Al Fatihah Ayat 1
[سُورَةُ ٱلْفَاتِحَةِ (١) : آيَةٌ ١]
[Surah Al-Fatihah (1): Ayat 1]
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (١)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (1)
---
ٱخْتَلَفَ أَهْلُ ٱلْعِلْمِ هَلْ هِيَ آيَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ فِي أَوَّلِ كُلِّ سُورَةٍ كُتِبَتْ فِي أَوَّلِهَا؟
Para ulama berbeda pendapat apakah (Basmalah) merupakan satu ayat tersendiri di awal setiap surah yang dituliskan di permulaannya?
أَوْ هِيَ بَعْضُ آيَةٍ مِنْ أَوَّلِ كُلِّ سُورَةٍ؟
Ataukah ia hanyalah bagian dari satu ayat pertama setiap surah?
أَوْ هِيَ كَذَٰلِكَ فِي ٱلْفَاتِحَةِ فَقَطْ دُونَ غَيْرِهَا؟
Ataukah status demikian hanya berlaku pada Al-Fatihah saja, tidak pada surah-surah lainnya?
أَوْ أَنَّهَا لَيْسَتْ بِآيَةٍ فِي ٱلْجَمِيعِ، وَإِنَّمَا كُتِبَتْ لِلْفَصْلِ؟
Ataukah sebenarnya ia bukan ayat pada semua surah, dan hanya dituliskan untuk menjadi pemisah (antara surah-surah)?
وَٱلْأَقْوَالُ وَأَدِلَّتُهَا مَبْسُوطَةٌ فِي مَوْضِعِ ٱلْكَلَامِ عَلَىٰ ذَٰلِكَ.
Pendapat-pendapat itu beserta dalil-dalilnya dijelaskan secara luas pada tempat pembahasan khusus tentang masalah tersebut.
---
وَقَدِ ٱتَّفَقُوا عَلَىٰ أَنَّهَا بَعْضُ آيَةٍ فِي سُورَةِ ٱلنَّمْلِ.
Mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa ia merupakan bagian dari satu ayat dalam Surah An-Naml.
وَقَدْ جَزَمَ قُرَّاءُ مَكَّةَ وَٱلْكُوفَةِ بِأَنَّهَا آيَةٌ مِنَ ٱلْفَاتِحَةِ وَمِنْ كُلِّ سُورَةٍ.
Para qari (pembaca Al-Qur’an) dari Makkah dan Kufah telah memastikan bahwa Basmalah adalah satu ayat dari Al-Fatihah dan dari setiap surah.
وَخَالَفَهُمْ قُرَّاءُ ٱلْمَدِينَةِ وَٱلْبَصْرَةِ وَٱلشَّامِ، فَلَمْ يَجْعَلُوهَا آيَةً لَا مِنَ ٱلْفَاتِحَةِ وَلَا مِنْ غَيْرِهَا مِنَ ٱلسُّوَرِ،
Para qari dari Madinah, Bashrah, dan Syam berbeda pendapat dengan mereka; mereka tidak menjadikannya sebagai satu ayat, baik dari Al-Fatihah maupun dari surah-surah lainnya.
قَالُوا: وَإِنَّمَا كُتِبَتْ لِلْفَصْلِ وَٱلتَّبَرُّكِ.
Mereka berkata, “Ia hanya dituliskan untuk menjadi pemisah dan untuk tabarruk (mengambil berkah).”
---
وَقَدْ أَخْرَجَ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ:
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu ‘Abbas:
أَنَّ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَعْرِفُ فَصْلَ ٱلسُّورَةِ حَتَّىٰ يَنْزِلَ عَلَيْهِ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ.
Bahwa Rasulullah saw. tidak mengetahui batas (akhir) suatu surah sampai turun kepada beliau: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.
وَأَخْرَجَهُ ٱلْحَاكِمُ فِي ٱلْمُسْتَدْرَكِ.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam *al-Mustadrak*.
---
وَأَخْرَجَ ٱبْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيحِهِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ:
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam kitab *Ṣaḥīḥ*-nya, dari Ummu Salamah:
أَنَّ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ ٱلْبَسْمَلَةَ فِي أَوَّلِ ٱلْفَاتِحَةِ فِي ٱلصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا آيَةً.
Bahwa Rasulullah saw. membaca Basmalah pada awal Al-Fatihah dalam salat dan selain salat sebagai satu ayat.
وَفِي إِسْنَادِهِ عَمْرُو بْنُ هَارُونَ ٱلْبَلْخِيُّ، وَفِيهِ ضَعْفٌ،
Dalam sanad hadis ini terdapat ‘Amr bin Harun Al-Balkhi, dan pada dirinya ada kelemahan.
وَرَوَىٰ نَحْوَهُ ٱلدَّارَقُطْنِيُّ مَرْفُوعًا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ.
Riwayat yang semakna (dengannya) diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni secara marfu‘ dari Abu Hurairah.
---
وَكَمَا وَقَعَ ٱلْخِلَافُ فِي إِثْبَاتِهَا، وَقَعَ ٱلْخِلَافُ فِي ٱلْجَهْرِ بِهَا فِي ٱلصَّلَاةِ.
