Al Baqarah Ayat 83-86

 

[سُورَةُ البَقَرَةِ (2): الآيَاتُ 83 إِلَى 86]

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا ۖ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۖ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ ۝٨٣
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil: “Janganlah kalian menyembah selain Allah. Dan (berbuat) baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik. Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Kemudian kalian berpaling, kecuali sedikit di antara kalian, dan kalian (tetap) berpaling.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ ۝٨٤
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari kalian: “Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian sendiri, dan kalian tidak akan mengusir diri kalian sendiri dari kampung-kampung kalian.” Kemudian kalian mengakui (perjanjian itu), dan kalian menyaksikan (sendiri).
ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ۝٨٥
Kemudian kalian inilah (yang sekarang), kalian saling membunuh diri kalian sendiri, dan kalian mengusir segolongan dari kalian dari kampung-kampung mereka. Kalian saling membantu melawan mereka dalam dosa dan permusuhan. Tetapi apabila mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian menebus mereka, padahal pengusiran mereka itu diharamkan atas kalian. Apakah kalian beriman kepada sebagian Kitab, dan (justru) kafir kepada sebagian (yang lain)? Tidak ada balasan bagi siapa pun di antara kalian yang melakukan demikian, kecuali kehinaan di dalam kehidupan dunia. Dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling keras. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kalian kerjakan.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ ۝٨٦
Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (menukar) akhirat. Maka tidak akan diringankan dari mereka azab itu, dan mereka tidak akan ditolong. ---
قَدْ تَقَدَّمَ تَفْسِيرُ الْمِيثَاقِ الْمَأْخُوذِ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ.
Telah dijelaskan sebelumnya penafsiran tentang perjanjian yang diambil atas Bani Israil.
وَقَالَ مَكِّيٌّ:
Makki berkata:
إِنَّ الْمِيثَاقَ الَّذِي أَخَذَهُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ هُنَا هُوَ:
Sesungguhnya perjanjian yang Allah ambil atas mereka di sini adalah:
مَا أَخَذَهُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فِي حَيَاتِهِمْ عَلَىٰ أَلْسُنِ أَنْبِيَائِهِمْ،
apa yang Allah ambil atas mereka di masa hidup mereka melalui lisan para nabi mereka.
وَهُوَ قَوْلُهُ: لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ.
Yaitu firman-Nya: “Janganlah kalian menyembah selain Allah.”
وَعِبَادَةُ اللَّهِ: إِثْبَاتُ تَوْحِيدِهِ،
Dan ibadah kepada Allah adalah menetapkan keesaan-Nya (tauhid-Nya),
وَتَصْدِيقُ رُسُلِهِ،
membenarkan para rasul-Nya,
وَالْعَمَلُ بِمَا أَنْزَلَ فِي كُتُبِهِ.
dan mengamalkan apa yang Dia turunkan di dalam kitab-kitab-Nya.
قَالَ سِيبَوَيْهِ:
Sibawaih berkata:
إِنَّ قَوْلَهُ: لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ هُوَ جَوَابُ قَسَمٍ،
Sesungguhnya firman-Nya “Lā ta‘budūna illā Allāh” adalah jawaban dari sebuah sumpah.
وَالْمَعْنَى: اسْتَحْلَفْنَاهُمْ: وَاللَّهِ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ.
Maknanya: “Kami telah menyuruh mereka bersumpah: demi Allah, kalian tidak akan menyembah selain Allah.”
وَقِيلَ: هُوَ إِخْبَارٌ فِي مَعْنَى الْأَمْرِ،
Ada yang berpendapat: itu adalah kalimat berita namun bermakna perintah.
وَيَدُلُّ عَلَيْهِ قِرَاءَةُ أُبَيٍّ وَابْنِ مَسْعُودٍ: لَا تَعْبُدُوا عَلَى النَّهْيِ،
Hal itu ditunjukkan oleh bacaan Ubayy dan Ibnu Mas‘ud: “Lā ta‘budū” dengan bentuk larangan.
وَيَدُلُّ عَلَيْهِ أَيْضًا مَا عُطِفَ عَلَيْهِ مِنْ قَوْلِهِ: وَقُولُوا، وَأَقِيمُوا، وَآتُوا.
Dan juga ditunjukkan oleh rangkaian setelahnya, yaitu firman-Nya: “Dan ucapkanlah…”, “Dan dirikanlah…”, “Dan tunaikanlah…”.
وَقَالَ قُطْرُبٌ وَالْمُبَرِّدُ:
Quthrub dan al-Mubarrid berkata:
إِنَّ قَوْلَهُ: لَا تَعْبُدُونَ جُمْلَةٌ حَالِيَّةٌ:
Sesungguhnya firman-Nya “lā ta‘budūna” adalah jumlah ḥāliyyah (kalimat yang berfungsi sebagai keterangan keadaan),
أَيْ: أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ مُوَحِّدِينَ، أَوْ غَيْرَ مُعَانِدِينَ.
yakni: “Kami mengambil perjanjian mereka dalam keadaan bertauhid, atau dalam keadaan tidak memusuhi.”
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ:
Al-Qurthubi berkata:
وَهَذَا إِنَّمَا يَتَّجِهُ عَلَىٰ قِرَاءَةِ ابْنِ كَثِيرٍ وَحَمْزَةَ وَالْكِسَائِيِّ: يَعْبُدُونَ بِالْيَاءِ التَّحْتِيَّةِ.
Pendapat ini hanya tepat bila merujuk pada bacaan Ibnu Katsir, Hamzah, dan al-Kisā’ī, yang membaca “ya‘budūna” dengan huruf yā’ di depan (mereka menyembah).
وَقَالَ الْفَرَّاءُ وَالزَّجَّاجُ وَجَمَاعَةٌ:
Al-Farrā’, az-Zajjāj, dan sekelompok ulama lain berkata:
إِنَّ مَعْنَاهُ: أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ بِأَنْ لَا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ،
Maknanya adalah: “Kami mengambil perjanjian kalian dengan (syarat) kalian tidak menyembah selain Allah,
وَبِأَنْ تُحْسِنُوا بِالْوَالِدَيْنِ،
dan dengan (syarat) kalian berbuat baik kepada kedua orang tua,
وَبِأَنْ لَا تَسْفِكُوا الدِّمَاءَ»،
dan dengan (syarat) kalian tidak menumpahkan darah.”
