Al Baqarah Ayat 217-218

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 217-218 - Fathul Qadir Asy-Syaukani

[سورة البقرة (2) : الآيات 217 الى 218]

Surah Al-Baqarah Ayat 217–218

يَسْئَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (217)
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (218)

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang pada bulan itu adalah dosa besar. Namun menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kufur kepada-Nya, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sana, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan fitnah lebih besar daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai berhasil memurtadkan kamu dari agamamu, jika mereka mampu. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, maka sia-sialah seluruh amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (217)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (218)

قَوْلُهُ: قِتالٍ فِيهِ هو بدل اشتمال، قاله سيبويه.

Perkataan beliau: “qitālin fīhi” adalah badal isytimāl, demikian kata Sībawayh.

ووجه أَنَّ السُّؤَالَ عَنِ الشَّهْرِ لَمْ يَكُنْ إِلَّا بِاعْتِبَارِ مَا وَقَعَ فِيهِ مِنَ الْقِتَالِ.

Alasannya: pertanyaan tentang bulan haram itu tidak lain hanyalah karena adanya peristiwa perang yang terjadi di dalamnya.

قَالَ الزَّجَّاجُ: الْمَعْنَى: يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْقِتَالِ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ،

Az-Zajjāj berkata: Maknanya adalah “mereka bertanya kepadamu tentang hukum berperang di bulan haram”.

وَأَنْشَدَ سِيبَوَيْهِ قَوْلَ الشَّاعِرِ:
فَمَا كَانَ قَيْسٌ هَلْكُهُ هَلْكَ وَاحِدٍ … وَلَكِنَّهُ بُنْيَانُ قَوْمٍ تَهَدَّمَا

Sībawayh mengutip bait puisi:
“Maka bukanlah Qais itu binasanya binasa seorang diri…
melainkan runtuhnya bangunan suatu kaum.”

فقوله: هلكه، بدل اشْتِمَالٌ مِنْ قَيْسٍ.

Maka lafadz “helkuhu” adalah badal isytimāl dari “Qais”.

وَقَالَ الْفَرَّاءُ: هُوَ مَخْفُوضٌ، يَعْنِي قَوْلُهُ: قِتالٍ فِيهِ عَلَى نِيَّةٍ عَنْ،

Al-Farrā’ berkata: Ia majrūr dengan niat makna “ʿan” (tentang).

وَقَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: هُوَ مَخْفُوضٌ عَلَى الْجِوَارِ.

Abū ʿUbaidah berkata: Ia majrūr karena al-jiwār (kedekatan lafadz).

قَالَ النَّحَّاسُ: لَا يَجُوزُ أَنْ يُعْرَبَ الشَّيْءُ عَلَى الْجِوَارِ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَلَا فِي شَيْءٍ مِنَ الْكَلَامِ، وَإِنَّمَا وَقَعَ فِي شَيْءٍ شَاذٍّ، وَهُوَ قَوْلُهُمْ: هَذَا جُحْرُ ضَبٍّ خَرِبٍ.

An-Naḥḥās berkata: Tidak boleh iʿrāb karena jiwār dalam Kitab Allah maupun dalam perkataan Arab secara umum, kecuali pada kasus yang sangat jarang, yaitu ucapan mereka: “Hādzā juḥru ḍabbin kharibin.”

وَتَابَعَ النَّحَّاسُ ابْنَ عَطِيَّةَ فِي تَخْطِئَةِ أَبِي عُبَيْدَةَ.

An-Naḥḥās mengikuti Ibnu ʿAṭiyyah dalam menyatakan kesalahan Abū ʿUbaidah.

قَالَ النَّحَّاسُ: وَلَا يَجُوزُ إِضْمَارُ عَنْ، وَالْقَوْلُ فِيهِ: إِنَّهُ بَدَلٌ.

An-Naḥḥās berkata: Tidak boleh pula meng-idhmār-kan huruf ʿan, dan pendapat yang benar adalah bahwa ia badal.

