Al Baqarah Ayat 5
[سُورَةُ البَقَرَةِ (2) : آيَةٌ 5]
[Surat Al-Baqarah (2): Ayat 5] ---
أُولٰئِكَ عَلىٰ هُدىً مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)
Mereka itulah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (5) ---هٰذَا كَلامٌ مُسْتَأْنَفٌ اسْتِئْنافًا بَيَانِيًّا،
Ini adalah kalimat baru yang dimulai sebagai permulaan penjelasan (istifnâf bayânî), ---كَأَنَّهُ قِيلَ: كَيْفَ حَالُ هٰؤُلَاءِ الْجامِعِينَ بَيْنَ التَّقْوَىٰ وَالْإِيمانِ بِالْغَيْبِ وَالْإِتْيانِ بِالْفَرائِضِ، وَالْإِيمانِ بِما أُنْزِلَ عَلىٰ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَعَلىٰ مَنْ قَبْلَهُ مِنَ الأَنْبِياءِ عَلَيْهِمُ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ؟
seakan-akan ada yang bertanya: “Bagaimana keadaan orang-orang yang menggabungkan antara takwa, iman kepada yang gaib, pelaksanaan kewajiban-kewajiban, dan iman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ dan kepada nabi-nabi sebelum beliau, atas mereka salawat dan salam?” ---فَقِيلَ: أُولٰئِكَ عَلىٰ هُدىً…
Maka dijawab: “Merekalah yang berada di atas petunjuk…” ---وَيُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ هٰذَا خَبَرًا عَنِ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ إِلَخْ، فَيَكُونُ مُتَّصِلًا بِما قَبْلَهُ.
Dan memungkinkan juga bahwa kalimat ini berfungsi sebagai khabar (predikat) bagi (lafaz) “الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ …” dan seterusnya, sehingga ia tersambung dengan bagian sebelumnya. ---قالَ فِي «الْكَشَّافِ»: وَمَعْنَى الِاسْتِعْلاءِ فِي قَوْلِهِ: عَلىٰ هُدىً، مَثَلٌ لِتَمَكُّنِهِمْ مِنَ الْهُدىٰ وَاسْتِقْرارِهِمْ عَلَيْهِ وَتَمَسُّكِهِمْ بِهِ،
Dalam Al-Kasysyāf disebutkan: Makna “naik” (istilā’) dalam firman-Nya “عَلىٰ هُدىً” adalah sebuah perumpamaan tentang kuatnya kedudukan mereka di atas petunjuk, tetapnya mereka di atasnya, dan teguhnya mereka berpegang padanya. ---شُبِّهَتْ حالُهُمْ بِحالِ مَنِ اعْتَلىٰ الشَّيْءَ وَرَكِبَهُ،
Keadaan mereka diserupakan dengan keadaan orang yang naik di atas sesuatu dan menungganginya, ---وَنَحْوُهُ: هُوَ عَلىٰ الْحَقِّ، وَعَلىٰ الْباطِلِ.
dan semisalnya adalah ungkapan: “Ia berada di atas kebenaran” dan “di atas kebatilan”. ---وَقَدْ صَرَّحُوا بِذٰلِكَ فِي قَوْلِهِ: جَعَلَ الْغَوايَةَ مَرْكَبًا، وَامْتَطىٰ الْجَهْلَ، وَاقْتَعَدَ غارِبَ الْهَوىٰ. انْتَهىٰ.
Dan mereka telah menjelaskan hal tersebut dalam ungkapan: “Ia menjadikan kesesatan sebagai tunggangan, menunggangi kebodohan, dan duduk tegak di atas tengkuk hawa nafsu.” Selesai (ucapan Zamakhsyarī). ---وَقَدْ أَطالَ الْمُحَقِّقُونَ الْكلامَ عَلىٰ هٰذا بِما لا يَتَّسِعُ لَهُ الْمَقامُ،
Para ulama peneliti telah memanjangkan pembahasan tentang hal ini dengan uraian yang tidak memungkinkan untuk dipaparkan di sini. ---وَاشْتُهِرَ الْخِلافُ فِي ذٰلِكَ بَيْنَ الْمُحَقِّقِ السَّعْدِ وَالْمُحَقِّقِ الشَّرِيفِ.
