Al Baqarah Ayat 8-9

[سُورَةُ البَقَرَةِ (2) : الآيَاتُ 8 إِلَى 9]

[Surat Al-Baqarah (2): ayat 8 sampai 9] ---

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَما هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8)

Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan kepada hari akhir,” padahal mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (8) ---

يُخادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَما يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَما يَشْعُرُونَ (9)

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka tidak menipu selain diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadari. (9) ---

ذَكَرَ سُبْحانَهُ فِي أَوَّلِ هٰذِهِ السُّورَةِ الْمُؤْمِنِينَ الْخُلَّصَ،

Allah Yang Mahasuci pada permulaan surat ini menyebut orang-orang mukmin yang murni (keimanannya), ---

ثُمَّ ذَكَرَ بَعْدَهُمُ الْكَفَرَةَ الْخُلَّصَ،

kemudian setelah mereka, Allah menyebut orang-orang kafir yang murni (kekafirannya), ---

ثُمَّ ذَكَرَ ثالِثًا الْمُنافِقِينَ،

lalu sebagai yang ketiga Allah menyebut orang-orang munafik, ---

وَهُمُ الَّذِينَ لَمْ يَكُونُوا مِنْ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ،

yaitu orang-orang yang tidak termasuk dalam salah satu dari dua golongan tersebut, ---

بَلْ صارُوا فِرْقَةً ثالِثَةً،

melainkan menjadi kelompok ketiga, ---

لِأَنَّهُمْ وافَقُوا فِي الظَّاهِرِ الطَّائِفَةَ الأُولىٰ، وَفِي الْباطِنِ الطَّائِفَةَ الثَّانِيَةَ،

karena secara lahir mereka sepakat (tampak sama) dengan golongan pertama (orang mukmin), dan secara batin mereka sepakat dengan golongan kedua (orang kafir), ---

وَمَعَ ذٰلِكَ فَهُمْ أَهْلُ الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ.

namun demikian, mereka adalah penghuni lapisan neraka yang paling bawah. ---

وَأَصْلُ «ناس» «أُناسٌ» حُذِفَتْ هَمْزَتُهُ تَخْفِيفًا،

Asal kata “nās” adalah “unāsun”, lalu hamzahnya dihapus untuk meringankan ucapan. ---

وَهُوَ مِنَ «النَّوْسِ» وَهُوَ الْحَرَكَةُ،

Kata itu berasal dari “an-naus” yang bermakna gerakan, ---

يُقالُ: «ناسَ يَنُوسُ» أَيْ: تَحَرَّكَ.

dikatakan: “nāsa yanūsu”, artinya bergerak. ---

وَهُوَ مِنْ أَسْماءِ الْجُمُوعِ، جَمْعُ «إِنْسانٍ» وَ«إِنْسانةٍ» عَلىٰ غَيْرِ لَفْظِهِ،

Ia termasuk nama-nama jamak; yaitu jamak dari “insān” (laki-laki) dan “insānah” (perempuan) tetapi dengan bentuk lafaz yang berbeda dari mufradnya. ---

وَاللَّامُ الداخِلَةُ عَلَيْهِ لِلْجِنْسِ،

Huruf lām yang masuk pada kata tersebut (seperti dalam “an-nās”) adalah lām jins (menunjukkan jenis). ---

وَ «مِنْ» تَبْعِيضِيَّةٌ: أَيْ بَعْضُ النَّاسِ،

Adapun “min” (وَمِنَ النَّاسِ) adalah “min” tab‘īḍiyyah (menunjukkan sebagian), yakni: sebagian manusia. ---

وَ «مَنْ» مَوْصُوفَةٌ: أَيْ وَمِنَ النَّاسِ ناسٌ يَقُولُ.

Sedangkan “man” di sana adalah isim mawsūfah; seakan-akan maknanya: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang berkata…” ---

وَالْمُرادُ بِالْيَوْمِ الآخِرِ: الْوَقْتُ الَّذي لا يَنْقَطِعُ، بَلْ هُوَ دائِمٌ أَبَدًا.