وَقَرَأَ ابْنُ مَسْعُودٍ وعكرمة: ويسئلونك عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ وَعَنْ قِتَالٍ فِيهِ.

Ibnu Masʿūd dan ʿIkrimah membaca: “wa yas’alūnaka ʿani asy-syahri al-ḥarāmi wa ʿan qitālin fīhi”.

وَقَرَأَ الْأَعْرَجُ: قِتَالٌ فِيهِ بِالرَّفْعِ.

Al-Aʿraj membaca “qitālun fīhi” dengan rafaʿ.

قَالَ النَّحَّاسُ: وَهُوَ غَامِضٌ فِي الْعَرَبِيَّةِ، وَالْمَعْنَى: يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ جَائِزٌ قِتَالٌ فِيهِ.

An-Naḥḥās berkata: Qirāʾah itu agak sulit dalam bahasa Arab, maknanya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan haram, apakah boleh berperang di dalamnya?”

وَقَوْلُهُ: قُلْ قِتالٌ فِيهِ كَبِيرٌ مُبْتَدَأٌ وَخَبَرٌ، أَيِ: الْقِتَالُ فِيهِ أَمْرٌ كَبِيرٌ مُسْتَنْكَرٌ،

Perkataan-Nya “qul qitālun fīhi kabīr” adalah mubtada’ dan khabar, artinya: berperang di dalamnya adalah perkara besar lagi tercela.

وَالشَّهْرُ الْحَرَامُ: الْمُرَادُ بِهِ الْجِنْسُ.

“Bulan haram” yang dimaksud adalah jenisnya (semua bulan haram).

وَقَدْ كَانَتِ الْعَرَبُ لَا تَسْفِكُ فِيهِ دَمًا وَلَا تُغِيرُ عَلَى عَدُوٍّ،

Orang-orang Arab jahiliah tidak pernah menumpahkan darah atau menyerang musuh pada bulan itu.

وَالْأَشْهُرُ الْحُرُمُ هي: ذو القعدة، وذو الحجة، ومحرم، وَرَجَبٌ، ثَلَاثَةٌ سَرْدٌ وَوَاحِدٌ فَرْدٌ.

Bulan-bulan haram itu ialah: Dzulqaʿdah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab; tiga berturut-turut dan satu terpisah.

وَقَوْلُهُ: وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مُبْتَدَأٌ. وَقَوْلُهُ: وَكُفْرٌ بِهِ مَعْطُوفٌ عَلَى صَدٍّ. وَقَوْلُهُ: وَالْمَسْجِدِ الْحَرامِ عَطْفٌ عَلَى سَبِيلِ اللَّهِ. وَقَوْلُهُ: وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ مَعْطُوفٌ أَيْضًا عَلَى صَدٍّ.

Perkataan-Nya “wa ṣaddun ʿan sabīlillāh” adalah mubtada’. “Wa kufrun bihī” maʿṭūf atas ṣadd. “Wal-masjidi al-ḥarām” ʿaṭf atas “sabīlillāh”. “Wa ikhrāju ahlihī minhu” juga maʿṭūf atas ṣadd.

وَقَوْلُهُ: أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ خَبَرُ صَدٌّ وَمَا عُطِفَ عَلَيْهِ، أَيِ: الصَّدُّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ، وَالْكُفْرُ بِهِ، وَالصَّدُّ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَإِخْرَاجُ أَهْلِ الْحَرَمِ مِنْهُ: أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ أَيْ: أَعْظَمُ إِثْمًا، وَأَشَدُّ ذَنْبًا مِنَ الْقِتَالِ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ،

“Akbaru ʿinda Allāhi” adalah khabar bagi ṣadd dan yang di-ʿaṭf-kan kepadanya, yaitu: menghalangi dari jalan Allah, kufur kepada-Nya, menghalangi dari Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sana, lebih besar dosanya di sisi Allah, lebih berat dan lebih besar dosanya daripada berperang di bulan haram.

