Al Baqarah Ayat 6-7
[سُورَةُ البَقَرَةِ (2) : الآيَاتُ 6 إِلَى 7]
[Surat Al-Baqarah (2): ayat 6 sampai 7] ---
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَواءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sama saja bagi mereka; engkau beri peringatan kepada mereka atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. (6) ---خَتَمَ اللَّهُ عَلىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلىٰ أَبْصارِهِمْ غِشاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذابٌ عَظيمٌ (7)
Allah telah mengunci-mati hati mereka dan pendengaran mereka. Dan pada penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka azab yang besar. (7) ---ذَكَرَ سُبْحانَهُ فَريقَ الشَّرِّ بَعْدَ الْفَراغِ مِنْ ذِكْرِ فَريقِ الْخَيْرِ،
Allah Yang Mahasuci menyebut golongan kejahatan setelah selesai menyebut golongan kebaikan, ---قاطِعًا لِهٰذا الْكلامِ عَنِ الْكلامِ الأَوَّلِ،
dengan memutus pembicaraan ini dari pembicaraan yang pertama, ---مُعَنْوِنًا لَهُ بِما يُفيدُ أَنَّ شَأْنَ جِنْسِ الْكَفَرَةِ عَدَمُ إِجْداءِ الإِنْذارِ لَهُمْ،
dan memberinya judul (membukanya) dengan sesuatu yang menunjukkan bahwa keadaan umum jenis orang-orang kafir adalah tidak bermanfaatnya peringatan bagi mereka, ---وَأَنَّهُ لا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِمْ ما هُوَ الْمَطْلُوبُ مِنْهُمْ مِنَ الإيمانِ،
dan bahwa tidak akan terwujud pada mereka apa yang dituntut dari mereka berupa iman, ---وَأَنَّ وُجُودَ ذٰلِكَ كَعَدَمِهِ.
serta bahwa adanya peringatan itu sama saja dengan tidak adanya. ---وَسَواءٌ اسْمٌ بِمَعْنَى الاسْتِواءِ، وُصِفَ بِهِ كَما يُوصَفُ بِالْمَصادِرِ،
“Kata” sawā’un adalah isim yang bermakna kesetaraan; ia digunakan sebagai sifat sebagaimana mashdar-mashdar lainnya digunakan sebagai sifat. ---وَالْهَمْزَةُ وَأَمْ مُجَرَّدَتانِ لِمَعْنَى الاسْتِواءِ، غَيْرُ مُرادٍ بِهِما ما هُوَ أَصْلُهُما مِنَ الاسْتِفْهامِ،
Hamzah istifhām (أَ) dan “am” di sini dilepas dari makna tanya, hanya menunjukkan makna kesetaraan; tidak dimaksudkan makna asal keduanya sebagai kalimat tanya. ---وَصَحَّ الِابْتِداءُ بِالْفِعْلِ، وَالإِخْبارُ عَنْهُ بِقَوْلِهِ: سَواءٌ،
Dan sah memulai dengan fi‘il (“anżartahum…”) lalu mengabarkannya dengan firman-Nya “sawā’un”, ---هَجْرًا لِجانِبِ اللَّفْظِ إِلىٰ جانِبِ الْمَعْنَى،
dengan meninggalkan sisi lafaz menuju sisi makna, ---كَأَنَّهُ قالَ: الإِنْذارُ وَعَدَمُهُ سَواءٌ،
seakan-akan Allah berfirman: “Memberi peringatan dan tidak memberi peringatan itu sama saja,” ---كَقَوْلِهِمْ: تَسْمَعُ بِالْمُعِيدِيِّ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَراهُ، أَيْ: سَماعُكَ.
seperti ucapan orang Arab: “Engkau mendengar tentang Al-Mu‘īdī lebih baik daripada engkau melihatnya,” maksudnya: “Pendengaranmu (tentang dia)…”. ---وَأَصْلُ الْكُفْرِ فِي اللُّغَةِ: السَّتْرُ وَالتَّغْطِيَةُ،
Asal makna kufur dalam bahasa adalah menutup dan menutupi. ---قالَ الشَّاعِرُ:
Seorang penyair berkata: ---فِي لَيْلَةٍ كَفَرَ النُّجُومَ غَمامُها
“Pada suatu malam, awannya menutupi (kafarā) bintang-bintangnya.” ---أَيْ: سَتَرَها.
