Al Baqarah Ayat 25
[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2) : آيَةٌ ٢٥]
[Surat Al-Baqarah (2): ayat 25] ---
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٥)
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bahwa bagi mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Setiap kali mereka diberi rezeki berupa buah-buahan dari surga-surga itu, mereka berkata, “Inilah yang dahulu pernah diberikan kepada kami.”
Mereka diberi (buah-buahan itu) yang serupa (bentuknya).
Dan di dalamnya mereka memperoleh pasangan-pasangan yang disucikan.
Dan mereka kekal di dalamnya.
---
لَمَّا ذَكَرَ تَعَالَى جَزَاءَ الْكَافِرِينَ عَقَّبَ بِجَزَاءِ الْمُؤْمِنِينَ، لِيَجْمَعَ بَيْنَ التَّرْغِيبِ وَالتَّرْهِيبِ وَالْوَعْدِ وَالْوَعِيدِ،
Setelah Allah Ta‘ala menyebut balasan bagi orang-orang kafir, Dia susul dengan (penyebutan) balasan bagi orang-orang beriman,
agar Dia mengumpulkan antara dorongan (untuk taat) dan ancaman, antara janji dan peringatan.
كَمَا هِيَ عَادَتُهُ سُبْحَانَهُ فِي كِتَابِهِ الْعَزِيزِ، لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ تَنْشِيطِ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ لِطَاعَاتِهِ، وَتَثْبِيطِ عِبَادِهِ الْكَافِرِينَ عَنْ مَعَاصِيهِ.
Sebagaimana itulah kebiasaan-Nya, Mahasuci Dia, dalam Kitab-Nya yang mulia;
karena di dalamnya terdapat unsur memotivasi hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menaati-Nya,
dan melemahkan semangat hamba-hamba-Nya yang kafir dari berbuat maksiat kepada-Nya.
وَالتَّبْشِيرُ: الْإِخْبَارُ بِمَا يَظْهَرُ أَثَرُهُ عَلَى الْبَشَرَةِ، وَهِيَ الْجِلْدَةُ الظَّاهِرَةُ، مِنَ الْبِشْرِ وَالسُّرُورِ.
“At-tabsyīr” (memberi kabar gembira) adalah pemberitahuan tentang sesuatu yang pengaruhnya nampak pada kulit luar (wajah),
berupa keceriaan dan kegembiraan.
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْمُكَلَّفَ إِذَا قَالَ: مَنْ بَشَّرَنِي مِنْ عَبِيدِي فَهُوَ حُرٌّ فَبَشَّرَهُ وَاحِدٌ مِنْ عَبِيدِهِ فَأَكْثَرُ، فَإِنَّ أَوَّلَهُمْ يَكُونُ حُرًّا دُونَ الثَّانِي،
Al-Qurthubi berkata: Para ulama telah sepakat bahwa apabila seorang mukallaf berkata,
“Siapa di antara hamba-hambaku yang memberi kabar gembira kepadaku, maka ia merdeka,”
lalu ada seorang atau lebih dari hamba-hambanya yang memberi kabar gembira kepadanya,
maka yang merdeka hanyalah yang pertama, bukan yang kedua.
وَاخْتَلَفُوا إِذَا قَالَ: مَنْ أَخْبَرَنِي مِنْ عَبِيدِي بِكَذَا فَهُوَ حُرٌّ، فَقَالَ أَصْحَابُ الشَّافِعِيِّ: يَعُمُّ لِأَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ مُخْبِرٌ،
Mereka berbeda pendapat apabila ia berkata,
“Siapa di antara hamba-hambaku yang mengabarkan kepadaku tentang ini dan itu, maka ia merdeka.”
Para pengikut asy-Syafi‘i berkata: Ketentuannya berlaku umum,
karena masing-masing dari mereka adalah pemberi kabar.