كَذَا قَالَ الْمُبَرِّدَ وَغَيْرُهُ، وَالضَّمِيرُ فِي قَوْلِهِ: وَكُفْرٌ بِهِ يَعُودُ إِلَى اللَّهِ، وَقِيلَ: يَعُودُ إِلَى الْحَجِّ.

Demikian kata Al-Mubarrid dan yang lainnya. Dhamīr pada “kufrun bihī” kembali kepada Allah, ada pula yang mengatakan kembali kepada haji.

وَقَالَ الْفَرَّاءُ: إِنَّ قَوْلَهُ: وَصَدٌّ عَطْفٌ عَلَى كَبِيرٌ، وَالْمَسْجِدُ: عَطْفٌ عَلَى الضَّمِيرِ فِي قَوْلِهِ: وَكُفْرٌ بِهِ...

Al-Farrā’ berkata: “wa ṣadd” di-ʿaṭf-kan kepada “kabīr”, dan “al-masjid” di-ʿaṭf-kan kepada dhamīr pada “kufrun bihī”…

قَالَ ابْنُ عَطِيَّةَ: وَذَلِكَ خَطَأٌ... وَهَذَا بَيِّنٌ فَسَادُهُ.

Ibnu ʿAṭiyyah berkata: Itu jelas salah… dan kerusakannya sangat nyata.

وَمَعْنَى الْآيَةِ عَلَى الْقَوْلِ الْأَوَّلِ الَّذِي ذَهَبَ إِلَيْهِ الْجُمْهُورُ: أَنَّكُمْ يَا كُفَّارَ قُرَيْشٍ تَسْتَعْظِمُونَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ، وَمَا تَفْعَلُونَ أَنْتُمْ مِنَ الصَّدِّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ... أَكْبَرُ جُرْمًا عِنْدَ اللَّهِ.

Makna ayat menurut pendapat pertama yang dipegang mayoritas ulama: “Wahai orang-orang kafir Quraisy, kalian menganggap besar perbuatan kami berperang di bulan haram, padahal perbuatan kalian menghalangi manusia dari jalan Allah, kufur kepada-Nya, menghalangi dari Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya, jauh lebih besar dosanya di sisi Allah.”

وَالسَّبَبُ يشهد لهذا، وَيُفِيدُ أَنَّهُ الْمُرَادُ، ... فَإِنَّ السُّؤَالَ مِنْهُمُ الْمَذْكُورَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ هُوَ سُؤَالُ إِنْكَارٍ لِمَا وَقَعَ مِنَ السَّرِيَّةِ الَّتِي بعثها النبيّ صلى الله عليه وسلم.

Sebab turunnya ayat juga menyaksikan hal ini dan menegaskan bahwa inilah yang dimaksud, karena pertanyaan mereka yang disebut dalam ayat ini adalah bentuk penolakan terhadap peristiwa seriyyah (pasukan kecil) yang diutus oleh Nabi ﷺ.

وَالْمُرَادُ بِالْفِتْنَةِ هُنَا: الْكُفْرُ، أَيْ: كُفْرِكُمْ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ الْوَاقِعِ مِنَ السَّرِيَّةِ...

Yang dimaksud dengan “al-fitnah” di sini adalah kekufuran, yaitu kekufuran kalian lebih besar daripada pembunuhan yang dilakukan oleh seriyyah tersebut…

وَقِيلَ: الْإِخْرَاجُ لِأَهْلِ الْحَرَمِ مِنْهُ

Ada yang mengatakan: pengusiran penduduk Haram dari tanah haram.

وَقِيلَ: فِتْنَتُهُمْ عَنْ دِينِهِمْ حَتَّى يَهْلَكُوا... وَهَذَا أَرْجَحُ مِنَ الْوَجْهَيْنِ الْأَوَّلِينَ...

