Al Baqarah Ayat 29
[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2) : آيَةٌ ٢٩]
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٩)
Dialah (Allah) yang menciptakan untuk kalian segala apa yang ada di bumi seluruhnya.
Kemudian Dia beristiwa’ menuju langit, lalu Dia menyempurnakan langit itu menjadi tujuh langit.
Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
---
قَالَ ابْنُ كَيْسَانَ: «خَلَقَ لَكُمْ» أَيْ: مِنْ أَجْلِكُمْ،
Ibnu Kaysān berkata: Frasa “khalaqa lakum” (menciptakan untuk kalian) artinya: demi kepentingan kalian.
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَشْيَاءِ الْمَخْلُوقَةِ الْإِبَاحَةُ،
Dan di dalamnya terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu yang diciptakan adalah boleh,
حَتَّى يَقُومَ دَلِيلٌ يَدُلُّ عَلَى النَّقْلِ عَنْ هَذَا الْأَصْلِ،
sampai ada dalil yang menunjukkan berpindah dari hukum asal ini (menjadi haram, makruh, atau lainnya).
وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْحَيَوَانَاتِ وَغَيْرِهَا مِمَّا يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ غَيْرِ ضَرَرٍ،
Dan tidak ada perbedaan antara hewan dan selainnya dari segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan tanpa menimbulkan mudarat.
وَفِي التَّأْكِيدِ بِقَوْلِهِ: «جَمِيعًا» أَقْوَى دَلَالَةً عَلَى هَذَا.
Penegasan dengan firman-Nya “jamī‘an” (seluruhnya) mengandung petunjuk yang lebih kuat atas hal ini.
وَقَدِ اسْتُدِلَّ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى تَحْرِيمِ أَكْلِ الطِّينِ، لِأَنَّهُ تَعَالَى خَلَقَ لَنَا مَا فِي الْأَرْضِ دُونَ نَفْسِ الْأَرْضِ.
Ayat ini telah dijadikan dalil atas haramnya memakan tanah,
karena Allah Ta‘ala menciptakan untuk kita apa yang ada di bumi, bukan zat bumi itu sendiri.
وَقَالَ الرَّازِيُّ فِي تَفْسِيرِهِ: إِنَّ لِقَائِلٍ أَنْ يَقُولَ: إِنَّ فِي جُمْلَةِ الْأَرْضِ مَا يُطْلَقُ عَلَيْهِ أَنَّهُ «فِي الْأَرْضِ»، فَيَكُونُ جَامِعًا لِلْوَصْفَيْنِ،
Ar-Razi berkata dalam tafsirnya:
Boleh saja seseorang berkata: “Sesungguhnya di dalam kategori ‘bumi’ terdapat sesuatu yang juga dapat disebut sebagai ‘di bumi’.
Maka sesuatu itu menyandang dua sifat sekaligus (ia adalah bagian dari bumi dan juga termasuk ‘apa yang ada di bumi’).”
وَلَا شَكَّ أَنَّ الْمَعَادِنَ دَاخِلَةٌ فِي تِلْكَ، وَكَذَلِكَ عُرُوقُ الْأَرْضِ وَمَا يَجْرِي مَجْرَى الْبَعْضِ لَهَا،
Tidak diragukan lagi bahwa barang-barang tambang termasuk di dalamnya,
demikian pula urat-urat bumi dan segala sesuatu yang kedudukannya seperti sebagian dari bumi.
وَلِأَنَّ تَخْصِيصَ الشَّيْءِ بِالذِّكْرِ لَا يَدُلُّ عَلَى نَفْيِ الْحُكْمِ عَمَّا عَدَاهُ. انْتَهَى.
Selain itu, pengkhususan penyebutan sesuatu (dalam nash) tidak menunjukkan penafian hukum dari selainnya.
Selesai (ucapan ar-Razi).