وَقَالَ عُلَمَاؤُنَا: لَا، لِأَنَّ الْمُكَلَّفَ إِنَّمَا قَصَدَ خَبَرًا يَكُونُ بَشَارَةً،
Sedangkan ulama dari kalangan kami (madzhab lain) berkata: Tidak,
karena mukallaf itu bermaksud kepada suatu kabar yang berstatus kabar gembira,
وَذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِالْأَوَّلِ. انْتَهَى.
dan hal itu khusus bagi yang pertama. Selesai (ucapan al-Qurthubi).1
وَالْحَقُّ أَنَّهُ إِنْ أَرَادَ مَدْلُولَ الْخَبَرِ عُتِقُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَرَادَ الْخَبَرَ الْمُقَيَّدَ بِكَوْنِهِ بَشَارَةً عُتِقَ الْأَوَّلُ، فَالْخِلَافُ لَفْظِيٌّ.
Pendapat yang benar adalah: jika yang ia maksud adalah makna kabar itu secara umum, maka semua hamba itu merdeka.
Namun jika yang ia maksud adalah kabar yang dibatasi dengan sifat sebagai kabar gembira, maka yang merdeka hanyalah yang pertama.
Dengan demikian, perbedaan pendapat itu bersifat lafdzi (sekadar perbedaan ungkapan).
وَالْمَأْمُورُ بِالتَّبْشِيرِ قِيلَ: هُوَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، وَقِيلَ: هُوَ كُلُّ أَحَدٍ، كَمَا فِي قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم: «بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ».
Pihak yang diperintahkan untuk memberi kabar gembira ada yang mengatakan: dia adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada juga yang berkata: perintah itu berlaku bagi siapa saja,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan (menuju masjid).”
وَهَذِهِ الْجُمَلُ وَإِنْ كَانَتْ مُصَدَّرَةً بِالْإِنْشَاءِ فَلَا يَقْدَحُ ذَلِكَ فِي عَطْفِهَا عَلَى مَا قَبْلَهَا،
Kalimat-kalimat ini, meskipun dimulai dengan bentuk inshā’ (perintah),
tidak menghalangi untuk di-‘athaf-kan kepada apa yang sebelumnya,
لِأَنَّ الْمُرَادَ عَطْفُ جُمْلَةِ وَصْفِ ثَوَابِ الْمُطِيعِينَ عَلَى جُمْلَةِ وَصْفِ عِقَابِ الْعَاصِينَ،
karena yang dimaksud adalah meng-‘athaf-kan satu rangkaian deskripsi tentang pahala orang yang taat
kepada rangkaian deskripsi tentang siksa orang yang durhaka,
مِنْ دُونِ نَظَرٍ إِلَى مَا اشْتَمَلَ عَلَيْهِ الْوَصْفَانِ مِنَ الْأَفْرَادِ الْمُتَخَالِفَةِ خَبَرًا وَإِنْشَاءً.
tanpa memperhatikan perbedaan bentuk kalimat di dalam kedua deskripsi itu, apakah berupa berita (khabar) atau perintah (inshā’).
وَقِيلَ: إِنَّ قَوْلَهُ: «وَبَشِّرِ» مَعْطُوفٌ عَلَى قَوْلِهِ: «فَاتَّقُوا النَّارَ»، وَلَيْسَ هَذَا بِجَيِّدٍ.
Ada yang berpendapat: firman-Nya “wa basysyir” di-‘athaf-kan kepada firman-Nya “fattaqū an-nār”,
namun pendapat ini tidak bagus.
وَالصَّالِحَاتِ: الْأَعْمَالُ الْمُسْتَقِيمَةُ.
“Ash-shāliḥāt” adalah amal-amal yang lurus.
وَالْمُرَادُ هُنَا: الْأَعْمَالُ الْمَطْلُوبَةُ مِنْهُمُ الْمُفْتَرَضَةُ عَلَيْهِمْ،
Yang dimaksud di sini adalah amal-amal yang diminta dari mereka, yaitu yang diwajibkan atas mereka.