Sebagaimana terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan (status) Basmalah, demikian pula terjadi perbedaan pendapat dalam menjaharkannya (membacanya dengan suara keras) dalam salat.
وَقَدْ أَخْرَجَ ٱلنَّسَائِيُّ فِي سُنَنِهِ، وَٱبْنُ خُزَيْمَةَ وَٱبْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحَيْهِمَا، وَٱلْحَاكِمُ فِي ٱلْمُسْتَدْرَكِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ:
An-Nasai dalam *Sunan*-nya, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam dua kitab *Ṣaḥīḥ*-nya, serta Al-Hakim dalam *al-Mustadrak*, meriwayatkan dari Abu Hurairah:
أَنَّهُ صَلَّى فَجَهَرَ فِي قِرَاءَتِهِ بِٱلْبَسْمَلَةِ،
bahwa beliau (Abu Hurairah) pernah salat lalu menjaharkan bacaan Basmalahnya.
وَقَالَ بَعْدَ أَنْ فَرَغَ: إِنِّي لَأُشْبِهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan setelah selesai, ia berkata, “Sesungguhnya salatku ini paling mirip di antara kalian dengan salat Rasulullah saw.”
وَصَحَّحَهُ ٱلدَّارَقُطْنِيُّ وَٱلْخَطِيبُ وَٱلْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمْ.
Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ad-Daraquthni, Al-Khathib, Al-Baihaqi, dan selain mereka.
---
وَرَوَىٰ أَبُو دَاوُدَ وَٱلتِّرْمِذِيُّ عَنِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ:
Abu Dawud dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas:
أَنَّ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْتَتِحُ ٱلصَّلَاةَ بِـ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ.
bahwa Rasulullah saw. mengawali salat dengan: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.
قَالَ ٱلتِّرْمِذِيُّ: وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ.
At-Tirmidzi berkata, “Sanadnya tidak begitu (kuat).”
وَقَدْ أَخْرَجَهُ ٱلْحَاكِمُ فِي ٱلْمُسْتَدْرَكِ عَنِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ بِلَفْظِ:
Al-Hakim meriwayatkan hadis ini dalam *al-Mustadrak* dari Ibnu ‘Abbas dengan lafaz:
كَانَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِـ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
“Rasulullah saw. biasa menjaharkan bacaan: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.”
ثُمَّ قَالَ: صَحِيحٌ.
Kemudian ia (Al-Hakim) berkata, “(Hadis ini) sahih.”
---
وَأَخْرَجَ ٱلْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ، عَنْ أَنَسٍ:
Al-Bukhari meriwayatkan dalam *Ṣaḥīḥ*-nya, dari Anas:
أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: كَانَتْ قِرَاءَتُهُ مَدًّا،
bahwa ketika ia ditanya tentang bacaan Rasulullah saw., ia menjawab, “Bacaan beliau adalah bacaan yang dipanjangkan (tartil).”
ثُمَّ قَرَأَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ، يَمُدُّ: بِسْمِ ٱللَّهِ، وَيَمُدُّ: ٱلرَّحْمَٰنِ، وَيَمُدُّ: ٱلرَّحِيمِ.
Kemudian ia membaca: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*, beliau memanjangkan (bacaan) *Bismillāh*, memanjangkan *ar-Raḥmān*, dan memanjangkan *ar-Raḥīm*.
---
وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ فِي ٱلْمُسْنَدِ، وَأَبُو دَاوُدَ فِي ٱلسُّنَنِ، وَٱبْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيحِهِ، وَٱلْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرِكِهِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ:
Ahmad dalam *al-Musnad*, Abu Dawud dalam *as-Sunan*, Ibnu Khuzaimah dalam *Ṣaḥīḥ*-nya, dan Al-Hakim dalam *al-Mustadrak*-nya, meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa ia berkata:
كَانَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْطَعُ قِرَاءَتَهُ:
“Rasulullah saw. biasa memutus-mutus (memisah- pisah) bacaannya:
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ. ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ.
*Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm. Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-‘ālamīn.*
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ".
*Ar-Raḥmānir-Raḥīm. Māliki yaumid-Dīn.*”
وَقَالَ ٱلدَّارَقُطْنِيُّ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ.
Ad-Daraquthni berkata, “Sanad hadis ini sahih.”
---
وَٱحْتَجَّ مَنْ قَالَ بِأَنَّهُ لَا يُجْهَرُ بِٱلْبَسْمَلَةِ فِي ٱلصَّلَاةِ بِمَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:
Orang-orang yang berpendapat bahwa Basmalah tidak dijaharkan dalam salat berdalil dengan apa yang terdapat dalam *Ṣaḥīḥ Muslim* dari ‘Aisyah, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ ٱلصَّلَاةَ بِٱلتَّكْبِيرِ، وَٱلْقِرَاءَةَ بِـ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ.
“Rasulullah saw. mengawali salat dengan takbir, dan (mengawali) bacaan (Al-Qur’an) dengan: *Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-‘ālamīn*.”