ثُمَّ حُذِفَ «أَنْ»، فَارْتَفَعَ الْفِعْلُ لِزَوَالِهَا.
Kemudian kata “an” dihilangkan, sehingga fi‘il menjadi marfū‘ (bentuk rafa‘) setelah hilangnya “an”.
قَالَ الْمُبَرِّدُ: هَذَا خَطَأٌ،
Al-Mubarrid berkata: “Ini keliru,
لِأَنَّ كُلَّ مَا أُضْمِرَ فِي الْعَرَبِيَّةِ فَهُوَ يَعْمَلُ عَمَلَهُ مُظْهَرًا».
karena setiap sesuatu yang disembunyikan (dianggap ada) dalam bahasa Arab tetap berfungsi sebagaimana bila ia ditampakkan.”
وَقَالَ الْقُرْطُبِيُّ:
Al-Qurthubi berkata:
لَيْسَ بِخَطَأٍ، بَلْ هُمَا وَجْهَانِ صَحِيحَانِ،
“Ini tidak keliru. Keduanya adalah dua sisi (pendapat) yang sama-sama benar.
وَعَلَيْهِمَا أُنْشِدَ:
Dan berdasarkan keduanya dibacakan bait syair:
أَلَا أَيُّهَا الزَّاجِرِي أَحْضُرِ الْوَغَىٰ وَأَنْ أَشْهَدَ اللَّذَّاتِ هَلْ أَنْتَ مُخْلِدِي
‘Wahai orang yang menegurku, tidakkah engkau menyuruhku hadir di medan perang, dan (menyuruhku) menyaksikan berbagai kenikmatan; apakah engkau dapat menjadikanku kekal?’
بِالنَّصْبِ لِقَوْلِهِ: «أَحْضُرَ»، وَبِالرَّفْعِ.
Bisa dibaca dengan nasab karena (dianggap tergantung pada) “aḥḍura”, dan bisa juga dibaca dengan rafa‘.” ---
وَالْإِحْسَانُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ:
Berbuat baik kepada kedua orang tua
مُعَاشَرَتُهُمَا بِالْمَعْرُوفِ،
adalah bergaul dengan keduanya dengan cara yang makruf,
وَالتَّوَاضُعُ لَهُمَا،
merendahkan diri di hadapan keduanya,
وَامْتِثَالُ أَمْرِهِمَا،
melaksanakan perintah keduanya,
وَسَائِرُ مَا أَوْجَبَهُ اللَّهُ عَلَى الْوَلَدِ لِوَالِدَيْهِ مِنَ الْحُقُوقِ.
dan semua hal lain yang Allah wajibkan atas anak terhadap kedua orang tuanya berupa hak-hak (keduanya).
وَالْقُرْبَىٰ: مَصْدَرٌ كَالرُّجْعَىٰ وَالْعُقْبَىٰ،
“Kata al-qurbā” adalah kata dasar (mashdar), seperti ar-ruj‘ā dan al-‘uqbā,
هُمُ الْقَرَابَةُ.
yang dimaksud adalah para kerabat (keluarga dekat).
وَالْإِحْسَانُ بِهِمْ: صِلَتُهُمْ،
Berbuat baik kepada mereka adalah dengan menyambung hubungan silaturahmi,
وَالْقِيَامُ بِمَا يَحْتَاجُونَ إِلَيْهِ بِحَسَبِ الطَّاقَةِ،
dan memenuhi kebutuhan mereka sesuai kemampuan,
وَبِقَدْرِ مَا تَبْلُغُ إِلَيْهِ الْقُدْرَةُ.
dan sejauh mana kekuatan (kemampuan) itu menjangkau. ---
وَالْيَتَامَىٰ: جَمْعُ يَتِيمٍ،
“Al-yatāmā” adalah bentuk jamak dari yatīm (anak yatim).
وَالْيَتِيمُ فِي بَنِي آدَمَ: مَنْ فَقَدَ أَبَاهُ.
Yatim di kalangan Bani Adam adalah orang yang kehilangan ayahnya.
وَفِي سَائِرِ الْحَيَوَانَاتِ: مَنْ فَقَدَتْ أُمَّهُ.
Sedangkan pada hewan-hewan lain, yatim adalah yang kehilangan induknya.
وَأَصْلُهُ الْإِنْفِرَادُ،
Asal katanya bermakna “menyendiri”.
يُقَالُ: صَبِيٌّ يَتِيمٌ: أَيْ مُنْفَرِدٌ مِنْ أَبِيهِ.
Dikatakan: “ṣabiyyun yatīm” (anak yatim), yakni anak yang sendirian tanpa ayahnya.
وَالْمَسَاكِينُ: جَمْعُ مِسْكِينٍ،
“Al-masākīn” adalah bentuk jamak dari miskīn.
وَهُوَ مَنْ أَسْكَنَتْهُ الْحَاجَةُ وَذَلَّلَتْهُ،
Yaitu orang yang telah dipaksa diam oleh kebutuhannya dan direndahkan oleh kefakirannya.
وَهُوَ أَشَدُّ فَقْرًا مِنَ الْفَقِيرِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ اللُّغَةِ وَكَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْفِقْهِ.
Ia lebih parah kefakirannya daripada orang fakir menurut mayoritas ahli bahasa dan banyak ulama fikih.
وَرُوِيَ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّ الْفَقِيرَ أَسْوَأُ حَالًا مِنَ الْمِسْكِينِ.
Diriwayatkan dari asy-Syafi‘i bahwa orang fakir lebih buruk keadaannya daripada miskin.
وَقَدْ ذَكَرَ أَهْلُ الْعِلْمِ لِهٰذَا الْبَحْثِ أَدِلَّةً مُسْتَوْفَاةً فِي مَوَاطِنِهَا.
Para ulama telah menyebutkan dalil-dalil yang rinci tentang masalah ini pada tempat-tempatnya. ---
وَمَعْنَىٰ قَوْلِهِ: وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
Makna firman-Nya: “Dan ucapkanlah kepada manusia ḥusnan (kata-kata yang baik)”
أَيْ: قُولُوا لَهُمْ قَوْلًا حَسَنًا،
yakni: ucapkanlah kepada mereka ucapan yang baik.
فَهُوَ صِفَةُ مَصْدَرٍ مَحْذُوفٍ،
Jadi “ḥusnan” adalah sifat dari mashdar yang dihilangkan,
وَهُوَ مَصْدَرٌ كَبُشْرَىٰ.
dan ia adalah mashdar seperti kata “busyrā”.