وَقَدْ ذَكَرَ صَاحِبُ «الْكَشَّافِ» مَا هُوَ أَوْضَحُ مِنْ هَذَا، فَقَالَ:
Pemilik al-Kasysyāf telah menyebut sesuatu yang lebih jelas dari ini, ia berkata:
فَإِنْ قُلْتَ: هَلْ لِقَوْلِ مَنْ زَعَمَ أَنَّ الْمَعْنَى: «خَلَقَ لَكُمُ الْأَرْضَ وَمَا فِيهَا» وَجْهُ صِحَّةٍ؟
“Jika engkau bertanya: Apakah ucapan orang yang beranggapan bahwa maknanya adalah ‘Dia menciptakan untuk kalian bumi dan apa yang ada di dalamnya’ bisa dibenarkan?”
قُلْتُ: إِنْ أَرَادَ بِالْأَرْضِ «الْجِهَاتِ السُّفْلِيَّةَ» دُونَ «الْغَبْرَاءِ» كَمَا تُذْكَرُ السَّمَاءُ وَيُرَادُ «الْجِهَاتُ الْعُلْوِيَّةُ» جَازَ ذَلِكَ،
“Maka aku menjawab: Jika yang ia maksud dengan ‘bumi’ adalah arah-arah bawah, bukan gumpalan tanah (bola bumi) itu sendiri —
sebagaimana ‘langit’ disebut dan yang dimaksud adalah arah-arah atas — maka hal itu boleh.
فَإِنَّ «الْغَبْرَاءَ» وَمَا فِيهَا وَاقِعَةٌ فِي «الْجِهَاتِ السُّفْلِيَّةِ». انْتَهَى.
Sebab gumpalan bumi dan segala yang ada di dalamnya itu berada di arah-arah bawah.”
Selesai (ucapan al-Kasysyāf).
وَأَمَّا التُّرَابُ فَقَدْ وَرَدَ فِي السُّنَّةِ تَحْرِيمُهُ، وَهُوَ أَيْضًا ضَارٌّ، فَلَيْسَ مِمَّا يُنْتَفَعُ بِهِ أَكْلًا،
Adapun tanah (debu), maka dalam sunnah telah disebutkan pengharamannya.
Tanah juga membahayakan, maka ia bukan termasuk sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan cara dimakan.
وَلَكِنَّهُ يُنْتَفَعُ بِهِ فِي مَنَافِعَ أُخْرَى،
Akan tetapi, tanah bisa dimanfaatkan dalam manfaat-manfaat lain.
وَلَيْسَ الْمُرَادُ مَنْفَعَةً خَاصَّةً كَمَنْفَعَةِ الْأَكْلِ، بَلْ كُلُّ مَا يَصْدُقُ عَلَيْهِ أَنَّهُ «يُنْتَفَعُ بِهِ» بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ.
Dan yang dimaksud dalam ayat bukanlah satu jenis manfaat tertentu seperti manfaat makan,
melainkan setiap hal yang benar-benar dapat dikatakan “bisa dimanfaatkan” dalam bentuk manfaat apa pun.
وَ«جَمِيعًا» مَنْصُوبٌ عَلَى الْحَالِ.
Kata “jamī‘an” dibaca manshub sebagai keterangan keadaan (ḥāl).
وَالِاسْتِوَاءُ فِي اللُّغَةِ: الِاعْتِدَالُ وَالِاسْتِقَامَةُ، قَالَهُ فِي «الْكَشَّافِ»،
“Istiwa’” secara bahasa adalah keseimbangan dan kelurusan.
Demikian dikatakan dalam al-Kasysyāf.
وَيُطْلَقُ عَلَى الِارْتِفَاعِ وَالْعُلُوِّ عَلَى الشَّيْءِ،
Istiwā’ juga digunakan untuk makna naik dan tinggi di atas sesuatu.
قَالَ تَعَالَى: فَإِذَا اسْتَوَيْتَ أَنْتَ وَمَنْ مَعَكَ عَلَى الْفُلْكِ «1» وَقَالَ: لِتَسْتَوُوا عَلى ظُهُورِهِ «2»،
Allah Ta‘ala berfirman: “Maka apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah naik di atas bahtera.”1
Dan Dia berfirman: “Agar kalian dapat berdiri tegak (duduk/berada tetap) di atas punggungnya (hewan tunggangan itu).”2
وَهَذَا الْمَعْنَى هُوَ الْمُنَاسِبُ لِهَذِهِ الْآيَةِ.