---
وَفِي ٱلصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
Dan dalam dua kitab *Ṣaḥīḥ* (Al-Bukhari dan Muslim), dari Anas, ia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ ٱلنَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ،
“Aku pernah salat di belakang Nabi saw., Abu Bakar, Umar, dan Utsman.”
فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِـ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ.
“Mereka biasa membuka (bacaan) dengan: *Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-‘ālamīn*.”
وَلِمُسْلِمٍ: "لَا يَذْكُرُونَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا".
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Mereka tidak menyebut: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm* pada awal bacaan dan tidak pula pada akhirnya.”
وَأَخْرَجَ أَهْلُ ٱلسُّنَنِ نَحْوَهُ عَنْ عَبْدِ ٱللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ.
Ahli Sunan meriwayatkan hadis yang semakna dari ‘Abdullah bin Mughaffal.
---
وَإِلَىٰ هَذَا ذَهَبَ ٱلْخُلَفَاءُ ٱلْأَرْبَعَةُ وَجَمَاعَةٌ مِنَ ٱلصَّحَابَةِ.
Pendapat ini (tidak menjaharkan Basmalah) dianut oleh empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dan sekelompok sahabat.
وَأَحَادِيثُ ٱلتَّرْكِ وَإِنْ كَانَتْ أَصَحَّ، وَلَٰكِنَّ ٱلْإِثْبَاتَ أَرْجَحُ،
Hadis-hadis yang menunjukkan meninggalkan (jahar Basmalah) memang lebih sahih, tetapi hadis-hadis yang menetapkan (jahar Basmalah) lebih kuat.
مَعَ كَوْنِهِ خَارِجًا مِنْ مَخْرَجٍ صَحِيحٍ، فَٱلْأَخْذُ بِهِ أَوْلَىٰ،
Karena ia keluar dari jalur periwayatan yang sahih, maka berpegang dengannya lebih utama,
وَلَا سِيَّمَا مَعَ إِمْكَانِ تَأْوِيلِ ٱلتَّرْكِ،
terlebih lagi karena masih mungkin untuk mentakwil (memaknai) hadis-hadis yang menunjukkan meninggalkan (jahar Basmalah).
وَهَٰذَا يَقْتَضِي ٱلْإِثْبَاتَ ٱلذَّاتِيَّ، أَعْنِي: كَوْنَهَا قُرْآنًا،
Ini menuntut adanya penetapan yang bersifat dzati, yakni menetapkan bahwa Basmalah adalah bagian dari Al-Qur’an,
وَٱلْوَصْفِيَّ، أَعْنِي: ٱلْجَهْرَ بِهَا عِنْدَ ٱلْجَهْرِ بِقِرَاءَةِ مَا يُفْتَتَحُ بِهَا مِنَ ٱلسُّوَرِ فِي ٱلصَّلَاةِ.
dan penetapan yang bersifat sifati, yakni menjaharkannya ketika menjaharkan bacaan surah-surah yang dibuka dengannya di dalam salat.
فَتْحُ ٱلْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٢١)
*Fatḥ al-Qadīr* karya Asy-Syaukani – Jilid 1 (hlm. 21)
---
وَلِتَنْقِيحِ ٱلْبَحْثِ وَٱلْكَلَامِ عَلَىٰ أَطْرَافِهِ ٱسْتِدْلَالًا وَرَدًّا وَتَعَقُّبًا وَدَفْعًا وَرِوَايَةً وَدِرَايَةً، مَوْضِعٌ غَيْرُ هَٰذَا.
Untuk menyempurnakan pembahasan dan mengulas masalah ini dari seluruh sisinya—dari sisi pengambilan dalil, bantahan, kritik, penolakan, dan dari sisi riwayah maupun dirayah—ada tempat (pembahasan) lain selain di sini.
---
وَمُتَعَلِّقُ ٱلْبَاءِ مَحْذُوفٌ، وَهُوَ: أَقْرَأُ أَوْ أَتْلُو، لِأَنَّهُ ٱلْمُنَاسِبُ لِمَا جُعِلَتِ ٱلْبَسْمَلَةُ مَبْدَأً لَهُ.
Kata kerja yang dihubungkan dengan huruf “bā’” (pada “bismi”) itu dihilangkan (diperkirakan), yaitu *aqra’u* (aku membaca) atau *atlu* (aku membacakan), karena itulah yang paling sesuai dengan sesuatu yang dijadikan Basmalah sebagai pembuka baginya.
فَمَنْ قَدَّرَهُ مُتَقَدِّمًا كَانَ غَرَضُهُ ٱلدَّلَالَةَ بِتَقْدِيمِهِ عَلَىٰ ٱلِٱهْتِمَامِ بِشَأْنِ ٱلْفِعْلِ،
Barang siapa memperkirakan kata kerja tersebut didahulukan (sebelum Basmalah), maka tujuannya adalah menunjukkan perhatian terhadap perbuatan (membaca) itu dengan cara mendahulukannya.