وَقَرَأَ حَمْزَةُ وَالْكِسَائِيُّ: «حُسْنًا» بِفَتْحِ الْحَاءِ وَالسِّينِ.
Hamzah dan al-Kisā’ī membaca “ḥusnan” dengan membuka (fathah) huruf ḥā’ dan sīn.
وَكَذَلِكَ قَرَأَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَابْنُ مَسْعُودٍ.
Demikian juga dibaca oleh Zaid bin Tsabit dan Ibnu Mas‘ud.
قَالَ الْأَخْفَشُ: هُمَا بِمَعْنًى وَاحِدٍ،
Al-Akhfasy berkata: “Keduanya memiliki makna yang sama,
مِثْلُ: الْبُخْلِ وَالْبَخَلِ، وَالرُّشْدِ وَالرَّشَدِ».
seperti kata al-bukhl dan al-bakhal, ar-rusyd dan ar-rasyad.”
وَحَكَى الْأَخْفَشُ أَيْضًا: «حُسْنَىٰ» بِغَيْرِ تَنْوِينٍ عَلَىٰ «فُعْلَىٰ».
Al-Akhfasy juga meriwayatkan bacaan “ḥusnā” tanpa tanwīn, dengan pola “fu‘lā”.
قَالَ النَّحَّاسُ:
An-Nahhas berkata:
وَهٰذَا لَا يَجُوزُ فِي الْعَرَبِيَّةِ،
“Ini tidak boleh dalam bahasa Arab.
لَا يُقَالُ مِنْ هٰذَا شَيْءٌ إِلَّا بِالْأَلِفِ وَاللَّامِ،
Tidak dikatakan sesuatu dengan pola ini kecuali dengan alif-lam,
نَحْوَ: الْفُضْلَىٰ، وَالْكُبْرَىٰ، وَالْحُسْنَىٰ.
seperti: al-faḍlā, al-kubrā, dan al-ḥusnā.”
وَهٰذَا قَوْلُ سِيبَوَيْهِ.
Dan ini adalah pendapat Sibawaih.
وَقَرَأَ عِيسَىٰ بْنُ عُمَرَ: «حُسُنًا» بِضَمَّتَيْنِ.
‘Īsā bin ‘Umar membaca “ḥusunan” dengan dua ḍammah (ḥu-sun-an).
وَالظَّاهِرُ أَنَّ هٰذَا الْقَوْلَ الَّذِي أَمَرَهُمُ اللَّهُ بِهِ
Yang tampak jelas adalah bahwa ucapan yang Allah perintahkan kepada mereka ini
لَا يَخْتَصُّ بِنَوْعٍ مُعَيَّنٍ،
tidak terbatas pada satu jenis tertentu saja,
بَلْ كُلُّ مَا صَدَقَ عَلَيْهِ أَنَّهُ حَسَنٌ شَرْعًا
tetapi setiap ucapan yang secara syar‘i benar disebut baik,
كَانَ مِنْ جُمْلَةِ مَا يَصْدُقُ عَلَيْهِ هٰذَا الْأَمْرُ.
maka termasuk dalam cakupan perintah ini.
وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ ذٰلِكَ هُوَ كَلِمَةُ التَّوْحِيدِ،
Ada yang berpendapat: yang dimaksud adalah kalimat tauhid.
وَقِيلَ: الصِّدْقُ،
Ada yang berkata: (yang dimaksud) adalah kejujuran.
وَقِيلَ: الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ،
Ada yang berkata: perintah kepada yang makruf dan larangan dari yang mungkar.
وَقِيلَ: غَيْرُ ذٰلِكَ.
Dan ada yang mengatakan selain itu. ---
وَقَوْلُهُ: وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
Firman-Nya: “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”
قَدْ تَقَدَّمَ تَفْسِيرُهُ،
telah dijelaskan sebelumnya penafsirannya.
وَهُوَ خِطَابٌ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ،
Dan ini adalah khithab (sapaan) kepada Bani Israil.
فَالْمُرَادُ الصَّلَاةُ الَّتِي كَانُوا يُصَلُّونَهَا،
Maka yang dimaksud adalah salat yang dahulu mereka kerjakan,
وَالزَّكَاةُ الَّتِي كَانُوا يُخْرِجُونَهَا.
dan zakat yang dahulu mereka keluarkan.
قَالَ ابْنُ عَطِيَّةَ:
Ibnu ‘Athiyyah berkata:
وَزَكَاتُهُمْ هِيَ الَّتِي كَانُوا يَضَعُونَهَا،
“Zakat mereka adalah apa yang dahulu mereka letakkan (di tempat tertentu),
فَتَنْزِلُ النَّارُ عَلَىٰ مَا يُقْبَلُ،
lalu api turun (dari langit) pada apa yang diterima,
وَلَا تَنْزِلُ عَلَىٰ مَا لَا يُقْبَلُ».
dan tidak turun pada apa yang tidak diterima.” ---
وَقَوْلُهُ: ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ
Firman-Nya: “Kemudian kalian berpaling…”
قِيلَ: الْخِطَابُ لِلْحَاضِرِينَ مِنْهُمْ فِي عَصْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
dikatakan: ini ditujukan kepada orang-orang yang hadir di masa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam,
لِأَنَّهُمْ مِثْلُ سَلَفِهِمْ فِي ذٰلِكَ،
karena mereka serupa dengan para pendahulu mereka dalam hal itu.
وَفِيهِ الْتِفَاتٌ مِنَ الْغَيْبَةِ إِلَى الْخِطَابِ.
Dan di dalamnya terdapat iltifāt (peralihan gaya bahasa) dari bentuk orang ketiga ke bentuk sapaan langsung.
وَقَوْلُهُ: إِلَّا قَلِيلًا
Firman-Nya: “kecuali sedikit (di antara kalian)…”
مَنْصُوبٌ عَلَى الِاسْتِثْنَاءِ،
adalah manshub sebagai istitsnā’ (pengecualian).
وَمِنْهُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ وَأَصْحَابُهُ.
Di antara yang sedikit itu adalah ‘Abdullah bin Salam dan para pengikutnya.
وَقَوْلُهُ: وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Firman-Nya: “dan kalian (tetap) berpaling…”
فِي مَوْضِعِ النَّصْبِ عَلَى الْحَالِ،
berkedudukan sebagai ḥāl (keterangan keadaan) dalam posisi manshub.