Ada pula yang mengatakan: memfitnah mereka dari agamanya hingga mereka binasa… dan pendapat ini lebih kuat daripada dua pendapat sebelumnya…

وَقَوْلُهُ: وَلا يَزالُونَ ابْتِدَاءُ كَلَامٍ... إن استطاعوا ذلك وتهيّأ لهم منكم، والتقيد بِهَذَا الشَّرْطِ مُشْعِرٌ بِاسْتِبْعَادِ تَمَكُّنِهِمْ مِنْ ذَلِكَ، وَقُدْرَتِهِمْ عَلَيْهِ،

Perkataan-Nya “wa lā yazālūna” adalah permulaan kalimat baru… “jika mereka mampu dan kalian memberi celah”, pengaitan dengan syarat ini menunjukkan kecilnya kemungkinan mereka berhasil melakukannya.

ثُمَّ حَذَّرَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ الْمُؤْمِنِينَ مِنَ الِاغْتِرَارِ بِالْكُفَّارِ... فَقَالَ: وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كافِرٌ فَأُولئِكَ حَبِطَتْ أَعْمالُهُمْ...

Kemudian Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar tidak tertipu oleh orang-orang kafir… maka Dia berfirman: “Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya lalu mati dalam kekafiran, maka sia-sialah amal-amalnya…”

وَالرِّدَّةُ: الرُّجُوعُ عَنِ الْإِسْلَامِ إِلَى الْكُفْرِ، وَالتَّقْيِيدِ بِقَوْلِهِ: فَيَمُتْ وَهُوَ كافِرٌ يُفِيدُ أَنَّ عَمَلَ مَنِ ارْتَدَّ إِنَّمَا يَبْطُلُ إِذَا مَاتَ عَلَى الْكُفْرِ.

Riddah adalah kembali dari Islam ke kekufuran. Pengaitan dengan “lalu dia mati dalam kekafiran” menunjukkan bahwa amal orang yang murtad hanya batal jika ia mati dalam kekufuran.

وَحَبِطَ: مَعْنَاهُ بَطَلَ وَفَسَدَ، وَمِنْهُ: الْحَبْطُ، وَهُوَ فَسَادٌ يَلْحَقُ الْمَوَاشِيَ فِي بُطُونِهَا...

“Ḥabiṭa” artinya batal dan rusak. Dari sinilah istilah al-ḥabṭ, yaitu penyakit perut pada ternak yang membuat perutnya menggembung hingga kadang mati.

وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ تَهْدِيدٌ لِلْمُسْلِمِينَ لِيَثْبُتُوا عَلَى دِينِ الْإِسْلَامِ.

Dalam ayat ini terdapat ancaman keras kepada kaum muslimin agar mereka tetap teguh di atas Islam.

وَقَدِ اخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الرِّدَّةِ: هَلْ تُحْبِطُ الْعَمَلَ بِمُجَرَّدِهَا؟ أَمْ لَا تُحْبِطُ إِلَّا بِالْمَوْتِ عَلَى الْكُفْرِ، وَالْوَاجِبُ حَمْلُ مَا أَطْلَقَتْهُ الْآيَاتُ فِي غَيْرِ هَذَا الْمَوْضِعِ عَلَى مَا فِي هَذِهِ الْآيَةِ مِنَ التَّقْيِيدِ.

Para ulama berbeda pendapat: apakah riddah langsung membatalkan amal hanya dengan terjadinya, ataukah tidak batal kecuali jika mati dalam kekufuran? Yang wajib adalah membawa ayat-ayat yang mutlak pada tempat lain kepada ayat ini yang muqayyad.

قوله: هاجَرُوا الْهِجْرَةُ مَعْنَاهَا الِانْتِقَالُ مِنْ مَوْضِعٍ إِلَى مَوْضِعٍ، وَتَرْكُ الْأَوَّلِ لِإِيثَارِ الثَّانِي...

Perkataan-Nya “hājarū”: hijrah artinya berpindah dari satu tempat ke tempat lain, meninggalkan tempat pertama karena lebih mengutamakan tempat kedua…

وَالْمُرَادُ بِهَا هُنَا: الْهِجْرَةُ مِنْ دَارِ الْكُفْرِ إِلَى دَارِ الْإِسْلَامِ.