وَمَنْ قَدَّرَهُ مُتَأَخِّرًا كَانَ غَرَضُهُ ٱلدَّلَالَةَ بِتَأْخِيرِهِ عَلَىٰ ٱلِٱخْتِصَاصِ،
Dan barang siapa memperkirakannya diakhirkan (sesudah Basmalah), maka tujuannya adalah untuk menunjukkan kekhususan dengan cara mengakhirkan kata kerjanya,
مَعَ مَا يَحْصُلُ فِي ضِمْنِ ذَٰلِكَ مِنَ ٱلْعِنَايَةِ بِشَأْنِ ٱلِٱسْمِ،
disertai adanya unsur perhatian terhadap “nama” (Allah) yang tercakup di dalam susunan itu,
وَٱلْإِشَارَةِ إِلَىٰ أَنَّ ٱلْبِدَايَةَ بِهِ أَهَمُّ لِكَوْنِ ٱلتَّبَرُّكِ حَصَلَ بِهِ.
dan sebagai isyarat bahwa memulai dengan menyebut nama-Nya lebih penting, karena keberkahan diperoleh dengannya.
وَبِهَٰذَا يَظْهَرُ رُجْحَانُ تَقْدِيرِ ٱلْفِعْلِ مُتَأَخِّرًا فِي مِثْلِ هَٰذَا ٱلْمَقَامِ.
Dengan penjelasan ini tampak lebih kuat pendapat yang memperkirakan kata kerja berada di belakang (sesudah Basmalah) pada konteks seperti ini.
وَلَا يُعَارِضُهُ قَوْلُهُ تَعَالَىٰ: ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ (١)
Hal ini tidak bertentangan dengan firman-Nya Ta‘ala: *Iqra’ bismi rabbika allażī khalaq(a)* (1)
لِأَنَّ ذَٰلِكَ ٱلْمَقَامَ مَقَامُ ٱلْقِرَاءَةِ، فَكَانَ ٱلْأَمْرُ بِهَا أَهَمَّ.
karena konteks ayat itu adalah perintah membaca, maka perintah (untuk membaca) di situ lebih utama ditegaskan.
وَأَمَّا ٱلْخِلَافُ بَيْنَ أَئِمَّةِ ٱلنَّحْوِ فِي كَوْنِ ٱلْمُقَدَّرِ ٱسْمًا أَوْ فِعْلًا فَلَا يَتَعَلَّقُ بِذَٰلِكَ كَثِيرُ فَائِدَةٍ.
Adapun perbedaan pendapat di antara para imam nahwu apakah kata yang diperkirakan itu berupa isim (kata benda) atau fi‘l (kata kerja), maka persoalan itu tidak membawa banyak faedah penting.
---
وَٱلْبَاءُ لِلِٱسْتِعَانَةِ أَوِ ٱلْمُصَاحَبَةِ، وَرَجَّحَ ٱلثَّانِيَ ٱلزَّمَخْشَرِيُّ.
Huruf “bā’” (dalam *bismi*) dapat bermakna “meminta pertolongan” atau “kebersamaan”; dan Az-Zamakhsyari menguatkan makna yang kedua (kebersamaan).
وَٱسْمٌ أَصْلُهُ: سَمَوٌ، حُذِفَتْ لَامُهُ،
Kata *ism* (nama) asalnya adalah *samawun*, kemudian huruf lām-nya (yaitu huruf wawu di akhirnya) dihapus.
وَلَمَّا كَانَ مِنَ ٱلْأَسْمَاءِ ٱلَّتِي بَنَوْا أَوَائِلَهَا عَلَى ٱلسُّكُونِ، زَادُوا فِي أَوَّلِهِ ٱلْهَمْزَةَ إِذَا نَطَقُوا بِهِ لِئَلَّا يَقَعَ ٱلِٱبْتِدَاءُ بِٱلسَّاكِنِ.
Dan karena ia termasuk isim-isim yang huruf awalnya dibangun di atas keadaan sukun, maka mereka menambahkan hamzah di awal ketika diucapkan, agar permulaan kata tidak jatuh pada huruf yang sukun.
وَهُوَ ٱللَّفْظُ ٱلدَّالُّ عَلَى ٱلْمُسَمَّىٰ.
Kata *ism* itu sendiri adalah lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu yang dinamai (musammā).
---
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ ٱلِٱسْمَ هُوَ ٱلْمُسَمَّىٰ، كَمَا قَالَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ وَسِيبَوَيْهِ وَٱلْبَاقِلَّانِيُّ وَٱبْنُ فُورَكٍ،
Barang siapa yang mengklaim bahwa “nama” itu sendiri adalah “yang dinamai”, sebagaimana dikatakan oleh Abu Ubaidah, Sibawaih, Al-Baqillani, dan Ibnu Furak,
وَحَكَاهُ ٱلرَّازِيُّ عَنِ ٱلْحَشْوِيَّةِ وَٱلْكَرَّامِيَّةِ وَٱلْأَشَاعِرَةِ، فَقَدْ غَلِطَ غَلَطًا بَيِّنًا، وَجَاءَ بِمَا لَا يُعْقَلُ،
dan Ar-Razi menukilnya dari kalangan Al-Hashwiyyah, Al-Karramiyyah, dan Asy‘ariyyah, maka sungguh ia telah melakukan kesalahan yang jelas dan membawa pendapat yang tidak masuk akal.