وَالْإِعْرَاضُ وَالتَّوَلِّي بِمَعْنًى وَاحِدٍ،
“I‘rāḍ” (berpaling) dan “tawallī” (berpaling) memiliki makna yang sama.
وَقِيلَ: التَّوَلِّي بِالْجِسْمِ، وَالْإِعْرَاضُ بِالْقَلْبِ.
Ada yang berpendapat: tawallī adalah berpaling dengan badan, sedangkan i‘rāḍ adalah berpaling dengan hati. ---
وَقَوْلُهُ: لَا تَسْفِكُونَ
Firman-Nya: “Kalian tidak akan menumpahkan (darah)…”
الْكَلَامُ فِيهِ كَالْكَلَامِ فِي: لَا تَعْبُدُونَ، وَقَدْ سَبَقَ.
pembicaraannya sama seperti pada “lā ta‘budūn”, dan itu telah dijelaskan.
وَقَرَأَ طَلْحَةُ بْنُ مُصَرِّفٍ وَشُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ بِضَمِّ الْفَاءِ،
Thalhah bin Mushar­rif dan Syu‘aib bin Abi Hamzah membaca dengan men-dhammah huruf fā’ (tusfakūna).
وَهِيَ لُغَةٌ.
Itu adalah salah satu dialek bahasa Arab.
وَقَرَأَ أَبُو نَهِيكٍ بِضَمِّ التَّاءِ وَتَشْدِيدِ الْفَاءِ وَفَتْحِ السِّينِ.
Abu Nuhai­k membaca dengan men-dhammah huruf tā’, mensyaddid fā’, dan mem-fathah sīn (“tusaffikūna”).
وَالسَّفْكُ: الصَّبُّ، وَقَدْ تَقَدَّمَ،
“S-safk” adalah menumpahkan (mencurahkan), dan ini telah dijelaskan sebelumnya.
وَالْمُرَادُ أَنَّهُ لَا يَفْعَلُ ذٰلِكَ بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ.
Yang dimaksud adalah bahwa sebagian mereka tidak boleh melakukan itu kepada sebagian yang lain. ---
وَالدَّارُ: الْمَنْزِلُ الَّذِي فِيهِ أَبْنِيَةُ الْمُقَامِ،
“Ad-dār” (rumah/kampung) adalah tempat tinggal yang di dalamnya ada bangunan-bangunan untuk menetap,
بِخِلَافِ مَنْزِلِ الِارْتِحَالِ.
berbeda dengan tempat singgah sementara dalam perjalanan.
وَقَالَ الْخَلِيلُ:
Al-Khalīl berkata:
كُلُّ مَوْضِعٍ حَلَّهُ قَوْمٌ فَهُوَ دَارٌ لَهُمْ،
“Setiap tempat yang didiami oleh suatu kaum adalah dār (kampung) bagi mereka,
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ أَبْنِيَةٌ».
sekalipun tidak ada bangunan di dalamnya.”
وَقِيلَ: سُمِّيَتْ دَارًا لِدَوْرِهَا عَلَىٰ سُكَّانِهَا،
Ada yang berkata: dinamakan “dār” karena “berputar mengelilingi penghuninya”,
كَمَا يُسَمَّى الْحَائِطُ حَائِطًا لِإِحَاطَتِهِ عَلَىٰ مَا يَحْوِيهِ.
sebagaimana tembok disebut “ḥā’iṭ” karena mengelilingi apa yang ada di dalamnya. ---
وَقَوْلُهُ: ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ
Firman-Nya: “Kemudian kalian mengakui…”
مِنَ الْإِقْرَارِ،
berasal dari kata “iqrār” (pengakuan).
أَيْ: حَصَلَ مِنْكُمُ الِاعْتِرَافُ بِهٰذَا الْمِيثَاقِ الْمَأْخُوذِ عَلَيْكُمْ،
yakni: telah terjadi dari kalian pengakuan terhadap perjanjian yang diambil atas kalian ini,
فِي حَالِ شَهَادَتِكُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ بِذٰلِكَ.
pada saat kalian bersaksi atas diri kalian sendiri tentang hal itu.
قِيلَ: الشَّهَادَةُ هُنَا بِالْقُلُوبِ،
Ada yang berkata: persaksian di sini adalah dengan hati.
وَقِيلَ: هِيَ بِمَعْنَى الْحُضُورِ،
Ada yang berkata: ia bermakna “ḥuḍūr” (hadir).
أَيْ: أَنَّكُمُ الْآنَ تَشْهَدُونَ عَلَىٰ أَسْلَافِكُمْ بِذٰلِكَ.
Yakni: sekarang kalian menyaksikan (mengakui) hal itu atas para pendahulu kalian.
وَكَانَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ قَدْ أَخَذَ فِي التَّوْرَاةِ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan Allah Subhānahu telah mengambil perjanjian di dalam Taurat atas Bani Israil,
أَنْ لَا يَقْتُلَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَلَا يَنْفِيَهُ، وَلَا يَسْتَرِقَّهُ.
bahwa sebagian mereka tidak boleh membunuh sebagian yang lain, tidak boleh mengusirnya, dan tidak boleh memperbudaknya. ---
وَقَوْلُهُ: ثُمَّ أَنْتُمْ هٰؤُلَاءِ
Firman-Nya: “Kemudian kalian inilah…”
أَيْ: أَنْتُمْ هٰؤُلَاءِ الْمُشَاهَدُونَ الْحَاضِرُونَ
yakni: kalianlah orang-orang yang sekarang disaksikan dan hadir ini,
تُخَالِفُونَ مَا أَخَذَهُ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فِي التَّوْرَاةِ،
kalian menyelisihi apa yang Allah ambil atas kalian dalam Taurat,
فَتَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ إِلَىٰ آخِرِ الْآيَةِ.
kalian membunuh diri kalian sendiri, hingga akhir ayat.
وَقِيلَ: إِنَّ «هٰؤُلَاءِ» مَنْصُوبٌ بِإِضْمَارِ «أَعْنِي».
Ada yang berkata: kata “hā’ulā’” manshub karena adanya kata (yang diperkirakan) “a‘nī” (yang kumaksud adalah).
وَيُمْكِنُ أَنْ يُقَالَ: مَنْصُوبٌ بِالذَّمِّ أَوِ الِاخْتِصَاصِ:
Bisa juga dikatakan: ia manshub karena bermakna celaan atau pengkhususan,
«أَذُمُّ» أَوْ «أَخُصُّ».
yakni: “Aku mencela (kalian)” atau “Aku mengkhususkan (kalian).”