Makna inilah yang paling sesuai dengan ayat ini.
وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ هَذِهِ الْآيَةَ مِنَ الْمُشْكِلَاتِ.
Ada yang mengatakan bahwa ayat ini termasuk ayat-ayat yang sulit (penafsirannya).
وَقَدْ ذَهَبَ كَثِيرٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ إِلَى الْإِيمَانِ بِهَا وَتَرْكِ التَّعَرُّضِ لِتَفْسِيرِهَا، وَخَالَفَهُمْ آخَرُونَ.
Banyak imam berpendapat bahwa yang wajib adalah mengimaninya dan tidak membahas tafsir rinci tentang hakikat istiwā’,
sementara yang lain menyelisihi (mencoba menafsirkan).
وَالضَّمِيرُ فِي قَوْلِهِ: «فَسَوَّاهُنَّ» مُبْهَمٌ يُفَسِّرُهُ مَا بَعْدَهُ، كَقَوْلِهِمْ: «زَيْدٌ رَجُلًا»،
Dhamir (kata ganti) pada firman-Nya: “fa-sawwāhunna” (lalu Dia menyempurnakan/menjadikan mereka) adalah dhamir yang masih samar,
yang dijelaskan oleh kata setelahnya, seperti ungkapan mereka: “Zaid, (dia adalah) seorang laki-laki.”
وَقِيلَ: إِنَّهُ رَاجِعٌ إِلَى «السَّمَاءِ» لِأَنَّهَا فِي مَعْنَى الْجِنْسِ، وَالْمَعْنَى: أَنَّهُ عَدَلَ خَلْقَهُنَّ فَلَا اعْوِجَاجَ فِيهِ.
Ada juga yang berkata: dhamir itu kembali kepada “as-samā’” karena ia dalam makna jenis (jins).
Maknanya: Allah menyempurnakan penciptaan langit-langit itu, sehingga tidak ada kebengkokan padanya.
وَقَدِ اسْتُدِلَّ بِقَوْلِهِ: ﴿ثُمَّ اسْتَوَىٰ﴾ عَلَى أَنَّ خَلْقَ الْأَرْضِ مُتَقَدِّمٌ عَلَى خَلْقِ السَّمَاءِ،
Dari firman-Nya: “ṯumma istawā ilā as-samā’” (kemudian Dia beristiwa’ menuju langit) diambil dalil bahwa penciptaan bumi lebih dahulu daripada penciptaan langit.
وَكَذَلِكَ الْآيَةُ الَّتِي فِي «حم السَّجْدَةِ».
Demikian pula ayat yang terdapat dalam Surah Ḥā Mīm as-Sajdah (Fussilat).
وَقَالَ فِي «النَّازِعَاتِ»: ﴿أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا﴾ «3»، فَوَصَفَ خَلْقَهَا ثُمَّ قَالَ: ﴿وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا﴾ «4»،
Dan Allah berfirman dalam Surah an-Nāzi‘āt:
“Apakah penciptaan kalian yang lebih sulit, ataukah langit? Dia yang membangunnya.”3
Lalu Dia menyebutkan sifat penciptaan langit, kemudian berfirman:
“Dan bumi setelah itu Dia hamparkan.”4
فَكَأَنَّ السَّمَاءَ عَلَى هَذَا خُلِقَتْ قَبْلَ الْأَرْضِ،
Seakan-akan, berdasarkan ayat ini, langit diciptakan sebelum bumi.
وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ﴾ «5».
Demikian juga firman-Nya Ta‘ala: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.”5
وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ خَلْقَ جِرْمِ الْأَرْضِ مُتَقَدِّمٌ عَلَى السَّمَاءِ، وَدَحْوَهَا مُتَأَخِّرٌ.
Ada yang mengatakan: penciptaan jasad bumi itu sendiri lebih dahulu daripada langit,
adapun penghamparannya (pembentangannya) terjadi belakangan.
وَقَدْ ذَكَرَ نَحْوَ هَذَا جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَهَذَا جَمْعٌ جَيِّدٌ لَا بُدَّ مِنَ الْمَصِيرِ إِلَيْهِ،
Sejumlah ulama telah menyebut penjelasan serupa, dan ini adalah bentuk kompromi yang baik yang mesti ditempuh.