Dan telah masyhur adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini antara Al-Muhaqqiq As-Sa‘d dan Al-Muhaqqiq Asy-Syarīf. ---وَاخْتَلَفَ مَنْ بَعْدَهُمْ فِي تَرْجِيحِ الرَّاجِحِ مِنَ الْقَوْلَيْنِ،
Orang-orang setelah mereka pun berbeda pendapat dalam menguatkan salah satu dari dua pendapat tersebut. ---وَقَدْ جَمَعْتُ فِي ذٰلِكَ رِسَالَةً سَمَّيْتُهَا: «الطَّوْدُ الْمُنِيفُ فِي تَرْجِيحِ ما قالَهُ السَّعْدُ عَلىٰ ما قالَهُ الشَّرِيفُ»،
Aku sendiri telah mengumpulkan pembahasan tentang hal itu dalam sebuah risalah yang aku namakan: “Ath-Ṭaudu al-Munīf fī Tarjīḥi mā Qālahu as-Sa‘d ‘alā mā Qālahu asy-Syarīf” (Gunung Tinggi: menguatkan pendapat As-Sa‘d atas pendapat Asy-Syarīf), ---فَلْيَرْجِعْ إِلَيْها مَنْ أَرادَ أَنْ يَتَّضِحَ لَهُ الْمَقامُ، وَيَجْمَعَ بَيْنَ أَطْرافِ الْكلامِ عَلى التَّمامِ.
maka hendaklah merujuk kepadanya orang yang ingin menjadi jelas baginya masalah ini dan ingin menghimpun semua sisi pembahasan secara sempurna. ---قالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
Ibnu Jarīr berkata: ---إِنَّ مَعْنىٰ: أُولٰئِكَ عَلىٰ هُدىً مِنْ رَبِّهِمْ، عَلىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِمْ وَبُرْهانٍ وَاسْتِقامَةٍ وَسَدادٍ بِتَسْديدِ اللَّهِ إِيّاهُمْ وَتَوْفِيقِهِ لَهُمْ،
Sesungguhnya makna “mereka itulah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka” adalah: berada di atas cahaya dari Rabb mereka, hujjah, kelurusan, dan kebenaran, dengan cara Allah meneguhkan mereka dan memberi taufik kepada mereka. ---وَالْمُفْلِحُونَ: أَيِ الْمُنْجِحُونَ، الْمُدْرِكُونَ ما طَلَبُوا عِنْدَ اللَّهِ بِأَعْمالِهِمْ وَإِيمانِهِمْ بِاللَّهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ.
Dan “al-muflihūn” (orang-orang yang beruntung) maksudnya adalah: orang-orang yang berhasil, yang meraih apa yang mereka cari di sisi Allah melalui amal-amal mereka dan keimanan mereka kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. ---هٰذا مَعْنَى كَلامِهِ.
Demikian makna ucapan beliau (Ibnu Jarīr). ---وَالْفَلاحُ أَصْلُهُ فِي اللُّغَةِ: الشَّقُّ وَالْقَطْعُ، قالَهُ أَبو عُبَيْدٍ.
“Kata al-falāḥ” secara asal dalam bahasa bermakna: membelah dan memotong; demikian dikatakan oleh Abū ‘Ubaid. ---وَيُقالُ لِلَّذِي شُقَّتْ شَفَتُهُ: أَفْلَحُ،
Dan orang yang terbelah bibirnya disebut “aflaḥ”. ---وَمِنْهُ سُمِّيَ الأَكّارُ فَلّاحًا، لِأَنَّهُ يَشُقُّ الأَرْضَ بِالْحَرْثِ،
Dari akar kata ini pula, para petani disebut “fallāḥ”, karena mereka membelah tanah dengan bajaknya. ---فَكَأَنَّ الْمُفْلِحَ قَدْ قَطَعَ الْمَصاعِبَ حَتّىٰ نالَ مَطْلُوبَهُ.