وَقَالَ الْقُتَبِيُّ:
Al-Qutabi berkata:
إِنَّ التَّقْدِيرَ: «يَا هٰؤُلَاءِ».
Sesungguhnya maksudnya adalah: “Yā hā’ulā’” (wahai orang-orang ini).
قَالَ النَّحَّاسُ:
An-Nahhas berkata:
هٰذَا خَطَأٌ عَلَىٰ قَوْلِ سِيبَوَيْهِ، لَا يَجُوزُ.
“Ini keliru menurut pendapat Sibawaih; tidak boleh (ditafsirkan demikian).”
وَقَالَ الزَّجَّاجُ:
Az-Zajjāj berkata:
«هٰؤُلَاءِ» بِمَعْنَى: «الَّذِينَ»،
“‘Hā’ulā’’ di sini bermakna ‘alladhīna’ (orang-orang yang),
أَيْ: ثُمَّ أَنْتُمُ الَّذِينَ تَقْتُلُونَ.
yakni: “Kemudian kalian adalah orang-orang yang membunuh (itu).”
وَقِيلَ: «هٰؤُلَاءِ» مُبْتَدَأٌ، وَ«أَنْتُمْ» خَبَرٌ مُقَدَّمٌ.
Ada yang berkata: “‘Hā’ulā’’ adalah mubtada’, dan ‘antum’ adalah khabar yang didahulukan.”
وَقَرَأَ الزُّهْرِيُّ: «تُقَتِّلُونَ» مُشَدَّدًا.
Az-Zuhrī membaca “tuqattilūn” dengan tasydid (bentuk intensif).
فَمَنْ جَعَلَ قَوْلَهُ: «أَنْتُمْ هٰؤُلَاءِ» مُبْتَدَأً وَخَبَرًا
Barangsiapa menjadikan “antum hā’ulā’” sebagai mubtada’ dan khabar,
جَعَلَ قَوْلَهُ: «تَقْتُلُونَ» بَيَانًا،
ia menjadikan “taqtulūna” sebagai penjelas,
لِأَنَّ مَعْنَى قَوْلِهِ: «أَنْتُمْ هٰؤُلَاءِ»
karena makna “antum hā’ulā’”
أَنَّهُمْ عَلَىٰ حَالَةٍ كَحَالَةِ أَسْلَافِهِمْ مِنْ نَقْضِ الْمِيثَاقِ.
adalah bahwa mereka berada dalam keadaan yang sama seperti para pendahulu mereka dalam hal merusak perjanjian.
وَمَنْ جَعَلَ «هٰؤُلَاءِ» مُنَادًى أَوْ مَنْصُوبًا بِمَا ذَكَرْنَا،
Dan barangsiapa menjadikan “hā’ulā’” sebagai munādā (kata seru) atau manshub sebagaimana yang telah kami sebutkan,
جَعَلَ الْخَبَرَ: «تَقْتُلُونَ» وَمَا بَعْدَهُ.
ia menjadikan “taqtulūna” dan seterusnya sebagai khabar (berita). ---
وَقَوْلُهُ: «تَظَّاهَرُونَ» بِالتَّشْدِيدِ،
Firman-Nya: “taẓẓāharūna” dengan tasydid (zā’),
وَأَصْلُهُ: «تَتَظَاهَرُونَ»،
asalnya adalah “tataẓāharūna”.
أُدْغِمَتِ التَّاءُ فِي الظَّاءِ لِقُرْبِهَا مِنْهَا فِي الْمَخْرَجِ،
Tā’ diidghamkan (dilebur) ke dalam ẓā’ karena kedekatan makhraj (tempat keluarnya).
وَهِيَ قِرَاءَةُ أَهْلِ مَكَّةَ.
Itu adalah bacaan penduduk Makkah.
وَقَرَأَ أَهْلُ الْكُوفَةِ: «تَظَاهَرُونَ» مُخَفَّفًا
Penduduk Kufah membaca “taẓāharūna” dengan diringankan (tanpa tasydid),
بِحَذْفِ التَّاءِ الثَّانِيَةِ لِدَلَالَةِ الْأُولَىٰ عَلَيْهَا.
dengan menghapus tā’ yang kedua, karena tā’ yang pertama sudah menunjukkan makna itu.
وَأَصْلُ «الْمُظَاهَرَةِ»: الْمُعَاوَنَةُ،
Asal kata “al-muẓāharah” adalah saling membantu.
مُشْتَقَّةٌ مِنَ «الظَّهْرِ»،
Ia diambil dari kata “ẓahr” (punggung),
لِأَنَّ بَعْضَهُمْ يُقَوِّي بَعْضًا فَيَكُونُ لَهُ كَالظَّهْرِ.
karena sebagian mereka menguatkan sebagian yang lain sehingga menjadi seperti punggung (sandaran) baginya.
وَمِنْهُ قَوْلُ الشَّاعِرِ:
Di antaranya adalah ucapan seorang penyair:
تَظَاهَرْتُمْ مِنْ كُلِّ أَوْبٍ وَوِجْهَةٍ عَلَىٰ وَاحِدٍ لَا زِلْتُمْ قِرْنَ وَاحِدِ
“Kalian saling membantu dari setiap penjuru dan arah untuk (menentang) satu orang; semoga kalian selalu menjadi satu pihak lawan (baginya).”
وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَىٰ: وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَىٰ رَبِّهِ ظَهِيرًا1
Dan termasuk di antaranya adalah firman-Nya Ta‘ālā: “Dan orang kafir itu adalah penolong (pendukung) terhadap Rabb-nya.”1
وَقَوْلُهُ: وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيرٌ2.
Dan firman-Nya: “Dan para malaikat sesudah itu adalah para penolong (pendukung).”2 ---
وَأُسَارَىٰ حَالٌ.
“Kata ‘usārā’” berkedudukan sebagai ḥāl (keterangan keadaan).
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ:
Abu ‘Ubaid berkata:
وَكَانَ أَبُو عَمْرٍو يَقُولُ:
Dan Abu ‘Amr berkata:
مَا صَارَ فِي أَيْدِيهِمْ فَهُوَ «أُسَارَى»،
“Apa yang telah masuk ke tangan mereka (tertawan), maka itu ‘usārā’,
وَمَا جَاءَ مُسْتَأْسَرًا فَهُوَ «الْأَسْرَىٰ».
dan apa yang datang dalam keadaan menyerahkan diri sebagai tawanan, itu ‘al-asrā’.”