وَلَكِنْ خَلْقُ مَا فِي الْأَرْضِ لَا يَكُونُ إِلَّا بَعْدَ الدَّحْوِ،
Namun, penciptaan segala sesuatu yang ada di bumi tidak mungkin terjadi kecuali setelah bumi dihamparkan.
وَالْآيَةُ الْمَذْكُورَةُ هُنَا دَلَّتْ عَلَى أَنَّهُ خَلَقَ مَا فِي الْأَرْضِ قَبْلَ خَلْقِ السَّمَاءِ،
Sedangkan ayat yang disebut di sini (Al-Baqarah: 29) menunjukkan bahwa Allah menciptakan apa yang ada di bumi sebelum menciptakan langit.
وَهَذَا يَقْتَضِي بَقَاءَ الْإِشْكَالِ وَعَدَمَ التَّخَلُّصِ عَنْهُ بِمِثْلِ هَذَا الْجَمْعِ.
Hal ini menyebabkan masalah (pertentangan lahiriah ayat-ayat) tetap ada dan tidak sepenuhnya terpecahkan hanya dengan kompromi semacam ini.
وَقَوْلُهُ: ﴿سَبْعَ سَمَاوَاتٍ﴾ فِيهِ التَّصْرِيحُ بِأَنَّ السَّمَاوَاتِ سَبْعٌ،
Firman-Nya: “tujuh langit” secara tegas menunjukkan bahwa langit itu berjumlah tujuh.
وَأَمَّا الْأَرْضُ فَلَمْ يَأْتِ فِي ذِكْرِ عَدَدِهَا إِلَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ﴾،
Adapun bumi, tidak ada penyebutan jumlahnya kecuali firman-Nya Ta‘ala: “Dan dari bumi yang serupa dengan itu (yakni dengan langit).”
فَقِيلَ: أَيْ فِي الْعَدَدِ، وَقِيلَ: أَيْ فِي غِلَظِهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ.
Ada yang berkata: maksudnya sama dalam jumlahnya.
Ada pula yang berkata: sama dalam ketebalannya dan jarak antara satu dengan yang lainnya.
وَقَالَ الدَّاوُدِيُّ: إِنَّ الْأَرْضَ سَبْعٌ، وَلَكِنْ لَمْ يُفْتَقْ بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ.
Ad-Dāwudi berkata: “Sesungguhnya bumi itu tujuh lapis, hanya saja belum ‘dibelah’ satu sama lain (belum terpisah-pisah).”
وَالصَّحِيحُ أَنَّهَا سَبْعٌ كَالسَّمَاوَاتِ.
Yang benar adalah bahwa bumi itu juga tujuh (lapis), sebagaimana langit.
وَقَدْ ثَبَتَ فِي «الصَّحِيحِ» قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا، طَوَّقَهُ اللَّهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ»،
Dalam Shahih (al-Bukhari dan Muslim) telah tetap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, Allah akan mengalungkan di lehernya (pada hari Kiamat) dari tujuh lapis bumi.”
وَهُوَ ثَابِتٌ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ وَسَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ.
Hadis ini diriwayatkan secara sahih dari ‘Aisyah dan Sa‘id bin Zaid.
وَمَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَسَوَّاهُنَّ﴾ سَوَّى سُطُوحَهُنَّ بِالْإِمْلَاسِ، وَقِيلَ: جَعَلَهُنَّ سَوَاءً.
Makna firman-Nya Ta‘ala: “fa-sawwāhunna” adalah: Dia meratakan permukaan langit-langit itu.
Ada juga yang berkata: maknanya Dia menjadikan mereka sama (setara dalam kesempurnaan ciptaan).
قَالَ الرَّازِيُّ فِي تَفْسِيرِهِ: فَإِنْ قِيلَ: فَهَلْ يَدُلُّ التَّنْصِيصُ عَلَى «سَبْعِ سَمَاوَاتٍ» أَيْ: فَقَطْ؟
Ar-Razi berkata dalam tafsirnya:
“Jika dikatakan: Apakah penegasan penyebutan ‘tujuh langit’ itu menunjukkan bahwa jumlahnya terbatas hanya tujuh saja?”
