wahyu yang diturunkan itu menggabungkan dua sifat: sebagai Kitab dan sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil.
وَهُوَ كَقَوْلِهِ: «ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ»5.
Ini seperti firman-Nya: “Kemudian Kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) sebagai penyempurna atas (nikmat Kami kepada) orang yang berbuat baik dan sebagai penjelasan atas segala sesuatu.”
5
وَقِيلَ: «الْفُرْقَانُ»: الْفَرْقُ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ قَوْمِ فِرْعَوْنَ، أَنْجَى هَؤُلَاءِ وَأَغْرَقَ هَؤُلَاءِ.
Ada juga yang berkata: Furqan adalah pemisahan antara mereka dan kaum Fir‘aun; Allah menyelamatkan kelompok ini dan menenggelamkan kelompok itu.
وَقَالَ ابْنُ زَيْدٍ: «الْفُرْقَانُ»: انْفِرَاقُ الْبَحْرِ،
Ibnu Zaid berkata: Furqan adalah terbelahnya lautan.
وَقِيلَ: «الْفُرْقَانُ»: الْفَرَجُ مِنَ الْكَرْبِ،
Ada yang mengatakan: Furqan adalah kelapangan dari kesusahan.
وَقِيلَ: إِنَّهُ «الْحُجَّةُ وَالْبَيَانُ» بِالْآيَاتِ الَّتِي أَعْطَاهُ اللَّهُ مِنَ «الْعَصَا وَالْيَدِ» وَغَيْرِهِمَا،
Ada juga yang mengatakan: Furqan adalah hujjah dan penjelasan berupa mukjizat-mukjizat yang Allah berikan kepadanya seperti tongkat, tangan (yang bercahaya), dan selain keduanya.
وَهَذَا أَوْلَى وَأَرْجَحُ،
Pendapat inilah yang lebih utama dan lebih kuat.
وَيَكُونُ الْعَطْفُ عَلَى بَابِهِ،
Dalam hal ini peng-‘athaf-an (penyambungan dengan wawu) kembali kepada maknanya yang asal (bukan wawu zaidah),
كَأَنَّهُ قَالَ: «آتَيْنَا مُوسَى التَّوْرَاةَ، وَالْآيَاتِ الَّتِي أَرْسَلْنَاهُ بِهَا مُعْجِزَةً لَهُ».
seakan-akan Allah berfirman: “Kami memberikan kepada Musa Taurat dan ayat-ayat (mukjizat) yang Kami mengutusnya dengannya sebagai mukjizat baginya.”
قَوْلُهُ: «يَا قَوْمِ»،
Firman-Nya: “yā qaumī” (wahai kaumku).
«الْقَوْمُ» يُطْلَقُ تَارَةً عَلَى الرِّجَالِ دُونَ النِّسَاءِ،
Kata “qaum” kadang digunakan khusus untuk laki-laki tanpa mencakup wanita,
وَمِنْهُ قَوْلُ زُهَيْرٍ:
sebagaimana ucapan Zuhair:
وَمَا أَدْرِي وَسَوْفَ إِخَالُ أَدْرِي … أَقَوْمٌ آلُ حِصْنٍ أَمْ نِسَاءُ
“Aku tidak tahu—dan kelak kiranya akan aku duga—
apakah keluarga Hisn itu lelaki ataukah wanita?”
وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: «لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ»6،
Dan di antaranya firman Allah Ta‘ālā: “Janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain,”
6
ثُمَّ قَالَ: «وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ»7،
kemudian Dia berfirman: “dan jangan pula para wanita (merendahkan) para wanita yang lain,”
7
وَمِنْهُ: «وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ»8 أَرَادَ الرِّجَالَ،
dan firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya,”
8 yang dimaksud adalah para laki-laki.
وَقَدْ يُطْلَقُ عَلَى الْجَمِيعِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: «إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ»9،
Namun kadang kata “qaum” juga dipakai untuk seluruh kaum (laki-laki dan perempuan), seperti firman-Nya Ta‘ālā: “Sesungguhnya Kami mengutus Nuh kepada kaumnya.”