Maksudnya: menutupinya. ---وَمِنْهُ سُمِّيَ الْكافِرُ كافِرًا، لِأَنَّهُ يُغَطِّي بِكُفْرِهِ ما يَجِبُ أَنْ يَكُونَ عَلَيْهِ مِنَ الإيمانِ.
Dari sini orang kafir dinamakan “kāfir”, karena dengan kekafirannya ia menutupi iman yang semestinya ada pada dirinya. ---وَالْإِنْذارُ: الإِبْلاغُ وَالإِعْلامُ.
Adapun “al-inżār” adalah menyampaikan dan memberitahukan (peringatan). ---قالَ الْقُرْطُبِيُّ: وَاخْتَلَفَ الْعُلَماءُ فِي تَأْوِيلِ هٰذِهِ الآيَةِ،
Al-Qurṭubī berkata: Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini. ---فَقيلَ: هِيَ عامَّةٌ، وَمَعْناها الْخُصوصُ فِيمَنْ سَبَقَتْ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذابِ،
Ada yang berkata: Ayat ini umum lafaznya, namun maknanya khusus bagi orang yang telah didahului ketetapan azab atasnya, ---وَسَبَقَ فِي عِلْمِ اللَّهِ أَنَّهُ يَمُوتُ عَلىٰ كُفْرِهِ.
dan telah terdahulu dalam ilmu Allah bahwa ia akan mati di atas kekufurannya. ---أَرادَ اللَّهُ تَعالىٰ أَنْ يُعْلِمَ النَّاسَ أَنَّ فِيهِمْ مَنْ هٰذا حالُهُ دُونَ أَنْ يُعَيِّنَ أَحَدًا.
Allah Ta‘ālā hendak memberitahukan kepada manusia bahwa di antara mereka ada orang yang keadaannya seperti ini, tanpa menunjuk secara spesifik siapa orangnya. ---وَقالَ ابْنُ عَبّاسٍ وَالْكَلْبِيُّ: نَزَلَتْ فِي رُؤوسِ الْيَهُودِ حُيَيِّ بْنِ أَخْطَبَ وَكَعْبِ بْنِ الأَشْرَفِ وَنُظَرائِهِما.
Ibnu ‘Abbās dan Al-Kalbī berkata: Ayat ini turun berkenaan dengan para pemuka Yahudi, yaitu Ḥuyayy bin Akhṭab, Ka‘b bin Al-Asyraf, dan orang-orang yang semisal dengan mereka. ---وَقالَ الرَّبيعُ بْنُ أَنَسٍ: نَزَلَتْ فِيمَنْ قُتِلَ يَوْمَ بَدْرٍ مِنْ قادَةِ الأَحْزابِ،
Ar-Rabī‘ bin Anas berkata: Ayat ini turun tentang para pemimpin kelompok-kelompok (musyrikin) yang terbunuh pada hari Badar. ---وَالأَوَّلُ أَصَحُّ،
Dan pendapat pertama lebih benar, ---فَإِنَّ مَنْ عَيَّنَ أَحَدًا، فَإِنَّما مَثَّلَ بِمَنْ كُشِفَ الْغَيْبُ بِمَوْتِهِ عَلىٰ الْكُفْرِ. انْتَهىٰ.
sebab orang yang menyebutkan nama tertentu, sejatinya hanya memberikan contoh tentang orang yang telah tersingkap perkara gaib bahwa ia mati dalam keadaan kufur. Selesai (ucapan Al-Qurṭubī). ---وَقَوْلُهُ: لَا يُؤْمِنُونَ خَبَرُ مُبْتَدَإٍ مَحْذُوفٍ: أَيْ هُمْ لَا يُؤْمِنُونَ،
Firman-Nya “لَا يُؤْمِنُونَ” adalah khabar dari mubtada yang dihapus, yaitu: “mereka tidak beriman”. ---وَهِيَ جُمْلَةٌ مُسْتَأْنَفَةٌ، لأَنَّهَا جَوابُ سُؤَالٍ مُقَدَّرٍ،
Kalimat ini adalah kalimat isti’naf (baru), karena merupakan jawaban dari pertanyaan yang diperkirakan, ---كَأَنَّهُ قِيلَ: هٰؤُلاءِ الَّذِينَ اسْتَوَى حالُهُمْ مَعَ الإِنْذارِ وَعَدَمِهِ، ماذا يَكُونُ مِنْهُمْ؟
seakan-akan dikatakan: “Orang-orang yang sama saja keadaan mereka antara diberi peringatan dan tidak, bagaimana akhir urusan mereka?” ---فَقِيلَ: لَا يُؤْمِنُونَ، أَيْ: هُمْ لَا يُؤْمِنُونَ.