قُلْنَا: الْحَقُّ أَنَّ تَخْصِيصَ الْعَدَدِ بِالذِّكْرِ لَا يَدُلُّ عَلَى نَفْيِ الزَّائِدِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ. انْتَهَى.
“Kami jawab: Yang benar adalah bahwa pembatasan suatu bilangan dalam penyebutan nash tidak menunjukkan penafian adanya tambahan dari bilangan itu.
Allah lebih mengetahui.” Selesai.
وَفِي هَذَا إِشَارَةٌ إِلَى مَا ذَكَرَهُ الْحُكَمَاءُ مِنَ الزِّيَادَةِ عَلَى السَّبْعِ.
Dalam pernyataan ini terdapat isyarat kepada apa yang disebutkan oleh para ahli hikmah (filsuf) tentang adanya (lapisan) langit lebih dari tujuh.
وَنَحْنُ نَقُولُ: إِنَّهُ لَمْ يَأْتِنَا عَنِ اللَّهِ وَلَا عَنْ رَسُولِهِ إِلَّا السَّبْعُ، فَنَقْتَصِرُ عَلَى ذَلِكَ،
Sedangkan kami berkata: Tidak datang kepada kami dari Allah dan Rasul-Nya kecuali (berita tentang) tujuh (lapis).
Maka kami cukup berhenti pada itu saja.
وَلَا نَعْمَلُ بِالزِّيَادَةِ إِلَّا إِذَا جَاءَتْ مِنْ طَرِيقِ الشَّرْعِ، وَلَمْ يَأْتِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ،
Dan kami tidak berpegang pada adanya tambahan (jumlah) kecuali jika datang melalui jalan syariat,
sementara belum ada sesuatu pun dari hal itu (yang sah dari nash).
وَإِنَّمَا أَثْبَتَ لِنَفْسِهِ سُبْحَانَهُ أَنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ، لِأَنَّهُ يَجِبُ أَنْ يَكُونَ عَالِمًا بِجَمِيعِ مَا ثَبَتَ أَنَّهُ خَالِقُهُ.
Allah Mahasuci Diri-Nya menegaskan bagi Diri-Nya bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu,
karena wajib bagi-Nya untuk mengetahui seluruh apa yang telah tetap bahwa Dia adalah Penciptanya.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٧٣)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Jilid 1 (hlm. 73).
وَقَدْ أَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا﴾ قَالَ:
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, tentang firman-Nya Ta‘ala:
“Dialah yang menciptakan untuk kalian segala apa yang ada di bumi seluruhnya,” ia berkata:
سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا كَرَامَةً مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً لِابْنِ آدَمَ، وَبُلْغَةً وَمَنْفَعَةً إِلَى أَجَلٍ.
“Allah telah menundukkan bagi kalian segala apa yang ada di bumi seluruhnya
sebagai bentuk pemuliaan dari Allah dan nikmat bagi anak Adam,
serta sebagai sarana kecukupan dan manfaat sampai waktu tertentu.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَأَبُو الشَّيْخِ فِي «الْعَظَمَةِ» عَنْ مُجَاهِدٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا﴾ قَالَ:
‘Abdur Razzaq, ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Abu asy-Syaikh dalam kitab al-‘Aẓamah meriwayatkan dari Mujahid, tentang firman-Nya:
“Dialah yang menciptakan untuk kalian segala apa yang ada di bumi seluruhnya,” ia berkata:
سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا، ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ، قَالَ: خَلَقَ الْأَرْضَ قَبْلَ السَّمَاءِ، فَلَمَّا خَلَقَ الْأَرْضَ ثَارَ مِنْهَا دُخَانٌ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: ﴿ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ﴾،
“Dia telah menundukkan bagi kalian segala apa yang ada di bumi seluruhnya.
Kemudian Dia beristiwa’ menuju langit.”
Mujahid berkata: “Allah menciptakan bumi sebelum langit.
Ketika Dia menciptakan bumi, naiklah asap darinya.
Itulah makna firman-Nya: ‘Kemudian Dia beristiwa’ menuju langit’.”