Yang dimaksud dengan “hari akhir” adalah waktu yang tidak terputus, bahkan kekal selama-lamanya. ---

وَالْخِداعُ فِي أَصْلِ اللُّغَةِ: الْفَسادُ،

“Al-khidā‘” (tipu daya) pada asalnya dalam bahasa bermakna kerusakan, ---

حَكاهُ ثَعْلَبٌ عَنِ ابْنِ الأَعْرابِيِّ، وَأَنْشَدَ:

demikian dinukil oleh Tsa‘lab dari Ibnul-A‘rābī, lalu ia membacakan bait: ---

أَبْيَضُ اللَّوْنِ رَقيقٌ طَعْمُهُ … طَيِّبَ الرِّيقِ إِذَا الرِّيقُ خَدَعْ

“(Minuman) berwarna putih, lembut rasanya, menyenangkan tenggorokan ketika kerongkongan rusak (kering/pahit).” ---

وَقِيلَ: أَصْلُهُ الْإِخْفاءُ،

Ada pula yang mengatakan: Asal makna khidā‘ adalah menyembunyikan, ---

وَمِنْهُ «مَخْدَعُ الْبَيْتِ» الَّذي يُحْرَزُ فِيهِ الشَّيْءُ،

dan darinya istilah “makhda‘ul-bayt” yaitu ruangan tersembunyi di dalam rumah yang digunakan untuk menyimpan sesuatu. ---

حَكاهُ ابْنُ فارسٍ وَغَيْرُهُ.

Hal ini dinukil oleh Ibnu Fāris dan selainnya. ---

وَالْمُرادُ مِنْ مُخادَعَتِهِمُ اللَّهَ: أَنَّهُمْ صَنَعُوا مَعَهُ صُنْعَ الْمُخادِعِينَ،

Yang dimaksud dengan “mereka hendak menipu Allah” adalah bahwa mereka bertindak terhadap Allah sebagaimana perbuatan para penipu, ---

وَإِنْ كانَ الْعالِمُ الَّذي لا يَخْفىٰ عَلَيْهِ شَيْءٌ لا يُخْدَعُ.

meskipun Dzat Yang Maha Mengetahui, yang tidak tersembunyi bagi-Nya sesuatu apa pun, tidak bisa ditipu. ---

وَصِيغَةُ «فاعِلٍ» تُفيدُ الِاشْتِراكَ فِي أَصْلِ الْفِعْلِ،

Dan bentuk fi‘il (mufā‘alah) “yukhādi‘ūn” (bentuk “fā‘ala”) menunjukkan adanya keterlibatan dua pihak dalam asal perbuatan, ---

فَكَوْنُهُمْ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا يُفيدُ أَنَّ اللَّهَ سُبْحانَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا يُخادِعُونَهُمْ.

maka ketika dikatakan bahwa mereka “menipu Allah dan orang-orang beriman”, hal itu mengandung makna bahwa Allah Yang Mahasuci dan orang-orang beriman juga “membalas tipu daya mereka”. ---

وَالْمُرادُ بِالْمُخادَعَةِ مِنَ اللَّهِ: أَنَّهُ لَمّا أَجْرىٰ عَلَيْهِمْ أَحْكامَ الْإِسْلامِ مَعَ أَنَّهُمْ لَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ،

Yang dimaksud dengan “membalas tipu daya” dari Allah adalah bahwa ketika Allah menjalankan atas diri mereka hukum-hukum Islam, padahal mereka sama sekali bukan penganutnya, ---

فَكَأَنَّهُ خادَعَهُمْ بِذٰلِكَ، كَما خادَعُوهُ بِإِظْهارِ الْإِسْلامِ وَإِبْطانِ الْكُفْرِ،

seakan-akan Allah telah “menipu” mereka dengan hal itu, sebagaimana mereka menipu-Nya dengan menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran, ---

مُشاكَلَةً لِما وَقَعَ مِنْهُمْ بِما وَقَعَ مِنْهُ.

yakni sebagai bentuk penyesuaian lafaz (musyākalah) antara perbuatan mereka dan pembalasan dari-Nya. ---

وَالْمُرادُ بِمُخادَعَةِ الْمُؤْمِنِينَ لَهُمْ:

Adapun yang dimaksud dengan “orang-orang beriman membalas tipu daya mereka” adalah: ---

أَنَّهُمْ أَجْرَوْا عَلَيْهِمْ ما أَمَرَهُمُ اللَّهُ بِهِ مِنْ أَحْكامِ الْإِسْلامِ ظاهِرًا،

bahwa orang-orang beriman menerapkan atas mereka apa yang Allah perintahkan berupa hukum-hukum Islam secara lahiriah, ---

وَإِنْ كانُوا يَعْلَمُونَ فَسادَ بَواطِنِهِمْ،

meski mereka mengetahui kerusakan batin orang-orang munafik itu, ---

كَما أَنَّ الْمُنافِقِينَ خادَعوهُمْ بِإِظْهارِ الْإِسْلامِ وَإِبْطانِ الْكُفْرِ.