Maka dijawab: “Tidak beriman”, yakni: “Mereka itu tidak beriman.” ---وَقالَ فِي «الْكَشَّافِ»: إِنَّهَا جُمْلَةٌ مُؤَكِّدَةٌ لِلْجُمْلَةِ الأُولىٰ، أَوْ خَبَرٌ لِـ «إِنَّ»، وَالْجُمْلَةُ قَبْلَها اعْتِراضٌ. انْتَهىٰ.
Dalam Al-Kasysyāf disebutkan: Kalimat itu adalah kalimat yang menguatkan kalimat pertama, atau sebagai khabar bagi “inna”, sedangkan kalimat sebelumnya adalah sisipan (i‘tirāḍ). Selesai. ---وَالأَوْلىٰ ما ذَكَرْناهُ،
Pendapat yang lebih utama adalah apa yang telah kami sebutkan, ---لأَنَّ الْمَقْصودَ الإِخْبارُ عَنْ عَدَمِ الِاعْتِدادِ بِإِنْذارِهِمْ،
karena yang dimaksud adalah mengabarkan tentang tidak diperhitungkannya pemberian peringatan kepada mereka, ---وَأَنَّهُ لا يُجْدي شَيْئًا بَلْ بِمَنْزِلَةِ الْعَدَمِ،
dan bahwa peringatan itu tidak bermanfaat sedikit pun, bahkan seperti tidak ada, ---فَهٰذِهِ الْجُمْلَةُ هِيَ الَّتِي وَقَعَتْ خَبَرًا لِـ «إِنَّ»،
maka kalimat inilah yang menjadi khabar bagi “inna”, ---وَما بَعْدَها مِنْ عَدَمِ الإِيمانِ مُتَسَبِّبٌ عَنْها، لا أَنَّهُ الْمَقْصودُ.
sedangkan apa yang setelahnya berupa penafian iman adalah akibat dari hal tersebut, bukan itu yang menjadi tujuannya. ---وَقَدْ قالَ بِمِثْلِ قَوْلِ الزَّمَخْشَرِيِّ الْقُرْطُبِيُّ.
Al-Qurṭubī berpendapat seperti pendapat Az-Zamakhsyarī (bahwa “لا يُؤْمِنُونَ” sebagai penegas atau khabar “inna”). ---وَقالَ ابْنُ كَيْسانَ: إِنَّ خَبَرَ «إِنَّ»: سَواءٌ، وَما بَعْدَهُ يَقُومُ مَقامَ الصِّلَةِ.
Ibnu Kaysān berkata: Khabar “inna” adalah “sawā’un”, dan bagian setelahnya berfungsi seperti silah (keterangan pengikut). ---وَقالَ مُحَمَّدُ بْنُ يَزيدَ الْمُبَرِّدُ: سَواءٌ رُفِعَ بِالِابْتِداءِ، وَخَبَرُهُ «أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ»،
Muḥammad bin Yazīd Al-Mubarrid berkata: “Sawā’un” dibaca marfū‘ sebagai mubtada, dan khabarnya adalah “أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ”, ---وَالْجُمْلَةُ خَبَرُ «إِنَّ».
sedangkan seluruh jumlah kalimat itu menjadi khabar “inna”. ---وَالْخَتْمُ: مَصْدَرُ «خَتَمْتُ الشَّيْءَ»، وَمَعْناهُ: التَّغْطِيَةُ عَلى الشَّيْءِ وَالاسْتيثاقُ مِنْهُ حَتّى لا يَدْخُلَهُ شَيْءٌ،
“Al-khatm” adalah mashdar dari “khatamtu asy-syay’a”, maknanya menutup sesuatu dan mengamankannya sehingga tidak ada sesuatu pun yang bisa masuk ke dalamnya, ---وَمِنْهُ خَتْمُ الْكِتابِ وَالْبابِ وَما يُشْبِهُ ذٰلِكَ، حَتّى لا يُوصَلَ إِلى ما فِيهِ وَلا يُوضَعَ فِيهِ غَيْرُهُ.