Seakan-akan orang yang beruntung (al-muflih) itu telah memotong dan melampaui berbagai kesulitan hingga meraih apa yang ia kehendaki. ---قالَ الْقُرْطُبِيُّ: وَقَدْ يُسْتَعْمَلُ فِي الْفَوْزِ وَالْبَقاءِ، وَهُوَ أَصْلُهُ أَيْضًا فِي اللُّغَةِ،
Al-Qurṭubī berkata: Kata tersebut juga digunakan dalam makna kemenangan (al-fawz) dan keberlangsungan (al-baqā’), dan ini juga merupakan asal maknanya dalam bahasa. ---فَمَعْنَى: أُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ: الْفائِزُونَ بِالْجَنَّةِ وَالْباقُونَ.
Maka makna “mereka itulah orang-orang yang beruntung” adalah: orang-orang yang menang (beruntung) dengan mendapat surga dan kekal di dalamnya. ---وَقالَ فِي «الْكَشَّافِ»: الْمُفْلِحُ: الْفائِزُ بِالْبُغْيَةِ، كَأَنَّهُ الَّذِي انْفَتَحَتْ لَهُ وُجُوهُ الظَّفَرِ وَلَمْ تَسْتَغْلِقْ عَلَيْهِ. انْتَهىٰ.
Dan dalam Al-Kasysyāf disebutkan: Al-muflih adalah orang yang meraih apa yang dikehendakinya; seakan-akan dialah orang yang seluruh jalan kemenangan terbuka untuknya dan tidak tertutup. Selesai. ---وَقَدِ اسْتُعْمِلَ الْفَلاحُ فِي السُّحورِ،
Kata “falāḥ” juga digunakan dalam makna sahur, ---وَمِنْهُ الْحَدِيثُ الَّذِي أَخْرَجَهُ أَبو داوُدَ:
dan di antara contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud: ---«حَتّىٰ كادَ يَفوتُنا الْفَلاحُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ. قُلْتُ: وَما الْفَلاحُ؟ قالَ: السُّحورُ».
“Sampai-sampai hampir terlewat dari kami al-falāḥ ketika bersama Rasulullah ﷺ.” Aku berkata: “Apakah al-falāḥ itu?” Beliau menjawab: “Sahur.” ---فَكَأَنَّ مَعْنَى الْحَدِيثِ: أَنَّ السُّحورَ بِهِ بَقاءُ الصَّوْمِ، فَلِهٰذا سُمِّيَ فَلاحًا.
Seakan-akan makna hadis ini adalah bahwa dengan sahur itu puasa dapat terus dilanjutkan, maka karena itulah ia dinamakan falāḥ (sebab keberlangsungan/kelestarian puasa). ---وَفِي تَكْرِيرِ اسْمِ الإِشارَةِ دَلالَةٌ عَلىٰ أَنَّ كُلًّا مِنَ الْهُدىٰ وَالْفَلاحِ مُسْتَقِلٌّ بِتَمَيُّزِهِمْ بِهِ عَنْ غَيْرِهِمْ،
Pengulangan isim isyarah (أُولٰئِكَ … وَأُولٰئِكَ) menunjukkan bahwa masing-masing dari petunjuk dan keberuntungan itu berdiri sendiri dalam membedakan mereka dari selain mereka, ---بِحَيْثُ لَوِ انْفَرَدَ أَحَدُهُما لَكَفىٰ تَمَيُّزًا عَلىٰ حِيالِهِ.
sehingga seandainya salah satunya (petunjuk saja atau keberuntungan saja) berdiri sendiri pun sudah cukup menjadi pembeda tersendiri. ---وَفائِدَةُ ضَمِيرِ الْفَصْلِ: الدَّلالَةُ عَلىٰ اخْتِصاصِ الْمُسْنَدِ إِلَيْهِ بِالْمُسْنَدِ دُونَ غَيْرِهِ.