وَفِيهِ رَدٌّ عَلَى مَنْ يَقُولُ: إِنَّ الْإِيمَانَ بِمُجَرَّدِهِ يَكْفِي، فَالْجَنَّةُ تُنَالُ بِالْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ.
Di dalamnya terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa iman saja sudah cukup;
sebab surga itu diraih dengan iman dan amal saleh.
وَالْجَنَّاتُ: الْبَسَاتِينُ، وَإِنَّمَا سُمِّيَتْ جَنَّاتٍ لِأَنَّهَا تَجُنُّ مَنْ فِيهَا، أَيْ تَسْتُرُهُ بِشَجَرِهَا،
“Al-jannāt” adalah kebun-kebun.
Ia dinamakan “jannāt” karena menutupi orang yang berada di dalamnya, yakni menutupinya dengan pepohonannya.
وَهُوَ اسْمٌ لِدَارِ الثَّوَابِ كُلِّهَا، وَهِيَ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى جَنَّاتٍ كَثِيرَةٍ.
Kata itu juga merupakan nama bagi seluruh tempat balasan pahala (yakni surga),
yang di dalamnya terdapat banyak kebun.
وَالْأَنْهَارُ: جَمْعُ نَهْرٍ، وَهُوَ الْمَجْرَى الْوَاسِعُ فَوْقَ الْجَدْوَلِ وَدُونَ الْبَحْرِ،
“Al-anhār” adalah bentuk jamak dari “nahr”, yaitu aliran air yang luas, lebih besar daripada parit kecil dan lebih kecil daripada laut.
وَالْمُرَادُ: الْمَاءُ الَّذِي يَجْرِي فِيهَا، وَأَسْنَدَ الْجَرْيَ إِلَيْهَا مَجَازًا، وَالْجَارِي حَقِيقَةً هُوَ الْمَاءُ،
Yang dimaksud adalah air yang mengalir di dalamnya.
Perbuatan “mengalir” disandarkan secara majazi kepada sungai-sungai itu,
padahal yang mengalir secara hakiki adalah air.
كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَسْئَلِ الْقَرْيَةَ﴾ أَيْ أَهْلَهَا،
Sebagaimana firman-Nya Ta‘ala: “Dan tanyakanlah kepada negeri itu”, maksudnya: penduduknya.
وَكَمَا قَالَ الشَّاعِرُ:
Dan sebagaimana ucapan penyair:
نُبِّئْتُ أَنَّ النَّارَ بَعْدَكَ أُوقِدَتْ … وَاسْتَبَّ بَعْدَكَ يَا كُلَيْبُ الْمَجْلِسُ
“Aku diberi kabar bahwa api sepeninggalmu telah dinyalakan,
dan sepeninggalmu, wahai Kulayb, majelis pun menjadi penuh caci-maki.”
وَالضَّمِيرُ فِي قَوْلِهِ: مِنْ تَحْتِهَا عَائِدٌ إِلَى الْجَنَّاتِ لِاشْتِمَالِهَا عَلَى الْأَشْجَارِ، أَيْ: مِنْ تَحْتِ أَشْجَارِهَا.
Dhamir (kata ganti) dalam firman-Nya: “min taḥtihā” kembali kepada “al-jannāt”,
karena surga-surga itu mengandung pepohonan; maksudnya: dari bawah pepohonan surga itu.
وَقَوْلُهُ: كُلَّمَا رُزِقُوا وَصْفٌ آخَرُ لِلْجَنَّاتِ، أَوْ هُوَ جُمْلَةٌ مُسْتَأْنَفَةٌ، كَأَنَّ سَائِلًا قَالَ: كَيْفَ ثِمَارُهَا؟
Firman-Nya: “Kullamā ruziqū (setiap kali mereka diberi rezeki)” adalah sifat lain bagi surga-surga itu,
atau ia adalah kalimat baru yang berdiri sendiri; seakan-akan ada yang bertanya: “Bagaimana buah-buahannya?”