﴿فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ﴾ يَقُولُ: خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ بَعْضُهُنَّ فَوْقَ بَعْضٍ، وَسَبْعَ أَرَضِينَ بَعْضُهُنَّ فَوْقَ بَعْضٍ.
“Lalu Dia menyempurnakan langit itu menjadi tujuh langit,”
yakni: Allah menciptakan tujuh langit, sebagian di atas sebagian yang lain,
dan tujuh bumi, sebagian di atas sebagian yang lain.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ» عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ مَسْعُودٍ وَنَاسٍ مِنَ الصَّحَابَةِ فِي قَوْلِهِ:
Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asmā’ waṣ-Ṣifāt meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas‘ud, dan sejumlah sahabat, tentang firman-Nya:
﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ﴾ الْآيَةَ، قَالُوا:
“Dialah yang menciptakan untuk kalian segala apa yang ada di bumi ...” hingga akhir ayat, mereka berkata:
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ، وَلَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا قَبْلَ الْمَاءِ،
“Sesungguhnya Arsy Allah berada di atas air, dan Dia belum menciptakan sesuatu pun sebelum air.
فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، أَخْرَجَ مِنَ الْمَاءِ دُخَانًا، فَارْتَفَعَ فَوْقَ الْمَاءِ فَسَمَا عَلَيْهِ، فَسَمَّاهُ سَمَاءً،
Ketika Dia berkehendak untuk menciptakan makhluk, Dia mengeluarkan dari air itu asap.
Asap itu naik di atas air dan berada di atasnya, lalu Allah menamakannya ‘langit’.
ثُمَّ انْبَسَّ الْمَاءُ فَجَعَلَهُ أَرْضًا وَاحِدَةً، ثُمَّ فَتَقَهَا سَبْعَ أَرَضِينَ فِي يَوْمَيْنِ: الْأَحَدِ وَالِاثْنَيْنِ،
Kemudian air itu menghampar, lalu Allah menjadikannya satu bumi.
Kemudian Dia membelah bumi itu menjadi tujuh bumi dalam dua hari: Ahad dan Senin.
فَخَلَقَ الْأَرْضَ عَلَى حُوتٍ، وَهُوَ الَّذِي ذَكَرَهُ فِي قَوْلِهِ: ﴿ن ۚ وَالْقَلَمِ﴾، وَالْحُوتُ فِي الْمَاءِ، وَالْمَاءُ عَلَى ظَهْرِ صَفَاةٍ، وَالصَّفَاةُ عَلَى ظَهْرِ مَلَكٍ، وَالْمَلَكُ عَلَى صَخْرَةٍ، وَالصَّخْرَةُ فِي الرِّيحِ،
Allah menciptakan bumi di atas seekor ikan (ḥūt), yang disebutkan dalam firman-Nya: “Nūn, demi pena ...”.
Ikan itu berada di atas air; air tersebut berada di atas sebongkah batu datar;
batu datar itu di atas punggung malaikat;
malaikat itu di atas sebuah batu besar, dan batu itu berada di udara/angin.
وَهِيَ الصَّخْرَةُ الَّتِي ذَكَرَ لُقْمَانُ، لَيْسَتْ فِي السَّمَاءِ وَلَا فِي الْأَرْضِ،
Itulah batu yang disebutkan Luqman (dalam nasihatnya kepada anaknya);
ia tidak berada di langit dan tidak pula di bumi (yakni menggantung).
فَتَحَرَّكَ الْحُوتُ فَاضْطَرَبَ، فَتَزَلْزَلَتِ الْأَرْضُ، فَأَرْسَىٰ عَلَيْهَا الْجِبَالَ فَقَرَّتْ،
Tatkala ikan itu bergerak dan bergetar, bumi pun bergoncang.
Maka Allah menancapkan gunung-gunung di atasnya, lalu bumi menjadi tenang.
فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ﴾ «6»،
Itulah makna firman-Nya Ta‘ala: “Dan Dia menancapkan di bumi gunung-gunung yang kokoh agar bumi itu tidak bergoncang bersama kalian.”6
وَخَلَقَ الْجِبَالَ فِيهَا وَأَقْوَاتَ أَهْلِهَا، وَسَخَّرَهَا وَمَا يَنْبَغِي لَهَا فِي يَوْمَيْنِ: فِي الثُّلَاثَاءِ وَالْأَرْبِعَاءِ،
Dan Allah menciptakan gunung-gunung di dalamnya, juga rezeki penduduknya,
serta menundukkannya dan segala yang semestinya bagi bumi itu dalam dua hari: Selasa dan Rabu.