sebagaimana orang-orang munafik telah menipu mereka dengan menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. ---

وَالْمُرادُ بِقَوْلِهِ تَعالىٰ: وَما يَخْدَعُونَ إِلّا أَنْفُسَهُمْ

Yang dimaksud dengan firman-Nya Ta‘ālā: “Mereka tidak menipu selain diri mereka sendiri” ---

الإِشْعارُ بِأَنَّهُمْ لَمّا خادَعُوا مَنْ لا يُخْدَعُ، كانُوا مُخادِعينَ أَنْفُسَهُمْ،

adalah memberi isyarat bahwa ketika mereka berusaha menipu Dzat yang tidak bisa ditipu, pada hakikatnya mereka hanya menipu diri mereka sendiri, ---

لِأَنَّ الْخِداعَ إِنَّما يَكُونُ مَعَ مَنْ لا يَعْرِفُ الْبَواطِنَ،

karena tipu daya itu hanya mungkin terhadap pihak yang tidak mengetahui hal-hal batin (yang tersembunyi), ---

وَأَمّا مَنْ عَرَفَ الْبَواطِنَ، فَمَنْ دَخَلَ مَعَهُ فِي الْخِداعِ فَإِنَّما يَخْدَعُ نَفْسَهُ وَما يَشْعُرُ بِذٰلِكَ.

sedangkan terhadap Dzat yang mengetahui hal-hal batin, maka siapa yang mencoba menipu-Nya, sesungguhnya ia hanya menipu dirinya sendiri, dan ia tidak menyadari hal itu. ---

وَمِنْ هٰذا قَوْلُ مَنْ قالَ: «مَنْ خادَعْتَهُ فَانْخَدَعَ لَكَ فَقَدْ خَدَعَكَ».

Dari sini muncul ucapan sebagian orang: “Barangsiapa yang engkau tipu lalu ia tertipu olehmu, sesungguhnya dialah yang telah menipumu.” ---

وَقَدْ قَرَأَ نافِعٌ وَابْنُ كَثيرٍ وَأَبو عَمْرٍو: «يُخادِعُونَ» فِي الْمَوْضِعَيْنِ،

Nāfi‘, Ibnu Katsīr dan Abū ‘Amr membaca dengan lafaz “yukhādi‘ūn” pada kedua tempat (يُخادِعُونَ اللَّهَ، وَما يُخادِعُونَ إِلّا أَنْفُسَهُمْ), ---

وَقَرَأَ حَمْزَةُ وَعاصِمٌ وَالْكِسائيُّ وَابْنُ عامِرٍ فِي الثّانِي: «يَخْدَعُونَ».

sedangkan Ḥamzah, ‘Āṣim, Al-Kisā’ī dan Ibnu ‘Āmir membaca pada yang kedua dengan “yakhda‘ūn” (وَما يَخْدَعُونَ إِلّا أَنْفُسَهُمْ). ---

وَالْمُرادُ بِمُخادَعَتِهِمْ أَنْفُسَهُمْ:

Yang dimaksud dengan “mereka menipu diri mereka sendiri” adalah: ---

أَنَّهُمْ يُمَنُّونَها الْأَمانِيَّ الْباطِلَةَ، وَهِيَ كَذٰلِكَ تَمَنِّيْهِمْ.

bahwa mereka memberikan harapan-harapan palsu kepada diri mereka, dan harapan-harapan itu memang benar-benar palsu (tidak nyata). ---

وَما يَشْعُرُونَ، قالَ أَهْلُ اللُّغَةِ: «شَعَرْتُ بِالشَّيْءِ» أَيْ: فَطِنْتُ.

Tentang “dan mereka tidak menyadari”, para ahli bahasa berkata: “sya‘artu bisy-syai’” artinya: aku menyadari/menyadap (memahami) sesuatu itu. ---

قالَ فِي «الْكَشَّافِ»: وَالشُّعُورُ: عِلْمُ الشَّيْءِ عِلْمَ حِسٍّ، مِنَ «الشِّعارِ».

Dalam Al-Kasysyāf disebutkan: “Asy-syu‘ūr” adalah mengetahui sesuatu dengan pengetahuan yang bersifat indrawi; dari kata “syi‘ār” (pakaian dalam yang melekat pada kulit). ---

وَمَشاعِرُ الْإِنْسانِ: حَواسُّهُ.