وَمِنْ ثَمَرَةٍ فِي مَعْنَى: مِنْ أَيِّ ثَمَرَةٍ، أَيْ نَوْعٍ مِنْ أَنْوَاعِ الثَّمَرَاتِ.
Frasa “min thamrah” bermakna “dari jenis buah apa pun”, yakni salah satu jenis dari berbagai jenis buah-buahan.
وَالْمُرَادُ بِقَوْلِهِ: ﴿هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ﴾ أَنَّهُ شَبِيهُهُ وَنَظِيرُهُ، لَا أَنَّهُ هُوَ،
Yang dimaksud dengan ucapan mereka: “Inilah yang dahulu pernah diberikan kepada kami” adalah bahwa (buah itu) mirip dan serupa dengan yang sebelumnya,
bukan identik sama dengannya.
لِأَنَّ ذَاتَ الْحَاضِرِ لَا تَكُونُ عَيْنَ ذَاتِ الْغَائِبِ لِاخْتِلَافِهِمَا،
Sebab zat sesuatu yang hadir tidak mungkin merupakan zat yang sama dengan sesuatu yang telah lewat, karena keduanya berbeda.
وَذَلِكَ أَنَّ اللَّوْنَ يُشْبِهُ اللَّوْنَ، وَإِنْ كَانَ الْحَجْمُ وَالطَّعْمُ وَالرَّائِحَةُ وَالْمَاوِيَّةُ مُتَخَالِفَةً.
Demikian karena satu warna bisa mirip dengan warna lainnya, sekalipun ukuran, rasa, bau, dan kadar airnya berbeda-beda.
وَالضَّمِيرُ فِي «بِهِ» عَائِدٌ إِلَى الرِّزْقِ،
Dhamir dalam kata “bihī” kembali kepada “ar-rizq” (rezeki/buah yang diberikan).
وَقِيلَ: الْمُرَادُ أَنَّهُمْ أُتُوا بِمَا يُرْزَقُونَهُ فِي الْجَنَّةِ مُتَشَابِهًا، فَمَا يَأْتِيهِمْ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ يُشَابِهُ الَّذِي يَأْتِيهِمْ فِي آخِرِهِ، فَيَقُولُونَ: هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ، فَإِذَا أَكَلُوا وَجَدُوا لَهُ طَعْمًا غَيْرَ طَعْمِ الْأَوَّلِ.
Ada juga yang mengatakan: yang dimaksud adalah bahwa apa yang mereka terima sebagai rezeki di surga datang dalam bentuk yang serupa.
Apa yang mereka terima di awal hari serupa dengan yang mereka terima di akhirnya, lalu mereka berkata:
“Inilah yang dahulu pernah diberikan kepada kami.”
Tetapi ketika mereka memakannya, mereka mendapati rasanya berbeda dengan yang pertama.
وَمُتَشَابِهًا مَنْصُوبٌ عَلَى الْحَالِ.
Kata “mutasyābihan” dibaca manshub sebagai keterangan keadaan (hal).
وَالْمُرَادُ بِتَطْهِيرِ الْأَزْوَاجِ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُنَّ مَا يُصِيبُ النِّسَاءَ مِنْ قَذَرِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَسَائِرِ الْأَدْنَاسِ الَّتِي لَا يَمْتَنِعُ تَعَلُّقُهَا بِنِسَاءِ الدُّنْيَا.
Yang dimaksud dengan “disucikannya” pasangan-pasangan itu adalah bahwa mereka tidak terkena apa yang biasa menimpa kaum wanita,
seperti kotoran haid, nifas, dan berbagai najis lain yang sulit dihindari oleh wanita-wanita dunia.
وَالْخُلُودُ: الْبَقَاءُ الدَّائِمُ الَّذِي لَا يَنْقَطِعُ، وَقَدْ يُسْتَعْمَلُ مَجَازًا فِيمَا يَطُولُ، وَالْمُرَادُ هُنَا الْأَوَّلُ.
Al-khulūd adalah keberlangsungan tinggal yang kekal, yang tidak terputus.