وَلَا يَعْرِفُ أَهْلُ اللُّغَةِ مَا قَالَ أَبُو عَمْرٍو.
Akan tetapi para ahli bahasa tidak mengenal (membenarkan) pendapat Abu ‘Amr ini.
وَإِنَّمَا هٰذَا كَمَا تَقُولُ: «سَكَارَىٰ» وَ«سَكْرَىٰ».
Yang benar, ini seperti ucapan “sakārā” dan “sakrā”.
وَقَدْ قَرَأَ حَمْزَةُ: «أَسْرَىٰ».
Hamzah membaca “asrā”.
وَقَرَأَ الْبَاقُونَ: «أُسَارَىٰ».
Sedangkan yang lain membaca “usārā”.
وَالْأَسْرَىٰ: جَمْعُ «أَسِيرٍ» كَالْقَتْلَىٰ جَمْعُ «قَتِيلٍ»، وَالْجَرْحَىٰ جَمْعُ «جَرِيحٍ».
“Asrā” adalah jamak dari “asīr”, sebagaimana “qatlā” jamak dari “qatīl”, dan “jarḥā” jamak dari “jarīḥ”.
قَالَ أَبُو حَاتِمٍ: وَلَا يَجُوزُ «أُسَارَىٰ».
Abu Hātim berkata: “Bacaan ‘usārā’ tidak boleh.”
وَقَالَ الزَّجَّاجُ: يُقَالُ: «أُسَارَىٰ» كَمَا يُقَالُ: «سُكَارَىٰ».
Az-Zajjāj berkata: “Dikatakan ‘usārā’ sebagaimana dikatakan ‘sukārā’.”
وَقَالَ ابْنُ فَارِسٍ: يُقَالُ فِي جَمْعِ «أَسِيرٍ»: «أَسْرَىٰ» وَ«أُسَارَىٰ».
Ibnu Fāris berkata: “Dalam menjamak ‘asīr’ dapat dikatakan ‘asrā’ dan ‘usārā’.”
انْتَهَىٰ.
Selesai (kutipan).
فَالْعَجَبُ مِنْ أَبِي حَاتِمٍ حَيْثُ يُنْكِرُ مَا ثَبَتَ فِي التَّنْزِيلِ،
Maka mengherankan sikap Abu Hātim yang mengingkari apa yang telah tetap di dalam Al-Qur’an,
وَقَرَأَ بِهِ الْجُمْهُورُ.
dan telah dibaca oleh jumhur (mayoritas) qari’.
وَالْأَسِيرُ مُشْتَقٌّ مِنَ «السَّيْرِ»،
“Asīr” (tawanan) diambil dari kata “sair” (tali, pengikat),
وَهُوَ الْقَيْدُ الَّذِي يُشَدُّ بِهِ الْمَحْمَلُ،
yaitu tali/pengikat yang diikatkan pada beban.
فَسُمِّيَ «أَسِيرًا» لِأَنَّهُ يُشَدُّ وَثَاقُهُ،
Maka tawanan disebut “asīr” karena ikatannya dikencangkan.
وَالْعَرَبُ تَقُولُ: «قَدْ أَسَرَ قَتْبَهُ» أَيْ شَدَّهُ.
Orang Arab berkata: “qad asara qotbahu”, maksudnya: ia telah mengikatnya dengan kuat.
ثُمَّ سُمِّيَ كُلُّ أَخِيذٍ «أَسِيرًا» وَإِنْ لَمْ يُؤْخَذْ.
Kemudian setiap orang yang tertangkap disebut asīr, meskipun tidak dibelenggu. ---
وَقَوْلُهُ: «تُفَادُوهُمْ» جَوَابُ الشَّرْطِ،
Firman-Nya: “tufādūhum” (kalian menebus mereka) adalah jawaban dari kalimat syarat (wa in ya’tūkum usārā).
وَهِيَ قِرَاءَةُ حَمْزَةَ وَنَافِعٍ وَالْكِسَائِيِّ.
Ini adalah bacaan Hamzah, Nafi‘, dan al-Kisā’ī.
وَقَرَأَ الْبَاقُونَ: «تَفْدُوهُمْ».
Sedangkan yang lain membaca “tafdūhum”.
وَالْفِدَاءُ: هُوَ مَا يُؤْخَذُ مِنَ الْأَسِيرِ لِيُفَكَّ بِهِ أَسْرُهُ،
“Al-fidā’” (tebusan) adalah sesuatu yang diambil dari tawanan untuk membebaskannya dari ikatan.
يُقَالُ: «فَدَاهُ» وَ«فَادَاهُ»: إِذَا أَعْطَاهُ فِدَاءَهُ.
Dikatakan “fadāhu” dan “fādāhu” bila ia telah memberikan tebusannya.
قَالَ الشَّاعِرُ:
Seorang penyair berkata:
قِفِي فَادِي أَسِيرَكِ إِنَّ قَوْمِي وَقَوْمَكِ مَا أَرَىٰ لَهُمُ اجْتِمَاعًا
“Berhentilah, tebuslah tawananmu itu. Sesungguhnya aku melihat kaumku dan kaummu tak lagi mungkin berkumpul.” ---
وَقَوْلُهُ: «وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ»
Firman-Nya: “padahal pengusiran mereka itu diharamkan atas kalian…”
الضَّمِيرُ لِلشَّأْنِ،
Ḍamīr (kata ganti “huwa”) di sini adalah ḍamīr asy-sya’n (kata ganti untuk menjelaskan keadaan).
وَقِيلَ: مُبْهَمٌ تَفْسِيرُهُ الْجُمْلَةُ الَّتِي بَعْدَهُ.
Ada yang berkata: ia adalah ḍamīr mubham (umum) yang penjelasannya adalah kalimat setelahnya (“ikhrājuhum…”).
وَزَعَمَ الْفَرَّاءُ أَنَّ هٰذَا الضَّمِيرَ «عِمَادٌ»،
Al-Farrā’ menganggap bahwa ḍamīr ini adalah ‘imād (kata bantu).
وَاعْتُرِضَ عَلَيْهِ بِأَنَّ «الْعِمَادَ» لَا يَكُونُ فِي أَوَّلِ الْكَلَامِ.