Adapun “masyā‘ir” manusia adalah panca indranya. ---

وَالْمَعْنَى: أَنَّ لُحوقَ ضَرَرِ ذٰلِكَ لَهُمْ كَالْمَحْسُوسِ،

Maksudnya: bahwa tertimpanya bahaya akibat perbuatan mereka itu pada hakikatnya seperti sesuatu yang dapat dirasakan (sangat nyata), ---

وَهُمْ لِتَمادي غَفْلَتِهِمْ كَالَّذي لا حِسَّ لَهُ.

tetapi karena panjangnya kelalaian mereka, mereka seperti orang yang tidak memiliki indera perasa. ---

وَالْمُرادُ بِالْأَنْفُسِ هُنا: ذَواتُهُمْ،

Yang dimaksud dengan “anfus” (diri-diri) di sini adalah pribadi-pribadi mereka, ---

لا سائِرُ الْمَعاني الَّتي تَدْخُلُ فِي مُسَمّى النَّفْسِ، كَالرُّوحِ وَالدَّمِ وَالْقَلْبِ.

bukan makna-makna lain yang termasuk dalam istilah “nafs” seperti ruh, darah, dan hati. ---

(1) في «الْقُرْطُبيِّ»: «لَذيذٌ»، وَالْبَيْتُ قالَهُ سُوَيْدُ بْنُ أَبي كاهِلٍ يَصِفُ ثَغْرَ امْرَأَةٍ.

(1) Dalam Tafsir Al-Qurṭubī tertulis “ladzīdz” (lezat) sebagai ganti “raqīq” (lembut). Bait ini diucapkan oleh Suwaid bin Abī Kāhil, menggambarkan gigi dan mulut seorang wanita. ---

وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ إِسْحاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبي حاتِمٍ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ: أَنَّهُمُ الْمُنافِقُونَ مِنَ الأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ وَمَنْ كانَ عَلى أَمْرِهِمْ.

Ibnu Isḥāq, Ibnu Jarīr, dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās bahwa yang dimaksud (dalam ayat ini) adalah orang-orang munafik dari kabilah Aus dan Khazraj, dan orang-orang yang berada di atas jalan mereka. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قالَ: وَالْمُرادُ بِهٰذِهِ الآيَةِ الْمُنافِقُونَ.

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd bahwa ia berkata: Yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang munafik. ---

وَأَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ وَابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ قَتادَةَ مِثْلَهُ.

‘Abdur-Razzāq dan Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Qatādah hal yang serupa. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، عَنِ ابْنِ سِيرينَ قالَ: لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُمْ شَيْءٌ أَخْوَفَ مِنْ هٰذِهِ الآيَةِ:

Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Sīrīn, ia berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih mereka takuti daripada ayat ini: ---

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَما هُمْ بِمُؤْمِنِينَ».

‘Dan di antara manusia ada yang berkata: Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal mereka bukanlah orang-orang yang beriman’.” ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ سَعْدٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ قيلَ لَهُ: ما النِّفاقُ؟ قالَ:

Ibnu Sa‘d meriwayatkan dari Ḥudzaifah bahwa pernah dikatakan kepadanya: “Apakah itu nifak (kemunafikan)?”, maka ia menjawab: ---

«أَنْ يَتَكَلَّمَ بِالْإِسْلامِ وَلا يَعْمَلَ بِهِ».

“Yaitu seseorang berbicara dengan (mengaku) Islam tetapi tidak mengamalkannya.” ---

وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ فِي «مُسْنَدِهِ» بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الصَّحابَةِ:

Ahmad bin Mani‘ dalam Musnad-nya meriwayatkan – dengan sanad yang lemah – dari seorang laki-laki dari kalangan sahabat: ---

أَنَّ قائِلًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ قالَ: يا رَسُولَ اللَّهِ! ما النَّجاةُ غَدًا؟

bahwa ada seorang dari kaum Muslimin berkata: “Wahai Rasulullah, apa (jalan) keselamatan esok hari (pada hari kiamat)?” ---

قالَ: «لا تُخادِعِ اللَّهَ».