dan dari sini istilah “penyegelan kitab, pintu” dan yang semisal itu, hingga tidak bisa dijangkau apa yang ada di dalamnya dan tidak bisa dimasukkan sesuatu pun selainnya. ---وَالْغِشاوَةُ: الْغِطاءُ، وَمِنْهُ غاشِيَةُ السَّرْجِ.
“Al-ghisyāwah” artinya penutup; darinya istilah “gāsyiyatus-sarj” (lapisan penutup pelana). ---وَالْمُرادُ بِالْخَتْمِ وَالْغِشاوَةِ هاهُنا هُما الْمَعْنَوِيّانِ لا الْحِسِّيّانِ،
Yang dimaksud dengan “khatm” dan “ghisyāwah” di sini adalah makna-makna abstrak (maknawī), bukan makna lahiriah (fisik), ---أَيْ: لَمّا كانَتْ قُلُوبُهُمْ غَيْرَ واعِيَةٍ لِما وَصَلَ إِلَيْها،
yakni ketika hati mereka tidak menyerap (tidak menyadari) apa yang sampai kepadanya, ---وَالْأَسْماعُ غَيْرَ مُؤَدِّيَةٍ لِما يَطْرُقُها مِنَ الآياتِ الْبَيِّناتِ إِلى الْعَقْلِ عَلى وَجْهٍ مَفْهومٍ،
dan pendengaran mereka tidak mengantarkan ayat-ayat yang jelas yang mereka dengar itu kepada akal dengan cara yang dapat dipahami, ---وَالْأَبْصارُ غَيْرَ مَهْدِيَّةٍ لِلنَّظَرِ فِي مَخْلُوقاتِهِ وَعَجائِبِ مَصْنُوعاتِهِ،
dan penglihatan mereka tidak diarahkan untuk memperhatikan makhluk-makhluk Allah dan keajaiban ciptaan-Nya, ---جُعِلَتْ بِمَنْزِلَةِ الْأَشْياءِ الْمَخْتُومِ عَلَيْها خَتْمًا حِسِّيًّا،
maka hati, pendengaran, dan penglihatan mereka itu diserupakan dengan benda-benda yang disegel secara fisik, ---وَالْمُسْتَوْثَقِ مِنْها اسْتيثاقًا حَقيقِيًّا،
yang betul-betul dijaga ketat, ---وَالْمُغَطّاةِ بِغِطاءٍ مُدْرَكٍ، اسْتِعارَةً أَوْ تَمْثيلًا.
dan yang ditutupi dengan penutup yang dapat dirasakan (diindera), sebagai bentuk metafora atau perumpamaan. ---وَإِسْنادُ الْخَتْمِ إِلى اللَّهِ قَدِ احْتَجَّ بِهِ أَهْلُ السُّنَّةِ عَلى الْمُعْتَزِلَةِ،
Disandarkannya perbuatan “mengunci-mati (khatm)” kepada Allah telah dijadikan hujjah oleh Ahlussunnah terhadap golongan Mu‘tazilah, ---وَحاوَلُوا دَفْعَ هٰذِهِ الْحُجَّةِ بِمِثْلِ ما ذَكَرَهُ صاحِبُ «الْكَشَّافِ»،
sedangkan golongan Mu‘tazilah berupaya menolak hujjah ini dengan cara seperti yang disebutkan penulis Al-Kasysyāf, ---وَالْكلامُ عَلى مِثْلِ هٰذا مُتَقَرِّرٌ فِي مَواطِنِهِ.