وَذَلِكَ قَوْلُهُ: ﴿أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ﴾ «7» إِلَى قَوْلِهِ: ﴿وَبَارَكَ فِيهَا﴾،
Itulah makna firman-Nya: “Apakah kalian benar-benar kafir kepada (Allah) yang menciptakan bumi ...”7
hingga firman-Nya: “dan Dia memberkahi bumi itu ...”
يَقُولُ: أَنْبَتَ شَجَرَهَا، ﴿وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا﴾ «8» يَقُولُ: أَقْوَاتَ أَهْلِهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ «9»، يَقُولُ: مَنْ سَأَلَ فَهَكَذَا الْأَمْرُ،
yakni: “Dia menumbuhkan pepohonannya, dan Dia menetapkan di dalamnya kadar-kadar rezekinya.”8
Maksudnya: rezeki bagi para penduduknya dalam empat hari, sama (banyaknya) bagi orang-orang yang meminta.”9
Artinya: siapa yang bertanya (bagaimana penciptaan itu), maka begitulah keadaannya.
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ «10»، وَكَانَ ذَلِكَ الدُّخَانُ مِنْ تَنَفُّسِ الْمَاءِ حِينَ تَنَفَّسَ، فَجَعَلَهَا سَمَاءً وَاحِدَةً،
“Kemudian Dia beristiwa’ menuju langit yang ketika itu masih berupa asap.”10
Asap itu berasal dari ‘napas’ air ketika ia mengepul.
Lalu Allah menjadikannya satu langit.
ثُمَّ فَتَقَهَا فَجَعَلَهَا سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ: فِي الْخَمِيسِ وَالْجُمُعَةِ،
Kemudian Allah membelahnya, lalu menjadikannya tujuh langit dalam dua hari: Kamis dan Jumat.
وَإِنَّمَا سُمِّيَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ لِأَنَّهُ جَمَعَ فِيهِ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ،
Hari Jumat dinamakan demikian karena pada hari itu Allah mengumpulkan penciptaan langit dan bumi.
﴿وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا﴾ «11»، قَالَ: خَلَقَ فِي كُلِّ سَمَاءٍ خَلْقَهَا مِنَ الْمَلَائِكَةِ، وَالْخَلْقِ الَّذِي فِيهَا مِنَ الْبِحَارِ وَجِبَالِ الْبَرْدِ وَمَا لَا يُعْلَمُ،
“Dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.”11
Mereka berkata: Allah menciptakan di setiap langit makhluk-makhluknya, berupa para malaikat,
juga makhluk lainnya yang ada di dalamnya seperti lautan, gunung-gunung es, dan hal-hal yang tidak diketahui.
ثُمَّ زَيَّنَ السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِالْكَوَاكِبِ، فَجَعَلَهَا زِينَةً وَحِفْظًا مِنَ الشَّيَاطِينِ،
Kemudian Allah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang,
lalu menjadikannya sebagai perhiasan dan penjaga dari (gangguan) setan.
فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ خَلْقِ مَا أَحَبَّ، اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ.
Dan ketika Allah telah selesai menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia beristiwa’ di atas Arsy.
وَأَخْرَجَ الْبَيْهَقِيُّ فِي «الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ» عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ﴾ يَعْنِي: صَعِدَ أَمْرُهُ إِلَى السَّمَاءِ، ﴿فَسَوَّاهُنَّ﴾ يَعْنِي: خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ،
Al-Baihaqi dalam al-Asmā’ waṣ-Ṣifāt meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, tentang firman-Nya:
“Kemudian Dia beristiwa’ menuju langit” — maksudnya: urusan-Nya naik ke langit.
“Fa-sawwāhunna” — maksudnya: Dia menciptakan tujuh langit.