Beliau menjawab: “Janganlah kamu menipu Allah.” ---

قالَ: وَكَيْفَ نُخادِعُ اللَّهَ؟

Laki-laki itu berkata: “Bagaimana kami bisa menipu Allah?” ---

قالَ: «أَنْ تَعْمَلَ بِما أَمَرَكَ اللَّهُ بِهِ تُريدُ بِهِ غَيْرَهُ،

Beliau bersabda: “(Yaitu) engkau mengerjakan apa yang Allah perintahkan kepadamu, tetapi engkau menginginkan selain Dia (dengan amal itu), ---

فَاتَّقُوا الرِّياءَ، فَإِنَّهُ الشِّرْكُ بِاللَّهِ،

maka berhati-hatilah kalian dari riya, karena sesungguhnya riya adalah syirik kepada Allah. ---

فَإِنَّ الْمُرائيَ يُنادَى يَوْمَ الْقِيامَةِ عَلى رُؤوسِ الْخَلائِقِ بِأَرْبَعَةِ أَسْماءٍ:

Karena orang yang pamer (riya) akan dipanggil pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk dengan empat nama: ---

يا كافِرُ، يا فاجِرُ، يا خاسِرُ، يا غادِرُ،

‘Wahai kafir, wahai fajir (pelaku kefasikan), wahai orang yang merugi, wahai pengkhianat. ---

ضَلَّ عَمَلُكَ وَبَطَلَ أَجْرُكَ، فَلا خَلاقَ لَكَ الْيَوْمَ عِنْدَ اللَّهِ،

Amalmu tersesat dan pahalamu batal; tidak ada bagian (pahala) untukmu hari ini di sisi Allah. ---

فَالْتَمِسْ أَجْرَكَ مِمَّنْ كُنْتَ تَعْمَلُ لَهُ يا مُخادِعُ»،

Maka carilah pahalamu dari orang yang dahulu engkau beramal untuknya, wahai penipu!’ ---

وَقَرَأَ آياتٍ مِنَ الْقُرْآنِ:

Kemudian beliau membaca beberapa ayat dari Al-Qur’an: ---

فَمَنْ كانَ يَرْجُوا لِقاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صالِحًا «1» الآيَةَ،

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh…” (1) dan seterusnya, ---

وَإِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ «2» الآيَةَ.

dan (ayat): “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah…” (2) dan seterusnya. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، قالَ: سَأَلْتُ ابْنَ زَيْدٍ عَنْ قَوْلِهِ: يُخادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا،

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Wahb, ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Zaid tentang firman-Nya: “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman…” ---

قالَ: هٰؤُلاءِ الْمُنافِقُونَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَالَّذِينَ آمَنُوا: أَنَّهُمْ مُؤْمِنُونَ بِما أَظْهَرُوهُ.

Ia berkata: “Mereka adalah orang-orang munafik; mereka menipu Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman (dengan cara menampakkan) bahwa mereka beriman, berdasarkan apa yang mereka tampakkan (secara lahir).” ---

وَعَنْ قَوْلِهِ: وَما يَخْدَعُونَ إِلّا أَنْفُسَهُمْ وَما يَشْعُرُونَ:

Dan tentang firman-Nya: “Mereka tidak menipu selain diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadari,” ---

أَنَّهُمْ ضَرُّوا أَنْفُسَهُمْ بِما أَضْمَرُوا مِنَ الْكُفْرِ وَالنِّفاقِ.

(beliau berkata): “Sesungguhnya mereka telah membahayakan diri mereka sendiri dengan apa yang mereka sembunyikan berupa kekufuran dan kemunafikan.” ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبي حاتِمٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ فِي قَوْلِهِ: يُخادِعُونَ اللَّهَ،

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu Jurayj tentang firman-Nya: “Mereka menipu Allah…” ---

قالَ: «يُظْهِرُونَ لَا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ، يُريدُونَ أَنْ يُحْرِزُوا بِذٰلِكَ دِماءَهُمْ وَأَمْوالَهُمْ، وَفِي أَنْفُسِهِمْ غَيْرُ ذٰلِكَ».

ia berkata: “Mereka menampakkan ucapan ‘Lā ilāha illallāh’, dengan tujuan menjaga darah dan harta mereka (agar tidak halal ditumpahkan/diganggu), sementara di dalam batin mereka terdapat keyakinan yang berbeda dari itu.” ---

(1) الْكَهْفُ: 110.

(1) QS. Al-Kahfi: 110.

(2) النِّساءُ: 142.

(2) QS. An-Nisā`: 142. ---

فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - جـ ١ (ص: ٤٩)

Fath al-Qadīr karya Asy-Syaukānī – Jilid 1 (hlm. 49).

Postingan populer dari blog ini

Biografi Pengarang

Pendahuluan Surat al Fatihah

Al fatihah Ayat 2-7