مَعَ عَدَمِ وُرُودِ مَا يُوجِبُ ٱلْمُخَالَفَةَ لِلْعَقْلِ، لَا مِنَ ٱلْكِتَابِ وَلَا مِنَ ٱلسُّنَّةِ وَلَا مِنْ لُغَةِ ٱلْعَرَبِ،
Padahal tidak ada dalil yang mewajibkan untuk menyelisihi akal—tidak dari Al-Kitab, tidak dari As-Sunnah, dan tidak pula dari bahasa Arab.
بَلِ ٱلْعِلْمُ ٱلضَّرُورِيُّ حَاصِلٌ بِأَنَّ ٱلِٱسْمَ ٱلَّذِي هُوَ أَصْوَاتٌ مُقَطَّعَةٌ وَحُرُوفٌ مُؤَلَّفَةٌ، غَيْرُ ٱلْمُسَمَّىٰ ٱلَّذِي هُوَ مَدْلُولُهُ.
Bahkan pengetahuan yang bersifat pasti menunjukkan bahwa “nama”, yang ia adalah suara-suara yang terputus-putus dan huruf-huruf yang tersusun, itu berbeda dengan “yang dinamai”, yang merupakan sesuatu yang ditunjuk oleh nama tersebut.
وَٱلْبَحْثُ مَبْسُوطٌ فِي عِلْمِ ٱلْكَلَامِ.
Pembahasan ini dijelaskan secara panjang lebar dalam ilmu kalam.
---
وَقَدْ ثَبَتَ فِي ٱلصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ:
Telah tetap (sahih) dalam dua kitab *Ṣaḥīḥ* dari hadis Abu Hurairah:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ ٱسْمًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ ٱلْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama; barang siapa menghitungnya (menghafal dan mengamalkannya), ia akan masuk surga.”
---
وَقَالَ ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَاءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا (٢)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: *Wa lillāhil-asmā’ul-ḥusnā fa’d‘ūhu bihā* (2)
وَقَالَ تَعَالَىٰ: قُلِ ٱدْعُوا ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا ٱلرَّحْمَٰنَ، أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ ٱلْأَسْمَاءُ ٱلْحُسْنَىٰ.
Dan Dia Ta‘ala berfirman: “Katakanlah, serulah Allah atau serulah Ar-Rahman; dengan nama yang mana saja kalian menyeru, Dia memiliki nama-nama yang paling indah.”
---
وَٱللَّهُ عَلَمٌ لِذَاتِ ٱلْوَاجِبِ ٱلْوُجُودِ لَمْ يُطْلَقْ عَلَىٰ غَيْرِهِ،
Lafaz *Allah* adalah nama khusus bagi Dzat yang wajib wujud-Nya, dan tidak pernah digunakan untuk selain-Nya.
وَأَصْلُهُ: إِلٰهٌ، حُذِفَتِ ٱلْهَمْزَةُ، وَعُوِّضَتْ عَنْهَا أَدَاةُ ٱلتَّعْرِيفِ فَلَزِمَتْ.
Asalnya adalah *Ilāh*, kemudian hamzahnya dihapus dan diganti dengan alif-lam (kata sandang “al-”), lalu bentuk itu pun menjadi tetap.
وَكَانَ قَبْلَ ٱلْحَذْفِ مِنْ أَسْمَاءِ ٱلْأَجْنَاسِ، يُطْلَقُ عَلَىٰ كُلِّ مَعْبُودٍ بِحَقٍّ أَوْ بَاطِلٍ،
Sebelum penghapusan itu, ia termasuk isim-isim jenis, yang bisa digunakan untuk setiap yang disembah, baik dengan hak maupun dengan batil.
ثُمَّ غَلَبَ عَلَىٰ ٱلْمَعْبُودِ بِحَقٍّ، كَٱلنَّجْمِ وَٱلصَّعْقِ،
Kemudian penggunaannya menjadi dominan hanya untuk yang disembah dengan hak, sebagaimana (kata) *an-najm* dan *aṣ-ṣa‘q* (yang penggunaannya dominan dalam makna tertentu).
فَهُوَ قَبْلَ ٱلْحَذْفِ مِنَ ٱلْأَعْلَامِ ٱلْغَالِبَةِ، وَبَعْدَهُ مِنَ ٱلْأَعْلَامِ ٱلْمُخْتَصَّةِ.
Maka sebelum penghapusan (hamzah), ia termasuk nama-nama yang dominan (ghālib), dan setelahnya menjadi nama yang khusus (untuk Allah saja).
---
وَٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ: ٱسْمَانِ مُشْتَقَّانِ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ عَلَىٰ طَرِيقِ ٱلْمُبَالَغَةِ،
Lafaz *Ar-Rahman* dan *Ar-Rahim* adalah dua nama yang diambil dari kata rahmat dengan bentuk yang menunjukkan makna sangat (hiperbolik).
وَرَحْمٰنُ أَشَدُّ مُبَالَغَةً مِنْ رَحِيمٍ.