dan pembahasan tentang hal seperti ini telah dijelaskan pada tempat-tempatnya (dalam kitab-kitab ilmu kalam). ---وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي قَوْلِهِ تَعالىٰ: وَعَلى سَمْعِهِمْ،
Telah terjadi perbedaan pendapat tentang firman-Nya Ta‘ālā: “وَعَلى سَمْعِهِمْ”, ---هَلْ هُوَ داخِلٌ فِي حُكْمِ الْخَتْمِ فَيَكُونُ مَعْطوفًا عَلى الْقُلُوبِ، أَوْ فِي حُكْمِ التَّغْشِيَةِ؟
apakah ia masuk dalam cakupan “khatm” sehingga di-‘athaf-kan kepada “qulūbihim”, ataukah masuk dalam cakupan “pengelapan (penutupan)”? ---فَقيلَ: إِنَّ الْوَقْفَ عَلى قَوْلِهِ: وَعَلى سَمْعِهِمْ، تامٌّ، وَما بَعْدَهُ كَلامٌ مُسْتَقِلٌّ،
Ada yang berpendapat: Waqaf pada kalimat “وَعَلى سَمْعِهِمْ” adalah waqaf yang sempurna, dan apa yang setelahnya adalah kalimat yang berdiri sendiri, ---فَيَكُونُ الطَّبْعُ عَلى الْقُلُوبِ وَالأَسْماعِ، وَالْغِشاوَةُ عَلى الأَبْصارِ، كَما قالَهُ جَماعَةٌ.
sehingga peniupan sifat “tertutup” (ṭab‘, khatam) berlaku untuk hati dan pendengaran, sementara penutup (ghisyāwah) berlaku untuk penglihatan; sebagaimana dikatakan oleh sekelompok ulama. ---وَقَدْ قُرِئَ «غِشاوَةً» بِالنَّصْبِ.
Dan telah dibaca (dalam satu qira’ah): “ghisyāwatan” dengan bacaan nashab. ---قالَ ابْنُ جَرِيرٍ: يَحْتَمِلُ أَنَّهُ نَصَبَها بِإِضْمارِ فِعْلٍ، تَقْديرُهُ: وَجَعَلَ عَلى أَبْصارِهِمْ غِشاوَةً،
Ibnu Jarīr berkata: Ada kemungkinan ia dibaca nashab karena mengandaikan fi‘il yang dihapus, dengan takdir: “Dan (Dia) menjadikan pada penglihatan mereka penutup,” ---وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ نَصْبُها عَلى الإِتْباعِ عَلى مَحَلِّ «وَعَلى سَمْعِهِمْ»،
dan juga mungkin bacaan nashab itu atas dasar mengikuti (iṭbā‘) pada posisi (maḥall) “وَعَلى سَمْعِهِمْ”, ---كَقَوْلِهِ تَعالىٰ: وَحُورٌ عِينٌ «1»
seperti firman Allah Ta‘ālā: “وَحُورٌ عِينٌ” (1), ---وَقَوْلِ الشَّاعِرِ:
dan seperti ucapan penyair: ---عَلَفْتُها تِبْنًا وَماءً بارِدًا
“Aku memberinya makan rumput kering dan air yang dingin,” ---وَإِنَّما وَحَّدَ السَّمْعَ مَعَ جَمْعِ الْقُلُوبِ وَالْأَبْصارِ، لأَنَّهُ مَصْدَرٌ يَقَعُ عَلى الْقَليلِ وَالْكَثيرِ.
Dan pendengaran (السَّمْع) disebut dalam bentuk mufrad (tunggal) sementara hati dan penglihatan disebut jamak, karena “as-sam‘” adalah mashdar yang bisa digunakan untuk yang sedikit maupun yang banyak. ---وَالْعَذابُ: هُوَ ما يُؤْلِمُ، وَهُوَ مَأْخُوذٌ مِنَ الْحَبْسِ وَالْمَنْعِ،
“Al-‘adzāb” adalah sesuatu yang menyakitkan; ia diambil dari makna “pengurungan dan pencegahan”, ---يُقالُ فِي اللُّغَةِ: أَعْذَبَهُ عَنْ كَذا: حَبَسَهُ وَمَنَعَهُ،
dalam bahasa Arab dikatakan: “a‘żabahu ‘an kadzā”: ia menahannya dan mencegahnya, ---وَمِنْهُ عُذوبَةُ الْماءِ، لأَنَّها حُبِسَتْ فِي الإِناءِ حَتّى صَفَتْ.