Dan faedah adanya ḍamīr al-faṣl (“هُمُ” dalam: “هُمُ الْمُفْلِحُونَ”) adalah menunjukkan kekhususan subjek pada predikat itu, bukan pada selainnya (yakni merekalah secara khusus yang benar-benar beruntung). ---وَقَدْ رَوى السُّدِّيُّ عَنْ أَبي مالِكٍ وَأَبي صالِحٍ عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدانيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَعَنْ أُناسٍ مِنَ الصَّحابَةِ:
As-Suddī meriwayatkan dari Abū Mālik dan Abū Ṣāliḥ dari Ibnu ‘Abbās, dan dari Murrah Al-Hamdānī dari Ibnu Mas‘ūd, dan dari sejumlah sahabat: ---أَنَّ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ: هُمُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ الْعَرَبِ،
bahwa “orang-orang yang beriman kepada yang gaib” adalah orang-orang beriman dari kalangan Arab. ---الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِما أُنْزِلَ إِلىٰ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَما أُنْزِلَ إِلىٰ مَنْ قَبْلَهُ: هُمُ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ،
Sedangkan “orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ dan apa yang diturunkan sebelum beliau” adalah orang-orang beriman dari kalangan Ahli Kitab. ---ثُمَّ جَمَعَ الْفَرِيقَيْنِ فَقالَ: أُولٰئِكَ عَلىٰ هُدىً مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
Kemudian Allah mengumpulkan kedua golongan tersebut dalam satu sebutan, lalu berfirman: “Merekalah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” ---وَقَدْ قَدَّمْنا الإِشارَةَ إِلىٰ هٰذا وَإِلىٰ ما هُوَ أَرْجَحُ مِنْهُ،
Telah kami isyaratkan sebelumnya kepada pendapat ini dan kepada pendapat yang lebih kuat darinya, ---كَمَا هُوَ مَنْقولٌ عَنْ مُجاهِدٍ وَأَبي الْعالِيَةِ وَالرَّبيعِ بْنِ أَنَسٍ وَقَتادَةَ.
sebagaimana dinukil dari Mujāhid, Abul-‘Āliyah, Ar-Rabī‘ bin Anas, dan Qatādah. ---وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبي حاتِمٍ مِنْ حَديثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قالَ:
Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari hadis ‘Abdullāh bin ‘Amr, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: ---«قيلَ: يا رَسُولَ اللَّهِ! إِنّا نَقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ فَنَرْجُو، وَنَقْرَأُ فَنَكادُ أَنْ نَيْأَسَ، أَوْ كَما قالَ،
“Dikatakan (kepada beliau): ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami membaca (sebagian) dari Al-Qur’an maka kami berharap, dan kami membaca (sebagian yang lain) maka hampir saja kami berputus asa,’ atau sebagaimana (perawi) berkata, ---فقالَ: أَلا أُخْبِرُكُمْ عَنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَأَهْلِ النَّارِ؟
maka beliau bersabda: ‘Maukah kalian aku beritahu tentang penghuni surga dan penghuni neraka?’ ---قالوا: بَلىٰ يا رَسُولَ اللَّهِ!
Mereka menjawab: ‘Tentu, wahai Rasulullah!’ ---قالَ: الم، ذٰلِكَ الْكِتابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدىً لِلْمُتَّقِينَ إِلىٰ قَوْلِهِ: الْمُفْلِحُونَ، هٰؤُلاءِ أَهْلُ الْجَنَّةِ».
Beliau bersabda: ‘الٓمّ، ذٰلِكَ الْكِتابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدىً لِلْمُتَّقِينَ …’ sampai firman-Nya: ‘… الْمُفْلِحُونَ’; mereka itulah penghuni surga.” ---قالوا: إِنّا نَرْجُو أَنْ نَكُونَ هٰؤُلاءِ.
Mereka berkata: “Kami berharap termasuk golongan mereka.” ---ثُمَّ قالَ: «إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَواءٌ عَلَيْهِمْ … إِلىٰ قَوْلِهِ: عَظِيمٌ، هٰؤُلاءِ أَهْلُ النَّارِ».
Kemudian beliau bersabda: “إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَواءٌ عَلَيْهِمْ …” hingga firman-Nya: “… عَظِيمٌ”; mereka itulah penghuni neraka.” ---قالوا: أَلَسْنا هُمْ يا رَسُولَ اللَّهِ؟!
Mereka berkata: “Bukankah kami termasuk mereka itu, wahai Rasulullah?!” ---قالَ: «أَجَلْ» «1» .