Dan *Ar-Rahman* lebih kuat kadar mubalaghah-nya (lebih menunjukkan keluasan) daripada *Ar-Rahim*.
وَفِي كَلَامِ ٱبْنِ جَرِيرٍ مَا يُفْهِمُ حِكَايَةَ ٱلِٱتِّفَاقِ عَلَىٰ هَٰذَا،
Dalam ucapan Ibnu Jarir terdapat sesuatu yang memberi kesan adanya kesepakatan (para ulama) tentang hal ini.
وَلِذَٰلِكَ قَالُوا: رَحْمٰنُ ٱلدُّنْيَا وَٱلْآخِرَةِ، وَرَحِيمُ ٱلدُّنْيَا.
Karena itu mereka berkata: “(Allah adalah) Rahman di dunia dan akhirat, dan Rahim di dunia.”
وَقَدْ تَقَرَّرَ أَنَّ زِيَادَةَ ٱلْبِنَاءِ تَدُلُّ عَلَىٰ زِيَادَةِ ٱلْمَعْنَىٰ.
Telah menjadi kaidah bahwa tambahan bentuk (bangun kata) menunjukkan adanya tambahan makna.
---
وَقَالَ ٱبْنُ ٱلْأَنْبَارِيِّ وَٱلزَّجَّاجُ: إِنَّ ٱلرَّحْمٰنَ عِبْرَانِيٌّ، وَٱلرَّحِيمَ عَرَبِيٌّ، وَخَالَفَهُمَا غَيْرُهُمَا.
Ibnu Al-Anbari dan Az-Zajjaj berkata: “Sesungguhnya lafaz *Ar-Rahman* adalah (asalnya) dari bahasa Ibrani, sedangkan *Ar-Rahim* dari bahasa Arab.” Pendapat ini diselisihi oleh selain mereka berdua.
وَٱلرَّحْمٰنُ مِنَ ٱلصِّفَاتِ ٱلْغَالِبَةِ، لَمْ يُسْتَعْمَلْ فِي غَيْرِ ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Lafaz *Ar-Rahman* termasuk sifat-sifat yang penggunaannya dominan (khusus) dan tidak pernah digunakan untuk selain Allah ‘Azza wa Jalla.
وَأَمَّا قَوْلُ بَنِي حَنِيفَةَ فِي مُسَيْلِمَةَ: رَحْمٰنُ ٱلْيَمَامَةِ،
Adapun ucapan Bani Hanifah tentang Musailamah, bahwa ia “Rahman-nya Yamamah”,
فَقَالَ فِي ٱلْكَشَّافِ: إِنَّهُ بَابٌ مِنْ تَعَنُّتِهِمْ فِي كُفْرِهِمْ.
Maka dalam *Al-Kasysyaf* disebutkan bahwa itu hanyalah bentuk kezaliman mereka dalam kekufuran mereka.
---
قَالَ أَبُو عَلِيٍّ ٱلْفَارِسِيُّ: ٱلرَّحْمٰنُ ٱسْمٌ عَامٌّ فِي جَمِيعِ أَنْوَاعِ ٱلرَّحْمَةِ يَخْتَصُّ بِهِ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ،
Abu ‘Ali Al-Farisi berkata: “*Ar-Rahman* adalah nama yang umum meliputi seluruh jenis rahmat, yang khusus hanya dimiliki oleh Allah Ta‘ala.”
وَٱلرَّحِيمُ إِنَّمَا هُوَ فِي جِهَةِ ٱلْمُؤْمِنِينَ،
“Sedangkan *Ar-Rahim* berkaitan dengan (rahmat Allah kepada) kaum mukminin saja.”
قَالَ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ: وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (٣)
Allah Ta‘ala berfirman: *Wa kāna bil-mu’minīna raḥīmā* (3)
وَقَدْ وَرَدَ فِي فَضْلِهَا أَحَادِيثُ.
Telah datang sejumlah hadis tentang keutamaan Basmalah.
---
مِنْهَا مَا أَخْرَجَهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ فِي سُنَنِهِ، وَٱبْنُ خُزَيْمَةَ فِي كِتَابِ ٱلْبَسْمَلَةِ، وَٱلْبَيْهَقِيُّ، عَنِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Sa‘id bin Mansur dalam *Sunan*-nya, Ibnu Khuzaimah dalam *Kitāb al-Basmala*, dan Al-Baihaqi, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
ٱسْتَرَقَ ٱلشَّيْطَانُ مِنَ ٱلنَّاسِ أَعْظَمَ آيَةٍ مِنَ ٱلْقُرْآنِ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ.
“Setan telah mencuri dari manusia ayat terbesar dari Al-Qur’an, yaitu: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.”
وَأَخْرَجَ نَحْوَهُ أَبُو عُبَيْدٍ وَٱبْنُ مَرْدَوَيْهِ وَٱلْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ ٱلْإِيمَانِ عَنْهُ أَيْضًا.
Riwayat yang semakna juga dikeluarkan oleh Abu ‘Ubaid, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab al-Iman* dari Ibnu ‘Abbas.