dan dari akar yang sama juga “‘użūbatul-mā’” (kejernihan/kelezatan air), karena air itu ditahan di dalam bejana hingga menjadi jernih. ---وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبي حاتِمٍ وَالطَّبَرانيُّ فِي «الْكَبِيرِ» وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ وَالْبَيْهَقِيُّ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ فِي قَوْلِهِ: سَواءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ،
Ibnu Jarīr, Ibnu Abī Ḥātim, Ath-Ṭabarānī dalam Al-Mu‘jam Al-Kabīr, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqī meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās tentang firman-Nya: “Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan kepada mereka…”, ---قالَ: كانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَحْرِصُ أَنْ يُؤْمِنَ جَميعُ النَّاسِ، وَيُتابِعُوهُ عَلى الْهُدىٰ،
ia berkata: “Rasulullah ﷺ sangat berkeinginan agar seluruh manusia beriman dan mengikutinya di atas petunjuk, ---فَأَخْبَرَهُ اللَّهُ أَنَّهُ لا يُؤْمِنُ إِلا مَنْ سَبَقَ لَهُ مِنَ اللَّهِ السَّعادَةُ فِي الذِّكْرِ الأَوَّلِ،
maka Allah memberitahukan kepada beliau bahwa tidak akan beriman kecuali orang yang telah didahului oleh ketetapan kebahagiaan dari Allah dalam “catatan pertama”, ---وَلا يَضِلُّ إِلا مَنْ سَبَقَ لَهُ مِنَ اللَّهِ الشَّقاوَةُ فِي الذِّكْرِ الأَوَّلِ».
dan tidak akan sesat kecuali orang yang telah didahului oleh ketetapan kesengsaraan dari Allah dalam “catatan pertama”.” ---وَأَخْرَجَ ابْنُ إِسْحاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبي حاتِمٍ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ أَيْضًا فِي تَفْسِيرِ الآيَةِ:
Ibnu Isḥāq, Ibnu Jarīr, dan Ibnu Abī Ḥātim juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās dalam tafsir ayat ini: ---«أَنَّهُمْ قَدْ كَفَرُوا بِما عِنْدَهُمْ مِنْ ذِكْرِكَ، وَجَحَدُوا ما أُخِذَ عَلَيْهِمْ مِنَ الْمِيثاقِ،
“Bahwa mereka telah kafir terhadap apa yang ada pada mereka berupa penyebutan (sifat-sifat) dirimu (Muhammad), dan mereka mengingkari apa yang telah diambil dari mereka berupa perjanjian (miṯāq), ---فَكَيْفَ يَسْمَعُونَ مِنْكَ إِنْذارًا وَتَحْذيرًا، وَقَدْ كَفَرُوا بِما عِنْدَهُمْ مِنْ عِلْمِكَ؟
maka bagaimana mungkin mereka mendengarkan darimu peringatan dan ancaman, sementara mereka telah kafir terhadap pengetahuan tentang dirimu yang ada pada mereka?” ---خَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ وَعَلى أَبْصارِهِمْ غِشاوَةٌ.
(Lalu Allah berfirman:) “Allah telah mengunci hati mereka dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup.” ---وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبي حاتِمٍ، عَنْ أَبي الْعالِيَةِ فِي قَوْلِهِ: إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا، قالَ:
Ibnu Jarīr, Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Abul-‘Āliyah tentang firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir…”, ia berkata: ---«نَزَلَتْ هاتانِ الآيَتانِ فِي قادَةِ الأَحْزابِ،
“Kedua ayat ini turun berkenaan dengan para pemimpin golongan-golongan (kafir), ---وَهُمُ الَّذِينَ ذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِي هٰذِهِ الآيَةِ: أَلَمْ تَرَ إِلى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا «2»
dan mereka adalah orang-orang yang Allah sebutkan dalam ayat ini: ‘Tidakkah engkau melihat kepada orang-orang yang menukar nikmat Allah dengan kekufuran?’ (2) ---قالَ: فَهُمُ الَّذِينَ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ،
Ia berkata: Mereka itulah orang-orang yang terbunuh pada hari Badar, ---وَلَمْ يَدْخُلِ الْقادَةُ فِي الإِسْلامِ إِلا رَجُلانِ: أَبو سُفْيانَ، وَالْحَكَمُ بْنُ الْعاصِ».
dan tidak ada dari para pemimpin itu yang masuk Islam kecuali dua orang: Abū Sufyān dan Al-Ḥakam bin Al-‘Āṣ.” ---وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، عَنِ السُّدِّيِّ فِي قَوْلِهِ: أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ، قالَ: أَوَعَظْتَهُمْ أَمْ لَمْ تَعِظْهُمْ.
Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan dari As-Suddī tentang firman-Nya: “Apakah engkau beri peringatan kepada mereka atau tidak engkau beri peringatan kepada mereka”, ia berkata: “Apakah engkau menasihati mereka atau tidak engkau nasihati mereka.” ---وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ قَتادَةَ فِي هٰذِهِ الآيَةِ، قالَ:
‘Abd bin Ḥumayd meriwayatkan dari Qatādah tentang ayat ini, ia berkata: ---«أَطاعُوا الشَّيْطانَ فَاسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ، فَخَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ وَعَلى أَبْصارِهِمْ غِشاوَةً،
“Mereka taat kepada setan, maka setan pun menguasai mereka; lalu Allah mengunci mati hati mereka dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup, ---فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ هُدًى، وَلا يَسْمَعُونَ، وَلا يَفْقَهُونَ، وَلا يَعْقِلُونَ».
maka mereka tidak melihat petunjuk, tidak mendengar, tidak memahami, dan tidak berakal.” ---وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبي حاتِمٍ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، قالَ:
Ibnu Jarīr dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: ---«الْخَتْمُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ، وَالْغِشاوَةُ عَلى أَبْصارِهِمْ».
“(Makna) ‘khatm’ (segel) itu pada hati dan pendengaran mereka, sedangkan ‘ghisyāwah’ (penutup) pada penglihatan mereka.” ---وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قالَ:
Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd, ia berkata: ---«خَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ فَلا يَعْقِلُونَ وَلا يَسْمَعُونَ،
“Allah telah mengunci mati hati mereka dan pendengaran mereka, maka mereka tidak memahami dan tidak (benar-benar) mendengar. ---وَجَعَلَ عَلى أَبْصارِهِمْ – يَعْني: أَعْيُنَهُمْ – غِشاوَةً، فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ».
Dan Dia menjadikan pada penglihatan mereka – yakni mata-mata mereka – penutup; maka mereka tidak melihat.” ---وَرَوىٰ ذٰلِكَ السُّدِّيُّ عَنْ جَماعَةٍ مِنَ الصَّحابَةِ.
Riwayat yang semakna juga disampaikan oleh As-Suddī dari sekelompok sahabat. ---وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قالَ:
Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Jurayj, ia berkata: ---«الْخَتْمُ عَلى الْقَلْبِ وَالسَّمْعِ، وَالْغِشاوَةُ عَلى الْبَصَرِ؛
“Khatm (segel) pada hati dan pendengaran, sedangkan ghisyāwah (penutup) pada penglihatan. ---قالَ اللَّهُ تَعالىٰ: فَإِنْ يَشَإِ اللَّهُ يَخْتِمْ عَلى قَلْبِكَ «3»
Allah Ta‘ālā berfirman: ‘Jika Allah menghendaki, Dia mengunci mati hatimu.’ (3) ---وَقالَ: وَخَتَمَ عَلى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلى بَصَرِهِ غِشاوَةً «4»».
Dan Dia berfirman: “Dan Dia mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta menjadikan pada penglihatannya selubung (ghisyāwah).” (4) ---قالَ ابْنُ جَرِيرٍ فِي مَعْنَى الْخَتْمِ:
Ibnu Jarīr berkata tentang makna “khatm” (segel): ---«وَالْحَقُّ عِنْدي فِي ذٰلِكَ ما صَحَّ نَظيرُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ»،
“Yang benar menurutku dalam hal ini adalah apa yang terdapat padanannya secara sahih dari Rasulullah ﷺ,” ---ثُمَّ ذَكَرَ إِسْنادًا مُتَّصِلًا بِأَبي هُرَيْرَةَ، قالَ:
kemudian ia menyebutkan sanad yang bersambung sampai kepada Abū Hurairah, ia berkata: ---قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
Rasulullah ﷺ bersabda: ---«إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذا أَذْنَبَ ذَنْبًا كانَ نُكْتَةً سَوْداءَ فِي قَلْبِهِ،
“Sesungguhnya seorang mukmin, apabila ia melakukan suatu dosa, maka (dosa itu) menjadi satu titik hitam di dalam hatinya. ---فَإِنْ تابَ وَنَزَعَ وَاسْتَعْتَبَ، صُقِلَ قَلْبُهُ،
Jika ia bertaubat, berhenti (dari dosanya), dan memohon keridhaan (Allah), niscaya hatinya menjadi bersih kembali. ---وَإِنْ زادَ، زادَتْ حَتّى تُغْلِقَ قَلْبَهُ»،
Namun jika ia bertambah (melakukan dosa lagi), maka titik itu akan bertambah hingga menutupi seluruh hatinya.” ---فَذٰلِكَ الرَّانُ الَّذي قالَ اللَّهُ تَعالىٰ: كَلَّا ۖ بَلْ رانَ عَلى قُلُوبِهِمْ ما كانُوا يَكْسِبُونَ «5».