قَالَ: أَجْرَى النَّارَ عَلَى الْمَاءِ، فَبَخَّرَ الْبَحْرَ، فَصَعِدَ فِي الْهَوَاءِ، فَجَعَلَ السَّمَاوَاتِ مِنْهُ.
Ibnu ‘Abbas berkata: “Allah menjalankan api di atas air, lalu menguapkan lautan.
Uap itu naik ke udara, dan Allah menjadikan langit-langit dari uap tersebut.”
وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي «الصَّحِيحِ»، قَالَ:
Telah tetap dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Shahih, dari hadis Abu Hurairah, ia berkata:
«أَخَذَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِيَدِي فَقَالَ: خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ آدَمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ».
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tanganku lalu bersabda:
‘Allah menciptakan tanah pada hari Sabtu,
menciptakan di dalamnya gunung-gunung pada hari Ahad,
menciptakan pepohonan pada hari Senin,
menciptakan segala sesuatu yang tidak disukai pada hari Selasa,
menciptakan cahaya pada hari Rabu,
menyebarkan binatang-binatang di dalamnya pada hari Kamis,
dan menciptakan Adam pada hari Jumat setelah Ashar.’”
وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مِنْ طُرُقٍ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَنِ وَغَيْرِهِمْ، عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ، أَحَادِيثُ فِي وَصْفِ السَّمَاوَاتِ،
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui berbagai jalur periwayatan di kitab-kitab Sunan dan selainnya,
dari sejumlah sahabat, telah tetap hadis-hadis tentang sifat langit-langit,
وَأَنَّ غِلَظَ كُلِّ سَمَاءٍ مَسِيرَةُ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ، وَمَا بَيْنَ كُلِّ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ خَمْسُمِائَةِ عَامٍ،
bahwa tebal setiap langit itu sejauh perjalanan 500 tahun,
dan jarak antara satu langit dengan langit di atasnya sejauh perjalanan 500 tahun,
وَأَنَّهَا سَبْعُ سَمَاوَاتٍ، وَأَنَّ الْأَرْضَ سَبْعُ أَرَضِينَ،
bahwa langit itu tujuh lapis, dan bumi pun tujuh lapis bumi.
وَكَذَلِكَ ثَبَتَ فِي وَصْفِ السَّمَاءِ آثَارٌ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.
Demikian pula telah tetap atsar-atsar (riwayat) dalam sifat-sifat langit dari sejumlah sahabat.
وَقَدْ ذَكَرَ السُّيُوطِيُّ فِي «الدُّرِّ الْمَنْثُورِ» بَعْضَ ذَلِكَ فِي تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ،
As-Suyuthi dalam ad-Durr al-Mantsūr menyebutkan sebagian hal itu dalam tafsir ayat ini.
وَإِنَّمَا تَرَكْنَا ذِكْرَهُ هَاهُنَا لِكَوْنِهِ غَيْرَ مُتَعَلِّقٍ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى الْخُصُوصِ، بَلْ هُوَ مُتَعَلِّقٌ بِمَا هُوَ أَعَمُّ مِنْهَا.
Namun kami tinggalkan penyebutannya di sini, karena tidak secara khusus berkaitan dengan ayat ini saja,
melainkan berkaitan dengan pembahasan yang lebih umum darinya.
---
1 ٱلْمُؤْمِنُونَ: ٢٨ Al-Mu’minûn: 28.
2 ٱلزُّخْرُفُ: ١٣ Az-Zukhruf: 13.
3 ٱلنَّازِعَاتُ: ٢٧ An-Nâzi‘ât: 27.
4 ٱلنَّازِعَاتُ: ٣٠ An-Nâzi‘ât: 30.
5 ٱلْأَنْعَامُ: ١ Al-An‘âm: 1.
6 ٱلنَّحْلُ: ١٥ An-Naḥl: 15.
7 فُصِّلَتْ: ٩ Fuṣṣilat: 9.
8 فُصِّلَتْ: ١٠ Fuṣṣilat: 10 (bagian “وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا”).
9 فُصِّلَتْ: ١٠ Fuṣṣilat: 10 (bagian “فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ”).
10 فُصِّلَتْ: ١١ Fuṣṣilat: 11.
11 فُصِّلَتْ: ١٢ Fuṣṣilat: 12.