Beliau menjawab: “Benar.” (1) ---وَقَدْ وَرَدَ فِي فَضْلِ هٰذِهِ الآياتِ الشَّرِيفَةِ أَحادِيثُ،
Dan telah datang beberapa hadis tentang keutamaan ayat-ayat mulia ini, ---مِنْها ما أَخْرَجَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ فِي «زَواءِدِ الْمُسْنَدِ» وَالْحاكِمُ وَالْبَيْهَقِيُّ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قالَ:
di antaranya apa yang diriwayatkan oleh ‘Abdullāh bin Ahmad dalam Zawā`id al-Musnad, Al-Ḥākim dan Al-Baihaqī, dari Ubay bin Ka‘b, ia berkata: ---«كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ، فَجاءَ أَعْرابِيٌّ فَقالَ: يا نَبِيَّ اللَّهِ! إِنَّ لِي أَخًا وَبِهِ وَجَعٌ.
“Aku pernah berada di sisi Nabi ﷺ, lalu datang seorang Arab dusun dan berkata: ‘Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku mempunyai seorang saudara, dan ia menderita sakit.’ ---فقالَ: «وَما وَجَعُهُ؟» قالَ: «بِهِ لَمَمٌ».
Beliau bersabda: ‘Sakit apa yang ia derita?’ Ia menjawab: ‘Ia terkena gangguan (setan / penyakit kejiwaan).’ ---قالَ: «فَائْتِنِي بِهِ».
Beliau bersabda: “Bawalah ia kepadaku.” ---فَوَضَعَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَعَوَّذَهُ النَّبِيُّ ﷺ بِفاتِحَةِ الْكِتابِ،
Maka orang itu meletakkan saudaranya di hadapan beliau; lalu Nabi ﷺ meruqyahnya dengan membacakan Fātiḥat al-Kitāb (Al-Fātiḥah), ---وَأَرْبَعِ آياتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ،
dan empat ayat pertama dari awal Surat Al-Baqarah, ---وَهاتَيْنِ الآيَتَيْنِ: وَإِلهُكُمْ إِلهٌ واحِدٌ، وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ،
dan dua ayat ini: “وَإِلهُكُمْ إِلهٌ واحِدٌ …” dan Ayat Al-Kursī, ---وَثَلاثِ آياتٍ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ،
dan tiga ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah, ---وَآيَةٍ مِنْ «آلِ عِمْرانَ»: شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلهَ إِلا هُوَ،
dan satu ayat dari Āli ‘Imrān: “شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلهَ إِلا هُوَ …”, ---وَآيَةٍ مِنَ «الأَعْرافِ»: إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ…
dan satu ayat dari Al-A‘rāf: “إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ …”, ---وَآخِرِ سُورَةِ الْمُؤْمِنِينَ: فَتَعالىٰ اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ،
dan akhir Surat Al-Mu’minūn: “فَتَعالىٰ اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ …”, ---وَآيَةٍ مِنْ سُورَةِ «الْجِنِّ»: وَأَنَّهُ تَعالىٰ جَدُّ رَبِّنا…
dan satu ayat dari Surat Al-Jinn: “وَأَنَّهُ تَعالىٰ جَدُّ رَبِّنا …”, ---وَعَشْرِ آياتٍ مِنْ أَوَّلِ «الصَّافّاتِ»،
dan sepuluh ayat dari awal Surat Ash-Ṣāffāt, ---وَثَلاثِ آياتٍ مِنْ آخِرِ سُورَةِ «الْحَشْرِ»،
dan tiga ayat terakhir dari Surat Al-Ḥasyr, ---وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ،
serta “Qul Huwa Allāhu Aḥad” (Surat Al-Ikhlāṣ) dan dua surat perlindungan (Al-Falaq dan An-Nās), ---فَقامَ الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَشْتَكِ قَطُّ».
maka lelaki itu pun berdiri seakan-akan belum pernah mengeluh sakit sama sekali.” ---وَأَخْرَجَ نَحْوَهُ ابْنُ السُّنِّيِّ فِي «عَمَلِ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ» مِنْ طَرِيقِ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ أَبي يَعْلىٰ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ أُبَيٍّ مِثْلَهُ.