Kadang digunakan secara majazi untuk sesuatu yang berlangsung lama,
namun yang dimaksud di sini adalah makna yang pertama (kekal tanpa akhir).
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٦٥)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Jilid 1 (hlm. 65).
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ مَاجَهْ، وَابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي «صِفَةِ الْجَنَّةِ»، وَالْبَزَّارُ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَابْنُ حِبَّانَ، وَالْبَيْهَقِيُّ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ:
Ibnu Majah, Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab Shifat al-Jannah, al-Bazzar, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «أَلَا هَلْ مُشَمِّرٌ لِلْجَنَّةِ، فَإِنَّ الْجَنَّةَ لَا خَطَرَ لَهَا، هِيَ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ نُورٌ يَتَلَأْلَأُ، وَرَيْحَانَةٌ تَهْتَزُّ، وَقَصْرٌ مَشِيدٌ، وَنَهْرٌ مُطَّرِدٌ، وَثَمَرَةٌ نَضِيجَةٌ، وَزَوْجَةٌ حَسْنَاءُ جَمِيلَةٌ، وَحُلَلٌ كَثِيرَةٌ، وَمَقَامٌ فِي أَبَدٍ، فِي دَارٍ سَلِيمَةٍ، وَفَاكِهَةٍ خَضْرَاءَ» الْحَدِيثَ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Maukah ada yang bersungguh-sungguh menuju surga?
Sesungguhnya surga itu, tak ternilai harganya.
Demi Rabb Ka‘bah, ia adalah cahaya yang berkilauan,
pepohonan harum yang bergoyang,
istana yang tinggi menjulang,
sungai yang terus mengalir,
buah-buahan yang matang,
pasangan yang elok nan rupawan,
pakaian-pakaian (perhiasan) yang banyak,
tempat tinggal yang kekal abadi,
di negeri yang selamat (dari bahaya),
dan buah-buahan yang hijau.” — hingga akhir hadis.
وَالْأَحَادِيثُ فِي وَصْفِ الْجَنَّةِ كَثِيرَةٌ جِدًّا، ثَابِتَةٌ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا.
Hadis-hadis yang menggambarkan surga sangatlah banyak, dan telah tetap dalam Shahihain dan selain keduanya.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَابْنُ حِبَّانَ، وَالطَّبَرَانِيُّ، وَالْحَاكِمُ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «الْبَعْثِ»، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
Ibnu Abi Hatim, Ibnu Hibban, ath-Thabarani, al-Hakim, Ibnu Mardawaih, dan al-Baihaqi dalam kitab al-Ba‘ts meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «أَنْهَارُ الْجَنَّةِ تَفَجَّرُ مِنْ تَحْتِ جِبَالِ مِسْكٍ».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungai-sungai surga memancar dari bawah gunung-gunung kasturi.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو حَاتِمٍ، وَأَبُو الشَّيْخِ، وَابْنُ حِبَّانَ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «الْبَعْثِ» وَصَحَّحَهُ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ نَحْوَهُ مَوْقُوفًا.
Ibnu Abi Syaibah, Abu Hatim, Abu asy-Syaikh, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi dalam al-Ba‘ts — dan ia mensahihkannya — meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud hadis semisal secara mauquf (terhenti pada sahabat).
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ﴾ قَالَ: يَعْنِي الْمَسَاكِنَ تَجْرِي أَسْفَلَهَا أَنْهَارُهَا.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Malik, tentang firman-Nya: “Mengalir di bawahnya sungai-sungai”, ia berkata:
“Yang dimaksud adalah tempat-tempat tinggal, yang sungai-sungainya mengalir di bagian bawahnya.”
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٦٦)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Jilid 1 (hlm. 66).