---
وَأَخْرَجَ ٱلدَّارَقُطْنِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ عَنِ ٱبْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
Ad-Daraquthni meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
كَانَ جِبْرِيلُ إِذَا جَاءَنِي بِٱلْوَحْيِ، أَوَّلَ مَا يُلْقِي عَلَيَّ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
“Adalah Jibril, apabila datang kepadaku membawa wahyu, pertama kali yang ia sampaikan kepadaku adalah: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.”
---
وَأَخْرَجَ ٱبْنُ أَبِي حَاتِمٍ فِي تَفْسِيرِهِ، وَٱلْحَاكِمُ فِي ٱلْمُسْتَدْرَكِ، وَصَحَّحَهُ، وَٱلْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ ٱلْإِيمَانِ، عَنِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ:
Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, Al-Hakim dalam *al-Mustadrak* (dan ia mensahihkannya), dan Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab al-Iman*, meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas:
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ سَأَلَ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ،
bahwa Utsman bin ‘Affan bertanya kepada Nabi saw. tentang: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.
فَقَالَ: "هُوَ ٱسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ ٱللَّهِ، وَمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ ٱسْمِ ٱللَّهِ ٱلْأَكْبَرِ إِلَّا كَمَا بَيْنَ سَوَادِ ٱلْعَيْنِ وَبَيَاضِهَا مِنَ ٱلْقُرْبِ".
Beliau bersabda, “Ia adalah salah satu dari nama-nama Allah, dan jarak (kedekatan derajatnya) dengan Ismullah Al-Akbar (Nama Allah Yang Maha Agung) hanyalah seperti jarak antara hitam mata dan putihnya dalam hal kedekatan.”
---
وَأَخْرَجَ ٱبْنُ جَرِيرٍ وَٱبْنُ عَدِيٍّ فِي ٱلْكَامِلِ، وَٱبْنُ مَرْدَوَيْهِ، وَأَبُو نُعَيْمٍ فِي ٱلْحِلْيَةِ، وَٱبْنُ عَسَاكِرَ فِي تَارِيخِ دِمَشْقَ، وَٱلثَّعْلَبِيُّ، بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ جِدًّا، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ ٱلْخُدْرِيِّ قَالَ:
Ibnu Jarir, Ibnu ‘Adiy dalam *Al-Kamil*, Ibnu Mardawaih, Abu Nu‘aim dalam *Al-Hilyah*, Ibnu ‘Asakir dalam *Tarikh Dimasyq*, dan Ats-Tsa‘labi meriwayatkan dengan sanad yang sangat lemah, dari Abu Sa‘id Al-Khudri, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ عِيسَى ٱبْنَ مَرْيَمَ أَسْلَمَتْهُ أُمُّهُ إِلَىٰ ٱلْكُتَّابِ لِتُعَلِّمَهُ،
“Sesungguhnya Isa bin Maryam pernah diserahkan oleh ibunya kepada guru (kuttab) agar ia diajari.
فَقَالَ لَهُ ٱلْمُعَلِّمُ: ٱكْتُبْ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ.
Lalu sang guru berkata kepadanya, ‘Tulislah: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*.‘
فَقَالَ لَهُ عِيسَىٰ: وَمَا: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ؟
Isa berkata kepada gurunya, ‘Apa itu: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*?’
قَالَ ٱلْمُعَلِّمُ: لَا أَدْرِي.
Gurunya menjawab, ‘Aku tidak tahu.’
فَقَالَ لَهُ عِيسَىٰ: ٱلْبَاءُ بَهَاءُ ٱللَّهِ، وَٱلسِّينُ سَنَاهُ، وَٱلْمِيمُ مَمْلَكَتُهُ،
Isa berkata kepadanya, ‘Huruf bā’ adalah bahā’-Nya Allah (keindahan-Nya), huruf sīn adalah sanā’-Nya (cahaya-Nya), dan huruf mīm adalah mamlakah-Nya (kerajaan-Nya).
وَٱللَّهُ إِلٰهُ ٱلْآلِهَةِ، وَٱلرَّحْمٰنُ رَحْمٰنُ ٱلدُّنْيَا وَٱلْآخِرَةِ، وَٱلرَّحِيمُ رَحِيمُ ٱلْآخِرَةِ".
Dan Allah adalah Tuhan segala tuhan; *Ar-Rahman* adalah Rahman di dunia dan akhirat; dan *Ar-Rahim* adalah Rahim di akhirat.’”
وَفِي إِسْنَادِهِ إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَحْيَىٰ، وَهُوَ كَذَّابٌ.
Dalam sanad hadis ini terdapat Isma‘il bin Yahya, dan ia adalah seorang pendusta.
وَقَدْ أَوْرَدَ هَٰذَا ٱلْحَدِيثَ ٱبْنُ ٱلْجَوْزِيِّ فِي ٱلْمَوْضُوعَاتِ.
Ibnu Al-Jauzi telah memasukkan hadis ini dalam kitab *Al-Maudhu‘at* (hadis-hadis palsu).