Riwayat semisal ini juga dikeluarkan oleh Ibnu As-Sunnī dalam kitab ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, melalui jalur ‘Abdurraḥmān bin Abī Ya‘lā, dari seorang laki-laki, dari Ubay, dengan lafaz yang mirip. ---وَأَخْرَجَ الدَّارِمِيُّ وَابْنُ الضُّرَيْسِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قالَ:
Ad-Dārimī dan Ibnu Aḍ-Ḍurais meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd, ia berkata: ---«مَنْ قَرَأَ أَرْبَعَ آياتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ، وَآيَتَيْنِ بَعْدَ آيَةِ الْكُرْسِيِّ، وَثَلاثًا مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ،
“Barangsiapa membaca empat ayat dari awal Surat Al-Baqarah, Ayat Al-Kursī, dua ayat setelah Ayat Al-Kursī, dan tiga ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah, ---لَمْ يَقْرَبْهُ وَلا أَهْلَهُ يَوْمَئِذٍ شَيْطانٌ، وَلا شَيْءٌ يَكْرَهُهُ فِي أَهْلِهِ وَلا مالِهِ،
maka pada hari itu setan tidak akan mendekati dirinya maupun keluarganya, dan tidak akan ada sesuatu pun yang ia benci menimpa keluarga atau hartanya, ---وَلا تُقْرَأُ عَلىٰ مَجْنُونٍ إِلا أَفاقَ».
dan tidaklah ayat-ayat itu dibacakan kepada orang gila melainkan ia akan sadar (sembuh).” ---وَأَخْرَجَ الدَّارِمِيُّ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَالطَّبَرانيُّ عَنْهُ قالَ:
Ad-Dārimī, Ibnu Al-Mundzir dan Ath-Ṭabarānī meriwayatkan darinya (Ibnu Mas‘ūd), ia berkata: ---«مَنْ قَرَأَ عَشْرَ آياتٍ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ، لَمْ يَدْخُلْ ذٰلِكَ الْبَيْتَ شَيْطانٌ تِلْكَ اللَّيْلَةَ حَتّىٰ يُصْبِحَ:
“Barangsiapa membaca sepuluh ayat dari Surat Al-Baqarah pada suatu malam, maka tidak akan masuk rumah itu setan pada malam itu hingga pagi, ---أَرْبَعٌ مِنْ أَوَّلِها، وَآيَةُ الْكُرْسِيِّ، وَآيَتانِ بَعْدَها، وَثَلاثُ خَواتِيمِها، وَأَوَّلُها: لِلَّهِ ما فِي السَّماواتِ…».
( yaitu) empat ayat dari awalnya, Ayat Al-Kursī, dua ayat setelahnya, dan tiga ayat penutupnya. Dan awal (ayat penutup itu) adalah: ‘لِلَّهِ ما فِي السَّماواتِ…’” ---وَأَخْرَجَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَالدَّارِمِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ سُبَيْعٍ، وَكانَ مِنْ أَصْحابِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، بنَحْوِهِ.
Sa‘īd bin Manṣūr, Ad-Dārimī, dan Al-Baihaqī meriwayatkan dari Al-Mughīrah bin Subai‘ – ia termasuk sahabat ‘Abdullāh bin Mas‘ūd – dengan riwayat yang semakna. ---وَأَخْرَجَ الطَّبَرانيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
Ath-Ṭabarānī dan Al-Baihaqī meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ---«إِذا ماتَ أَحَدُكُمْ فَلا تَحْبِسُوهُ، وَأَسْرِعُوا بِهِ إِلىٰ قَبْرِهِ،
“Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, janganlah kalian menahannya (berlama-lama), dan segerakanlah membawanya ke kuburnya, ---وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفاتِحَةِ الْبَقَرَةِ، وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ».
dan hendaklah dibacakan di sisi kepalanya awal Surat Al-Baqarah, dan di sisi kedua kakinya akhir Surat Al-Baqarah.” ---وَقَدْ وُرِدَ فِي ذٰلِكَ غَيْرُ هٰذا.
Dan dalam masalah ini masih terdapat riwayat-riwayat lain selain yang telah disebutkan. ---
(1) البَقَرَةُ: 285.
(2) النِّساءُ: 152.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - جـ ١ (ص: ٤٥)
Fath al-Qadīr karya Asy-Syaukānī – Jilid 1 (hlm. 45).