9
وَالْمُرَادُ هُنَا بِالْقَوْمِ: عَبَدَةُ الْعِجْلِ.
Yang dimaksud dengan “qaum” pada ayat di sini adalah para penyembah anak sapi.
وَالْبَارِئُ: «الْخَالِقُ»،
“Al-Bāri’” berarti Sang Pencipta.
وَقِيلَ: إِنَّ «الْبَارِئَ» هُوَ «الْمُبْدِعُ الْمُحْدِثُ»، وَ«الْخَالِقُ» هُوَ «الْمُقَدِّرُ النَّاقِلُ مِنْ حَالٍ إِلَى حَالٍ»،
Ada yang berkata: Al-Bāri’ ialah yang mencipta dengan tanpa contoh sebelumnya (al-mubdi‘ al-muḥdits), sedangkan al-Khāliq adalah yang menakdirkan dan memindahkan dari satu keadaan ke keadaan lain.
وَفِي ذِكْرِ «الْبَارِئِ» هُنَا إِشَارَةٌ إِلَى عَظِيمِ جُرْمِهِمْ،
Penyebutan al-Bāri’ di sini mengandung isyarat kepada besarnya dosa mereka,
أَيْ: فَتُوبُوا إِلَى الَّذِي خَلَقَكُمْ وَقَدْ عَبَدْتُمْ مَعَهُ غَيْرَهُ.
yakni: “Bertaubatlah kalian kepada Dia yang telah menciptakan kalian, sementara kalian telah menyembah selain Dia bersama-Nya.”
وَالْفَاءُ فِي قَوْلِهِ: «فَتُوبُوا» لِلسَّبَبِيَّةِ،
Huruf fā’ dalam firman-Nya: “fatūbū” bermakna menunjukkan sebab-akibat,
أَيْ: لِتَسَبُّبِ التَّوْبَةِ عَنِ الظُّلْمِ،
yakni menunjukkan bahwa perintah taubat itu sebagai konsekuensi dari kezhaliman mereka.
وَفِي قَوْلِهِ: «فَاقْتُلُوا» لِلتَّعْقِيبِ،
Dan huruf fā’ pada firman-Nya: “faq’tulū” menunjukkan urutan segera (ta‘qīb),
أَيِ: اجْعَلُوا الْقَتْلَ مُتَعَقِّبًا لِلتَّوْبَةِ.
yakni: jadikanlah pembunuhan (diri kalian satu sama lain) itu dilakukan segera setelah taubat.
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَمْ يُؤْمَرْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْ عَبَدَةِ الْعِجْلِ بِأَنْ يَقْتُلَ نَفْسَهُ بِيَدِهِ،
Al-Qurṭubī berkata: Para ulama sepakat bahwa tidak setiap penyembah anak sapi diperintahkan untuk membunuh dirinya sendiri dengan tangannya.
قِيلَ: قَامُوا صَفَّيْنِ وَقَتَلَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا،
Dikatakan: Mereka berdiri dalam dua barisan, lalu saling membunuh satu sama lain.
وَقِيلَ: وَقَفَ الَّذِينَ عَبَدُوا الْعِجْلَ، وَدَخَلَ الَّذِينَ لَمْ يَعْبُدُوهُ عَلَيْهِمْ بِالسِّلَاحِ فَقَتَلُوهُمْ.
Ada pula yang berkata: Orang-orang yang menyembah anak sapi berdiri (berbaris), lalu orang-orang yang tidak menyembahnya masuk ke hadapan mereka dengan membawa senjata, kemudian membunuh mereka.
وَقَوْلُهُ: «فَتَابَ عَلَيْكُمْ» قِيلَ: فِي الْكَلَامِ حَذْفٌ،
Tentang firman-Nya: “fa tāba ‘alaikum” dikatakan: Dalam kalimat ini terdapat penghapusan (kata yang dipahami).
أَيْ: «فَقَتَلْتُمْ أَنْفُسَكُمْ، فَتَابَ عَلَيْكُمْ»،
Yakni seakan-akan lafaz lengkapnya: “Lalu kalian pun membunuh diri kalian, maka Dia menerima taubat kalian,”
أَيْ: عَلَى الْبَاقِينَ مِنْكُمْ.
yakni atas orang-orang yang masih hidup di antara kalian.