Pendapat ini dikritik karena ‘imād tidak berada di awal kalimat.
وَ«إِخْرَاجُهُمْ» مُرْتَفِعٌ بِقَوْلِهِ: «مُحَرَّمٌ»، سَادٌّ مَسَدَّ الْخَبَرِ،
“Kata ‘ikhrājuhum’” marfū‘ (diangkat) oleh “muḥarram”, dan menempati posisi khabar.
وَقِيلَ: بَلْ مُرْتَفِعٌ بِالِابْتِدَاءِ، وَ«مُحَرَّمٌ» خَبَرُهُ.
Ada pula yang berkata: bahkan ia marfū‘ sebagai mubtada’, sedangkan “muḥarram” adalah khabarnya. ---
قَالَ الْمُفَسِّرُونَ:
Para mufasir berkata:
كَانَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ قَدْ أَخَذَ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَرْبَعَةَ عُهُودٍ:
Allah Subhānahu telah mengambil atas Bani Israil empat bentuk perjanjian:
تَرْكُ الْقَتْلِ،
meninggalkan pembunuhan,
وَتَرْكُ الْإِخْرَاجِ،
meninggalkan pengusiran,
وَتَرْكُ الْمُظَاهَرَةِ،
meninggalkan saling membantu dalam kezaliman,
وَفِدَاءُ أَسْرَاهُمْ.
dan menebus para tawanan mereka.
فَأَعْرَضُوا عَنْ كُلِّ مَا أُمِرُوا بِهِ إِلَّا الْفِدَاءَ،
Namun mereka berpaling dari semua yang diperintahkan kepada mereka, kecuali masalah tebusan tawanan.
فَوَبَّخَهُمُ اللَّهُ عَلَىٰ ذٰلِكَ بِقَوْلِهِ:
Maka Allah mencela mereka atas hal itu dengan firman-Nya:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ؟
“Apakah kalian beriman kepada sebagian Kitab dan kafir kepada sebagian (yang lain)?” ---
وَالْخِزْيُ: الْهَوَانُ.
“Al-khizyu” adalah kehinaan.
قَالَ الْجَوْهَرِيُّ:
Al-Jauharī berkata:
وَ«خَزِيَ» بِالْكَسْرِ «يَخْزَى» «خِزْيًا»: إِذَا ذَلَّ وَهَانَ.
“Kata ‘khaziya’ (dengan kasrah) – ‘yakhzā’ – ‘khizyan’, artinya bila ia hina dan rendah.”
وَقَدْ وَقَعَ هٰذَا الْجَزَاءُ الَّذِي وَعَدَ اللَّهُ بِهِ الْمَلَاعِينَ الْيَهُودَ مُوَفَّرًا،
Sungguh telah terjadi balasan yang Allah janjikan ini atas orang-orang Yahudi yang terlaknat, secara sempurna.
فَصَارُوا فِي خِزْيٍ عَظِيمٍ
Mereka berada dalam kehinaan yang besar,
بِمَا أُلْصِقَ بِهِمْ مِنَ الذُّلِّ وَالْمَهَانَةِ
karena apa yang menempel pada mereka berupa kehinaan dan kerendahan,
بِالْقَتْلِ وَالْأَسْرِ وَضَرْبِ الْجِزْيَةِ وَالْجَلَاءِ.
dengan pembunuhan, penawanan, penarikan jizyah, dan pengusiran.
وَإِنَّمَا رَدَّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ،
Dan Allah akan mengembalikan mereka pada hari Kiamat kepada azab yang paling keras,
لِأَنَّهُمْ جَاءُوا بِذَنْبٍ شَدِيدٍ وَمَعْصِيَةٍ فَظِيعَةٍ.
karena mereka telah datang membawa dosa yang sangat besar dan kemaksiatan yang sangat keji.
وَقَدْ قَرَأَ الْجُمْهُورُ: «يُرَدُّونَ» بِالْيَاءِ التَّحْتِيَّةِ.
Jumhur qari’ membaca “yuraddūna” dengan yā’ di depan (bentuk orang ketiga).
وَقَرَأَ الْحَسَنُ بِالْفَوْقِيَّةِ عَلَى الْخِطَابِ.
Al-Hasan membaca dengan tā’ di depan (turaddūna), sebagai bentuk sapaan langsung.
وَقَدْ تَقَدَّمَ تَفْسِيرُ قَوْلِهِ: وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ،
Telah lalu penjelasan tentang firman-Nya: “Dan Allah tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan,”
وَكَذٰلِكَ تَفْسِيرُ: «أُولٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا…».
demikian pula penafsiran firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang yang membeli…”
وَقَوْلُهُ: «فَلَا يُخَفَّفُ» إِخْبَارٌ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ
Firman-Nya: “Maka tidak akan diringankan…” adalah pemberitahuan dari Allah Subhānahu
بِأَنَّ الْيَهُودَ لَا يَزَالُونَ فِي عَذَابٍ مُوَفَّرٍ لَازِمٍ لَهُمْ
bahwa orang-orang Yahudi akan senantiasa berada dalam azab yang penuh dan melekat pada mereka,
بِالْجِزْيَةِ وَالصَّغَارِ وَالذِّلَّةِ وَالْمَهَانَةِ،
berupa jizyah, kerendahan, kehinaan, dan kehinaan.
فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ ذٰلِكَ أَبَدًا مَا دَامُوا،
Azab itu tidak akan diringankan dari mereka, selama mereka tetap seperti itu.
وَلَا يُوجَدُ لَهُمْ نَاصِرٌ يَدْفَعُ عَنْهُمْ،
Dan tidak ditemukan bagi mereka seorang penolong pun yang dapat menghindarkan azab itu dari mereka,
وَلَا يَثْبُتُ لَهُمْ نَصْرٌ فِي أَنْفُسِهِمْ عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ.
dan mereka pun tidak akan mendapatkan kemenangan hakiki atas musuh-musuh mereka.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيّ - ج ١ (ص: ١٢٧-١٢٩)
(Fath al-Qadīr karya asy-Syaukānī, jilid 1, hlm. 127–129) ---
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ إِسْحَاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil…”
قَالَ: «يُؤَنِّبُهُمْ، أَيْ مِيثَاقَكُمْ».
ia berkata: “Allah sedang mencela mereka, yakni (mencela) perjanjian kalian.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik…”
قَالَ: «الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ».
ia berkata: “(Yang dimaksud) adalah perintah kepada yang makruf dan larangan dari yang mungkar.”
وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِي «الشُّعَبِ» عَنْ عَلِيٍّ فِي قَوْلِهِ:
Al-Baihaqī meriwayatkan dalam kitab asy-Syu‘ab dari ‘Alī tentang firman-Nya:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik…”
قَالَ: «يَعْنِي النَّاسَ كُلَّهُمْ».
ia berkata: “Maksudnya seluruh manusia.”
وَمِثْلَهُ رَوَى عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ عَطَاءٍ.
Riwayat serupa diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari ‘Athā’. ---
وَأَخْرَجَ ابْنُ إِسْحَاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya:
ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ
“Kemudian kalian berpaling…”
قَالَ: «أَيْ تَرَكْتُمْ ذٰلِكَ كُلَّهُ».
ia berkata: “Yakni: kalian meninggalkan semua itu.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ:
Ibnu Jarir meriwayatkan darinya bahwa ia berkata:
«مَعْنَاهُ: أَعْرَضْتُمْ عَنْ طَاعَتِي،
“Maknanya adalah: kalian berpaling dari ketaatan kepada-Ku,
إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ، وَهُمْ الَّذِينَ اخْتَرْتُهُمْ لِطَاعَتِي».
kecuali sedikit di antara kalian, yaitu orang-orang yang Aku pilih untuk taat kepada-Ku.” ---
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu al-‘Āliyah tentang firman-Nya:
لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ
“Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian…”
قَالَ: «لَا يَقْتُلُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا».
ia berkata: “Yakni, sebagian kalian tidak membunuh sebagian yang lain.”
وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
“Dan kalian tidak akan mengusir diri kalian sendiri dari kampung-kampung kalian…”
قَالَ: «لَا يُخْرِجُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا مِنَ الدِّيَارِ».
ia berkata: “Yakni, sebagian kalian tidak mengusir sebagian yang lain dari kampung.”
ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ بِهٰذَا الْمِيثَاقِ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
“Kemudian kalian mengakui perjanjian ini, dan kalian menyaksikan (nya)…”
وَأَنْتُمْ شُهُودٌ».
ia berkata: “Dan kalian adalah saksi-saksi (atas diri kalian sendiri).”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya:
ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ
“Kemudian kalian mengakui…”
«أَنَّ هٰذَا حَقٌّ مِنْ مِيثَاقِي عَلَيْكُمْ،
ia berkata: “Yakni, bahwa ini adalah kebenaran dari perjanjian-Ku atas kalian,
ثُمَّ أَنْتُمْ هٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ
kemudian kalian inilah yang saling membunuh diri kalian sendiri,
أَيْ: أَهْلَ الشِّرْكِ حَتَّىٰ تَسْفِكُوا دِمَاءَكُمْ مَعَهُمْ،
yakni, orang-orang musyrik, hingga kalian menumpahkan darah kalian bersama mereka,
وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ
dan kalian mengusir segolongan dari kalian dari kampung-kampung mereka…”
قَالَ: «تُخْرِجُونَهُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ مَعَهُمْ».
ia berkata: “Kalian mengusir mereka dari kampung-kampung kalian bersama mereka (orang musyrik).”
تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Kalian saling membantu atas mereka dalam dosa dan permusuhan…”
فَكَانُوا إِذَا كَانَ بَيْنَ الْأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ حَرْبٌ،
Maka dahulu, bila terjadi perang antara Aus dan Khazraj,
خَرَجَتْ مَعَهُمْ بَنُو قَيْنُقَاعَ مَعَ الْخَزْرَجِ،
Bani Qainuqā‘ keluar (berperang) bersama Khazraj,
وَالنَّضِيرُ وَقُرَيْظَةُ مَعَ الْأَوْسِ،
dan (Bani) Nadhir serta (Bani) Quraizhah bersama Aus.
وَظَاهَرَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنَ الْفَرِيقَيْنِ حُلَفَاءَهُ عَلَىٰ إِخْوَانِهِ،
Masing-masing dari dua kelompok itu menolong para sekutunya untuk memerangi saudara-saudara mereka sendiri,
حَتَّىٰ يُسَافِكُوا دِمَاءَهُمْ،
hingga mereka saling menumpahkan darah.
فَإِذَا وَضَعَتِ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا افْتَدَوْا أَسْرَاهُمْ،
Namun ketika perang berhenti, mereka menebus para tawanan mereka,
تَصْدِيقًا لِمَا فِي التَّوْرَاةِ:
sebagai pembenaran terhadap apa yang ada di dalam Taurat:
وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ،
“Dan bila mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian menebus mereka…”
وَقَدْ عَرَفْتُمْ أَنَّ ذٰلِكَ عَلَيْكُمْ فِي دِينِكُمْ3
Padahal kalian telah mengetahui bahwa hal itu wajib atas kalian dalam agama kalian,3
وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ فِي كِتَابِكُمْ إِخْرَاجُهُمْ،
sementara diharamkan atas kalian di dalam kitab kalian untuk mengusir mereka.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ؟
“Maka apakah kalian beriman kepada sebagian Kitab dan kafir kepada sebagian (yang lain)?”
أَتُفَادُونَهُمْ مُؤْمِنِينَ بِذٰلِكَ، وَتُخْرِجُونَهُمْ كُفْرًا بِذٰلِكَ؟».
“Apakah kalian menebus mereka sebagai bentuk keimanan terhadap (ayat) itu, namun kalian mengusir mereka sebagai bentuk kekafiran terhadap (ayat) yang sama?”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah tentang firman-Nya:
أُولٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ
“Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (menukar) akhirat…”
قَالَ: «اسْتَحَبُّوا قَلِيلَ الدُّنْيَا عَلَىٰ كَثِيرِ الْآخِرَةِ».
ia berkata: “Mereka lebih menyukai dunia yang sedikit daripada akhirat yang sangat banyak.” ---

1 QS. al-Furqān [25]: 55.

2 QS. at-Taḥrīm [66]: 4.

3 Penanda catatan ini berasal dari teks cetakan; keterangan rinci yang dirujuk tidak tercantum dalam kutipan yang ada di sini. Untuk detailnya, rujuk edisi lengkap Fath al-Qadīr.

Postingan populer dari blog ini

Biografi Pengarang

Pendahuluan Surat al Fatihah

Al fatihah Ayat 2-7