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَنَاسٍ مِنَ الصَّحَابَةِ فِي قَوْلِهِ: ﴿كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا﴾ قَالَ:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud dan sejumlah sahabat, tentang firman-Nya:
“Setiap kali mereka diberi rezeki berupa buah-buahan darinya”, ia berkata:
أُتُوا بِالثَّمَرَةِ فِي الْجَنَّةِ فَنَظَرُوا إِلَيْهَا، قَالُوا: هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ فِي الدُّنْيَا، وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا فِي اللَّوْنِ وَالْمَرْأَى، وَلَيْسَ يُشْبِهُ الطَّعْمَ.
“Mereka didatangkan dengan buah-buahan di surga, lalu mereka memandangnya dan berkata:
‘Inilah yang dahulu diberikan kepada kami di dunia.’
Mereka diberi yang serupa dari segi warna dan rupa, namun rasanya tidak sama.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ وَقَتَادَةَ نَحْوَهُ.
‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari ‘Ali bin Zaid dan Qatadah, dengan riwayat yang semisal.
وَأَخْرَجَ مُسَدَّدٌ فِي «مُسْنَدِهِ» وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مِمَّا فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ إِلَّا الْأَسْمَاءُ.
Musaddad dalam Musnad-nya, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
“Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang sama dengan apa yang ada di surga, selain nama-namanya saja.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: قَوْلُهُمْ: ﴿مِنْ قَبْلُ﴾ مَعْنَاهُ: هَذَا مِثْلُ الَّذِي كَانَ بِالْأَمْسِ.
‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari ‘Ikrimah, ia berkata:
“Ucapan mereka ‘min qablu (dahulu)’ maksudnya: ‘Ini seperti yang kami dapatkan kemarin.’”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ نَحْوَهُ.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir, dengan riwayat yang semisal.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: ﴿مُتَشَابِهًا﴾ فِي اللَّوْنِ مُخْتَلِفًا فِي الطَّعْمِ.
‘Abdur Razzaq, ‘Abd bin Humaid, dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata tentang firman-Nya “mutasyābihan”:
“Serupa dari segi warna, berbeda-beda dari segi rasa.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنِ الْحَسَنِ فِي قَوْلِهِ: ﴿مُتَشَابِهًا﴾ قَالَ: خِيَارٌ كُلُّهُ، يُشْبِهُ بَعْضُهُ بَعْضًا، لَا رَذْلَ فِيهِ، أَلَمْ تَرَوْا إِلَى ثِمَارِ الدُّنْيَا كَيْفَ تَرْذُلُونَ بَعْضَهُ.
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasan, tentang firman-Nya “mutasyābihan”, ia berkata:
“Kesemuanya pilihan terbaik; sebagian serupa dengan sebagian yang lain; tidak ada yang jelek di antaranya.
Tidakkah kalian melihat buah-buahan dunia, bagaimana kalian menganggap sebagian di antaranya berkualitas rendah?”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ قَتَادَةَ مِثْلَهُ.
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, dengan riwayat yang semisal.
وَأَخْرَجَ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي قَوْلِهِ: ﴿وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ﴾ قَالَ: «مِنَ الْحَيْضِ وَالْغَائِطِ وَالْبُزَاقِ وَالنُّخَامَةِ».
Al-Hakim — dan ia mensahihkannya — serta Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Sa‘id, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tentang firman-Nya: “Dan bagi mereka di dalamnya pasangan-pasangan yang disucikan”, beliau bersabda:
“Dari haid, kotoran (tinja), ludah, dan dahak.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «مِنَ الْقَذَرِ وَالْأَذَى».
Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
“(Maksudnya) dari segala najis dan hal-hal yang menjijikkan.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: «لَا يَحِضْنَ، وَلَا يُحْدِثْنَ، وَلَا يَتَنَخَّمْنَ».
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, ia berkata:
“(Para wanita surga) tidak haid, tidak buang hajat, dan tidak mengeluarkan dahak.”
وَقَدْ رُوِيَ نَحْوُ هَذَا عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعِينَ.
Riwayat semisal ini juga diriwayatkan dari sejumlah tabi‘in.
وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي صِفَاتِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ طَرِيقِ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ أَنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَا يَبْصُقُونَ وَلَا يَتَمَخَّطُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ.
Dan telah tetap dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam Shahihain dan selainnya, melalui banyak sahabat,
bahwa penduduk surga tidak meludah, tidak mengeluarkan ingus, dan tidak buang air besar.
وَثَبَتَ أَيْضًا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ صِفَاتِ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مَا لَا يَتَّسِعُ الْمَقَامُ لِبَسْطِهِ، فَلْيُنْظَرْ فِي دَوَاوِينِ الْإِسْلَامِ وَغَيْرِهَا.
Juga telah tetap dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadis di Shahihain dan selainnya,
tentang sifat-sifat wanita-wanita penghuni surga,
yang tidak memungkinkan untuk dijabarkan panjang lebar di sini; hendaklah itu dirujuk dalam kitab-kitab hadis Islam dan lainnya.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ إِسْحَاقَ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾ قَالَ: أَيْ خَالِدُونَ أَبَدًا، يُخْبِرُهُمْ أَنَّ الثَّوَابَ بِالْخَيْرِ وَالشَّرِّ مُقِيمٌ عَلَى أَهْلِهِ أَبَدًا لَا انْقِطَاعَ لَهُ.
Ibnu Jarir, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, tentang firman-Nya:
“Dan mereka kekal di dalamnya”, ia berkata:
“Yakni kekal untuk selamanya.
Allah mengabarkan kepada mereka bahwa balasan, baik untuk kebaikan maupun keburukan, tetap melekat pada para pelakunya selama-lamanya, tanpa ada putusnya.”
وَأَخْرَجَ ابنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾ يَعْنِي لَا يَمُوتُونَ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair, tentang firman-Nya: “Dan mereka kekal di dalamnya”, ia berkata:
“Maksudnya, mereka tidak mati.”
وَأَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَغَيْرُهُمَا، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
Al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
«يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، ثُمَّ يَقُومُ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ: يَا أَهْلَ النَّارِ لَا مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ الْجَنَّةِ لَا مَوْتَ، كُلٌّ هُوَ خَالِدٌ فِيمَا هُوَ فِيهِ».
“Penduduk surga masuk ke surga, dan penduduk neraka masuk ke neraka.
Lalu berdirilah seorang penyeru di antara mereka seraya berkata:
‘Wahai penghuni neraka, tidak ada lagi kematian!
Wahai penghuni surga, tidak ada lagi kematian!
Masing-masing kekal dalam keadaan yang ia berada di dalamnya.’”
وَأَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ نَحْوَهُ.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah hadis yang semisal.
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ مِنْ حَدِيثِ مُعَاذٍ نَحْوَهُ.
Ath-Thabarani dan al-Hakim — yang mensahihkannya — meriwayatkan dari Mu‘adz hadis yang semisal.
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ وَأَبُو نُعَيْمٍ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ:
Ath-Thabarani, Ibnu Mardawaih, dan Abu Nu‘aim meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «لَوْ قِيلَ لِأَهْلِ النَّارِ: إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ فِي النَّارِ عَدَدَ كُلِّ حَصَاةٍ فِي الدُّنْيَا، لَفَرِحُوا بِهَا، وَلَوْ قِيلَ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ: إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ عَدَدَ كُلِّ حَصَاةٍ، لَحَزِنُوا، وَلَكِنْ جُعِلَ لَهُمُ الْأَبَدُ».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya dikatakan kepada penghuni neraka:
‘Sesungguhnya kalian akan tinggal di neraka selama bilangan setiap kerikil di dunia’, niscaya mereka akan bergembira karenanya.
Dan seandainya dikatakan kepada penghuni surga:
‘Sesungguhnya kalian akan tinggal (di surga) selama bilangan setiap kerikil’, niscaya mereka akan bersedih.
Akan tetapi, (untuk mereka) dijadikanlah keabadian.”
---
1 ٱلْبُرُوجُ: ٥ Al-Burûj: 5.