Yang dimaksud di sini adalah hijrah dari negeri kafir ke negeri Islam.

وَالْمُجَاهَدَةُ: اسْتِخْرَاجُ الْجُهْدِ... وَالْجِهَادُ وَالتَّجَاهُدُ: بَذْلُ الْوُسْعِ.

Al-mujāhadah adalah mengeluarkan segala kemampuan… al-jihād dan at-tajāhud adalah mengerahkan seluruh daya upaya.

وَقَوْلُهُ: يَرْجُونَ مَعْنَاهُ: يَطْمَعُونَ... لِأَنَّهُ لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا أَنَّهُ صَائِرٌ إِلَى الْجَنَّةِ وَلَوْ بَلَغَ فِي طَاعَةِ اللَّهِ كُلَّ مَبْلَغٍ.

Perkataan-Nya “yarjūna” artinya mereka mengharapkan… karena tidak seorang pun di dunia ini yang tahu pasti akan masuk surga, walaupun ia telah mencapai puncak ketaatan kepada Allah.

وَقَدْ يَكُونُ الرَّجَاءُ بِمَعْنَى الْخَوْفِ كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا 1 أَيْ: لَا تَخَافُونَ عَظَمَةَ اللَّهِ.

Kadang ar-rajā’ bermakna takut, sebagaimana firman Allah: “Mengapa kamu tidak takut akan kebesaran Allah?”1

وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ... بِسَنَدٍ صَحِيحٍ عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ... أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ سَرِيَّةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَحْشٍ... فَلَقُوا ابْنَ الْحَضْرَمِيَّ فَقَتَلُوهُ... فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ: قَتَلْتُمْ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ.

Ibnu Jarīr dan yang lain meriwayatkan dengan sanad shahih dari Jundub bin ʿAbdillāh bahwa Nabi ﷺ mengutus seriyyah ʿAbdullāh bin Jaḥsh… mereka bertemu Ibnu Al-Ḥaḍramī lalu membunuhnya tanpa tahu bahwa hari itu sudah masuk Rajab… orang-orang musyrik pun mencela: “Kalian membunuh di bulan haram!” Maka Allah menurunkan kedua ayat ini.

وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ: أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ فَقَالَ: هَذَا شَيْءٌ مَنْسُوخٌ، وَلَا بَأْسَ بِالْقِتَالِ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ.

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Sufyān ats-Tsaurī ketika ditanya tentang ayat ini, ia menjawab: “Ini sudah mansūkh, tidak mengapa berperang di bulan haram.”

وَأَخْرَجَ النَّحَّاسُ فِي نَاسِخِهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ مَنْسُوخَةٌ بِآيَةِ السَّيْفِ في براءة فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ 2.

An-Naḥḥās meriwayatkan dari Ibnu ʿAbbās bahwa ayat ini dinasakh oleh ayat pedang dalam surah At-Taubah: “Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka.”2

وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ قَالَ: الشِّرْكُ.

Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ʿUmar tentang “wal-fitnatu akbaru mina al-qatl”, ia berkata: “Syirik.”

وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ: أُولئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ قَالَ: هَؤُلَاءِ خِيَارُ هَذِهِ الْأُمَّةِ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ أَهْلَ رَجَاءٍ، إِنَّهُ مَنْ رَجَا طَلَبَ، وَمَنْ خَافَ هَرَبَ.

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ar-Rabīʿ bin Anas tentang “ulā’ika yarjūna raḥmatallāh”, ia berkata: “Merekalah orang-orang terbaik umat ini. Allah menjadikan mereka sebagai ahli harapan; sesungguhnya barangsiapa berharap maka ia akan mencari, dan barangsiapa takut maka ia akan lari.”

فتح القدير للشوكاني - جـ ١ (ص: ٢٥٠ - ٢٥٢)


1 QS. Nūḥ (71): 13

2 QS. At-Taubah (9): 5

Postingan populer dari blog ini

Biografi Pengarang

Pendahuluan Surat al Fatihah

Al fatihah Ayat 2-7