وَقِيلَ: هُوَ جَوَابُ شَرْطٍ مَحْذُوفٍ،
Ada juga yang berkata: Itu adalah jawaban dari syarat yang dihapus,
كَأَنَّهُ قَالَ: «فَإِنْ فَعَلْتُمْ، فَقَدْ تَابَ عَلَيْكُمْ».
seakan-akan Allah berfirman: “Jika kalian lakukan (perintah itu), niscaya Dia menerima taubat kalian.”
وَأَمَّا مَا قَالَهُ صَاحِبُ «الْكَشَّافِ» مِنْ أَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ خِطَابًا مِنَ اللَّهِ لَهُمْ عَلَى طَرِيقَةِ «الِالْتِفَاتِ»،
Adapun apa yang dikatakan penulis al-Kasysyāf bahwa boleh jadi kalimat ini adalah khithab dari Allah kepada mereka dengan cara “iltifāt” (peralihan bentuk orang),
فَيَكُونُ التَّقْدِيرُ: «فَفَعَلْتُمْ مَا أَمَرَكُمْ بِهِ مُوسَى، فَتَابَ عَلَيْكُمْ بَارِئُكُمْ»،
sehingga takdirnya: “Maka kalian melakukan apa yang Musa perintahkan kepada kalian, lalu Pencipta kalian menerima taubat kalian,”
فَهُوَ بَعِيدٌ جِدًّا كَمَا لَا يَخْفَى.
maka ini pendapat yang sangat jauh (lemah), sebagaimana tidak samar bagi orang yang memahami.
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ فِي قَوْلِهِ: «أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»،
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu al-‘Āliyah tentang firman-Nya: “empat puluh malam,”
قَالَ: «ذَا الْقَعْدَةِ وَعَشْرًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ».
ia berkata: Itu adalah (bulan) Dzulqa‘dah dan sepuluh (malam pertama) dari Dzulhijjah.
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْهُ فِي قَوْلِهِ: «مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ»،
Ibnu Jarir juga meriwayatkan darinya tentang firman-Nya: “min ba‘di dzālik”,
قَالَ: «مِنْ بَعْدِ مَا اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ».
ia berkata: Yakni setelah kalian menjadikan anak sapi (sebagai sesembahan).
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ مُجَاهِدٍ فِي قَوْلِهِ: «وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ»،
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid tentang firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan kepada Musa Kitab dan Furqān,”
قَالَ: «الْكِتَابُ هُوَ الْفُرْقَانُ، فَرَّقَ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ».
ia berkata: “Kitab itu adalah Furqan, yang membedakan antara yang hak dan yang batil.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Ibnu Jarir dan Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
«الْفُرْقَانُ جِمَاعُ اسْمِ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالزَّبُورِ وَالْقُرْآنِ».
“Furqan adalah nama gabungan bagi Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْهُ قَالَ:
Ibnu Jarir meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbas), ia berkata:
«أَمَرَ مُوسَى قَوْمَهُ – عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ – أَنْ يَقْتُلُوا أَنْفُسَهُمْ،
“Musa memerintahkan kaumnya—berdasarkan perintah Rabbnya—untuk membunuh diri mereka (satu sama lain).
وَاخْتَبَأَ الَّذِينَ عَكَفُوا عَلَى الْعِجْلِ، فَجَلَسُوا،
Orang-orang yang beribadah secara tekun kepada anak sapi itu bersembunyi lalu duduk.
وَقَامَ الَّذِينَ لَمْ يَعْكُفُوا عَلَى الْعِجْلِ،
Sedangkan orang-orang yang tidak tekun menyembah anak sapi itu berdiri.
فَأَخَذُوا الْخَنَاجِرَ بِأَيْدِيهِمْ،
Mereka memegang pisau-pisau kecil di tangan mereka.
وَأَصَابَتْهُمْ ظُلْمَةٌ شَدِيدَةٌ،
Lalu menimpa mereka kegelapan yang sangat pekat.
فَجَعَلَ يَقْتُلُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا،
Maka mereka mulai saling membunuh satu sama lain.