---
وَأَخْرَجَ ٱبْنُ مَرْدَوَيْهِ وَٱلثَّعْلَبِيُّ عَنْ جَابِرٍ قَالَ:
Ibnu Mardawaih dan Ats-Tsa‘labi meriwayatkan dari Jabir, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ:
“Ketika turun (ayat): *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*,
هَرَبَ ٱلْغَيْمُ إِلَى ٱلْمَشْرِقِ،
awan lari ke arah timur,
وَسَكَنَتِ ٱلرِّيحُ،
angin pun berhenti,
وَهَاجَ ٱلْبَحْرُ،
lautan menjadi bergelora,
وَأَصْغَتِ ٱلْبَهَائِمُ بِآذَانِهَا،
binatang-binatang menajamkan pendengaran mereka,
وَرُجِمَتِ ٱلشَّيَاطِينُ مِنَ ٱلسَّمَاءِ،
dan para setan dilempari (dihalau) dari langit.
وَحَلَفَ ٱللَّهُ بِعِزَّتِهِ وَجَلَالِهِ أَنْ لَا تُسَمَّىٰ عَلَىٰ شَيْءٍ إِلَّا بَارَكَ فِيهِ".
Dan Allah bersumpah demi keagungan dan keperkasaan-Nya bahwa tidaklah Basmalah disebutkan atas sesuatu melainkan Dia akan memberkahinya.”
---
وَأَخْرَجَ أَبُو نُعَيْمٍ وَٱلدَّيْلَمِيُّ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:
Abu Nu‘aim dan Ad-Daylami meriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ، ضَجَّتِ ٱلْجِبَالُ حَتَّىٰ سَمِعَ أَهْلُ مَكَّةَ دَوِيَّهَا،
“Ketika turun: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*, gunung-gunung bergemuruh hingga penduduk Makkah mendengar suaranya.”
فَقَالُوا: سَحَرَ مُحَمَّدٌ ٱلْجِبَالَ،
Mereka (orang-orang kafir) berkata, ‘Muhammad telah menyihir gunung-gunung.’
فَبَعَثَ ٱللَّهُ دُخَانًا حَتَّىٰ أَظَلَّ عَلَىٰ أَهْلِ مَكَّةَ،
Lalu Allah mengirimkan asap hingga menaungi penduduk Makkah.
فَقَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Maka Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ قَرَأَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ مُوقِنًا، سَبَّحَتْ مَعَهُ ٱلْجِبَالُ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَسْمَعُ ذَٰلِكَ مِنْهَا
“Barang siapa membaca: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm* dengan penuh keyakinan, maka gunung-gunung bertasbih bersamanya, hanya saja ia tidak mendengar tasbih itu dari mereka.”
---
وَأَخْرَجَ ٱلدَّيْلَمِيُّ عَنِ ٱبْنِ مَسْعُودٍ قَالَ:
Ad-Daylami meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ قَرَأَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ، كَتَبَ ٱللَّهُ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ أَرْبَعَةَ آلَافِ حَسَنَةٍ،
“Barang siapa membaca: *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*, Allah akan menuliskan baginya untuk setiap huruf empat ribu kebaikan,
وَمَحَا عَنْهُ أَرْبَعَةَ آلَافِ سَيِّئَةٍ،
dan menghapus darinya empat ribu keburukan,
وَرَفَعَ لَهُ أَرْبَعَةَ آلَافِ دَرَجَةٍ".
serta mengangkatnya empat ribu derajat.”
---
وَأَخْرَجَ ٱلْخَطِيبُ فِي ٱلْجَامِعِ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ:
Al-Khathib meriwayatkan dalam *Al-Jami‘* dari Abu Ja‘far Muhammad bin ‘Ali, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Rasulullah saw. bersabda:
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ مِفْتَاحُ كُلِّ كِتَابٍ
“*Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm* adalah kunci setiap kitab.”
---
وَهَٰذِهِ ٱلْأَحَادِيثُ يُنْبَغِي ٱلْبَحْثُ عَنْ أَسَانِيدِهَا، وَٱلْكَلَامُ عَلَيْهَا بِمَا يَتَبَيَّنُ بَعْدَ ٱلْبَحْثِ إِنْ شَاءَ ٱللَّهُ.
Hadis-hadis ini selayaknya diteliti sanad-sanadnya dan dibahas sesuai dengan apa yang menjadi kejelasan setelah penelitian, insya Allah.
---
وَقَدْ شُرِعَتِ ٱلتَّسْمِيَةُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ قَدْ بَيَّنَهَا ٱلشَّارِعُ،
Pensyariatan membaca Basmalah telah ditetapkan pada banyak keadaan yang telah dijelaskan oleh Syari‘ (pembuat syariat, yaitu Allah dan Rasul-Nya),
مِنْهَا: عِنْدَ ٱلْوُضُوءِ، وَعِنْدَ ٱلذَّبِيحَةِ، وَعِنْدَ ٱلْأَكْلِ، وَعِنْدَ ٱلْجِمَاعِ، وَغَيْرِ ذٰلِكَ.
di antaranya: ketika berwudhu, ketika menyembelih hewan, ketika makan, ketika berhubungan suami istri, dan selain itu.