“Maka itulah ‘ar-rān’ (tutup) yang Allah Ta‘ālā sebutkan dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian); sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.’” (5) ---وَقَدْ رَواهُ مِنْ هٰذا الْوَجْهِ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ وَالنَّسائِيُّ.
Hadis ini diriwayatkan dengan sanad tersebut oleh At-Tirmiżī (dan ia mensahihkannya) dan An-Nasā’ī. ---ثُمَّ قالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
Kemudian Ibnu Jarīr berkata: ---«فَأَخْبَرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنَّ الذُّنُوبَ إِذا تَتابَعَتْ عَلى الْقُلُوبِ أَغْلَقَتْها،
“Maka Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa dosa-dosa, apabila berturut-turut menimpa hati, akan menutup hati itu, ---وَإِذا أَغْلَقَتْها أَتاها حِينَئِذٍ الْخَتْمُ مِنْ قِبَلِ اللَّهِ سُبْحانَهُ وَالطَّبْعُ،
dan apabila hati-hati itu telah tertutup, maka saat itulah datang khatam (segel) dan ṭab‘ (cap) dari Allah سبحانه, ---فَلا يَكُونُ إِلَيْها مَسْلَكٌ، وَلا لِلْكُفْرِ مِنْها مَخْلَصٌ؛
sehingga tidak ada lagi jalan (masuknya petunjuk) ke hati itu dan tidak ada jalan keluar bagi kekufuran dari dalamnya. ---فَذٰلِكَ هُوَ الْخَتْمُ الَّذي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي قَوْلِهِ: خَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ،
Itulah yang dimaksud dengan khatam (segel) yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: ‘Allah telah mengunci mati hati mereka dan pendengaran mereka,’ ---نَظيرُ الطَّبْعِ وَالْخَتْمِ عَلى ما تُدْرِكُهُ الأَبْصارُ مِنَ الأَوْعِيَةِ وَالظُّروفِ الَّتي لا يُوصَلُ إِلى ما فِيها إِلا بِفَضِّ ذٰلِكَ عَنْها ثُمَّ حَلِّها،
seperti halnya ṭab‘ (cap) dan khatam (segel) pada bejana dan wadah yang bisa dilihat mata, yang tidak dapat dijangkau apa yang ada di dalamnya kecuali dengan membuka segel itu lalu melepaskannya. ---فَلِذٰلِكَ لا يَصِلُ الإيمانُ إِلى قُلُوبِ مَنْ وَصَفَ اللَّهُ أَنَّهُ خَتَمَ عَلى قُلُوبِهِمْ إِلا بَعْدَ فَضِّ خاتِمِهِ، وَحَلِّ رِباطِهِ عَنْها».
Karena itu, iman tidak akan sampai ke dalam hati orang-orang yang Allah sifatkan bahwa Dia telah mengunci hati mereka, kecuali setelah segel-Nya dibuka dan ikatannya dilepaskan dari hati-hati itu.” ---
(1) الواقِعَةُ: 22.
(2) إِبْراهِيمَ: 28.
(3) الشُّورىٰ: 24.
(4) الْجاثِيَةُ: 23.
(5) الْمُطَفِّفِين: 14.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - جـ ١ (ص: ٤٦–٤٨)
Fath al-Qadīr karya Asy-Syaukānī – Jilid 1 (hlm. 46–48).