فَانْجَلَتِ الظُّلْمَةُ عَنْهُمْ، عَنْ سَبْعِينَ أَلْفَ قَتِيلٍ،
Ketika kegelapan itu sirna dari mereka, ternyata telah terbunuh tujuh puluh ribu orang.
كُلُّ مَنْ قُتِلَ مِنْهُمْ كَانَتْ لَهُ تَوْبَةٌ،
Setiap orang yang terbunuh di antara mereka, baginya (diterima) taubat.
وَكُلُّ مَنْ بَقِيَ كَانَتْ لَهُ تَوْبَةٌ».
Dan setiap orang yang masih hidup di antara mereka pun, baginya (diterima) taubat.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ:
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali, ia berkata:
«قَالُوا لِمُوسَى: مَا تَوْبَتُنَا؟
“Mereka berkata kepada Musa: ‘Apa bentuk taubat kami?’
قَالَ: يَقْتُلُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا،
Ia menjawab: ‘Sebagian kalian membunuh sebagian yang lain.’
فَأَخَذُوا السَّكَاكِينَ،
Maka mereka mengambil pisau-pisau.
فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَقْتُلُ أَخَاهُ وَأَبَاهُ وَابْنَهُ، لَا يُبَالِي مَنْ قَتَلَ،
Lalu seorang laki-laki membunuh saudaranya, ayahnya, dan anaknya, tanpa peduli siapa yang ia bunuh.
حَتَّى قُتِلَ مِنْهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا،
Hingga terbunuh di antara mereka tujuh puluh ribu orang.
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى: مُرْهُمْ فَلْيَرْفَعُوا أَيْدِيَهُمْ،
Maka Allah mewahyukan kepada Musa: ‘Perintahkan mereka agar mengangkat tangan-tangan mereka (menghentikan pembunuhan).’
وَقَدْ غُفِرَ لِمَنْ قُتِلَ، وَتِيبَ عَلَى مَنْ بَقِيَ».
Dan telah diampuni orang-orang yang terbunuh, serta telah diterima taubat orang-orang yang tersisa.”
وَقَدْ أَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ قَتَادَةَ،
‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari Qatādah,
وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ فِي «الزُّهْدِ» وَابْنُ جَرِيرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ نَحْوًا مِمَّا سَبَقَ.
dan Ahmad dalam Kitab az-Zuhd serta Ibnu Jarir meriwayatkan dari az-Zuhrī riwayat yang semakna dengan yang telah disebut.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ فِي قَوْلِهِ: «إِلَىٰ بَارِئِكُمْ»،
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu al-‘Āliyah tentang firman-Nya: “ilā Bārikum”,
قَالَ: «خَالِقِكُمْ».
ia berkata: “Yakni Pencipta kalian.”
---
Catatan kaki
1 إِبْرَاهِيمُ: 22. Surah Ibrāhīm ayat 22: “وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ… وَوَعَدَكُمُ اللَّهُ وَعْدَ الْحَقِّ”.
2 الْأَنْفَالُ: 7. Surah al-Anfāl ayat 7: “وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ…”.
3 الْمَائِدَةُ: 9. Surah al-Mā’idah ayat 9: “وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ…”.
4 الْأَنْبِيَاءُ: 48. Surah al-Anbiyā’ ayat 48: “وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَىٰ وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ…”.
5 الْأَنْعَامُ: 154. Surah al-An‘ām ayat 154: “ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ…”.
6 الْحُجُرَاتُ: 11. Surah al-Ḥujurāt ayat 11 (dalam teks tercetak “الحجر”، yang benar: الحُجُرَات): “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ…”.
7 الْحُجُرَاتُ: 11. Kelanjutan ayat yang sama: “وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ…”.
8 الْأَعْرَافُ: 80. Surah al-A‘rāf ayat 80: “وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ…”.
9 نُوحٌ: 1. Surah Nūḥ ayat 1: “إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ…”.
10 الشُّعَرَاءُ: 63. Surah asy-Syu‘arā’ ayat 63: “فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ…”. (Disebut dalam catatan sumber sebagai konteks sebelumnya.)