Al Baqarah Ayat 204-207
[سورةُ البَقَرَةِ (٢): الآياتُ ٢٠٤ إِلى ٢٠٧]
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصامِ (٢٠٤)
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu,
dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada di dalam hatinya,
padahal ia adalah penentang yang paling keras.
وَإِذا تَوَلَّىٰ سَعىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيها وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسادَ (٢٠٥)
Dan apabila ia berpaling (pergi menjauh),
ia berusaha di bumi untuk berbuat kerusakan di dalamnya
dan merusak tanaman dan keturunan,
padahal Allah tidak menyukai kerusakan.
وَإِذا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهادُ (٢٠٦)
Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,”
kemegahan (kesombongan) dirinya menyeretnya kepada dosa.
Maka cukuplah baginya (balasannya) neraka Jahanam,
dan sungguh amat buruk tempat tidurnya itu.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَؤُفٌ بِالْعِبادِ (٢٠٧)
Dan di antara manusia ada orang yang menjual dirinya demi mencari keridaan Allah.
Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
---
لَمَّا ذَكَرَ سُبْحانَهُ طائِفَتَيِ الْمُسْلِمِينَ بِقَوْلِهِ: فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ1 عَقِبَ ذٰلِكَ بِذِكْرِ طائِفَةِ الْمُنافِقِينَ، وَهُمُ الَّذِينَ يُظْهِرُونَ الْإِيمانَ وَيُبْطِنُونَ الْكُفْرَ.
Setelah Allah سبحانه menyebut dua golongan kaum muslimin dengan firman-Nya: “Maka di antara manusia ada yang berdoa …”1,
Dia kemudian menyusulkannya dengan menyebut golongan orang-orang munafik,
yaitu orang-orang yang menampakkan iman dan menyembunyikan kekafiran.
وَسَبَبُ النُّزُولِ: الْأَخْنَسُ بْنُ شُرَيْقٍ كَما يَأْتِي بَيانُهُ.
Adapun sebab turunnya (ayat ini) adalah al-Akhnas bin Syuraiq, sebagaimana akan dijelaskan.
قالَ ابْنُ عَطِيَّةَ: ما ثَبَتَ قَطُّ أَنَّ الْأَخْنَسَ أَسْلَمَ.
Ibnu ‘Athiyyah berkata: Tidak pernah terbukti sama sekali bahwa al-Akhnas masuk Islam.
وَقِيلَ: إِنَّها نَزَلَتْ فِي قَوْمٍ مِنَ الْمُنافِقِينَ،
Dan ada yang berkata: Ayat ini turun mengenai satu kaum dari kelompok munafik.
وَقِيلَ: إِنَّها نَزَلَتْ فِي كُلِّ مَنْ أَضْمَرَ كُفْرًا أَوْ نِفاقًا أَوْ كَذِبًا، وَأَظْهَرَ بِلِسانِهِ خِلافَهُ.
Ada pula yang berkata: Ayat ini turun mengenai setiap orang yang menyembunyikan kekafiran, kemunafikan, atau kedustaan, lalu menampakkan dengan lisannya sesuatu yang berlawanan dengannya.
وَمَعْنَى قَوْلِهِ: يُعْجِبُكَ واضِحٌ.
Makna firman-Nya “يُعْجِبُكَ” (menarik hatimu) sudah jelas.
وَمَعْنَى قَوْلِهِ: وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ أَنَّهُ يَحْلِفُ عَلىٰ ذٰلِكَ،
Dan makna firman-Nya: “dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada di dalam hatinya” adalah: ia bersumpah atas hal itu.
فَيَقولُ: يَشْهَدُ اللَّهُ عَلىٰ ما فِي قَلْبِي مِنْ مَحَبَّتِكَ أَوْ مِنَ الْإِسْلامِ،
Lalu ia berkata: “Allah menjadi saksi atas apa yang ada di dalam hatiku berupa kecintaanku kepadamu, atau (saksi) atas keislamanku.”
أَوْ يَقولُ: اللَّهُ يَعْلَمُ أَنِّي أَقولُ حَقًّا، وَأَنِّي صادِقٌ فِي قَوْلِي لَكَ.
Atau ia berkata: “Allah mengetahui bahwa aku mengucapkan kebenaran, dan aku jujur dalam ucapanku kepadamu.”
وَقَرَأَ ابْنُ مُحَيْصِنٍ: وَيُشْهِدُ اللَّهَ بِفَتْحِ حَرْفِ الْمُضارَعَةِ وَرَفْعِ الِاسْمِ الشَّرِيفِ عَلىٰ أَنَّهُ فاعِلٌ،
Ibnu Muhaysin membaca: “وَيُشْهِدُ اللَّهَ” dengan fathah pada huruf mudhāra’ah dan rafa’ pada lafaz jalalah (اللَّهُ) sebagai fa’il.
وَالْمَعْنَى: وَيَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ خِلافَ ما قالَ،
Maknanya: “Dan Allah mengetahui darinya hal yang menyelisihi apa yang ia ucapkan.”
وَمِثْلُهُ قَوْلُهُ تَعالىٰ: وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنافِقِينَ لَكاذِبُونَ2.
Serupa dengan firman-Nya Ta‘ala: “Dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”2
وَقِراءَةُ الْجَماعَةِ أَبْلَغُ فِي الذَّمِّ.
Adapun qira’at jamaah (mayoritas qari’) lebih kuat dalam makna celaannya.
وَقَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَاللَّهُ يَشْهَدُ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ،
Ibnu ‘Abbas membaca: “وَاللَّهُ يَشْهَدُ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ.”
وَقَرَأَ أُبَيٌّ وَابْنُ مَسْعُودٍ: وَيَسْتَشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ.
Ubay dan Ibnu Mas’ud membaca: “وَيَسْتَشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ.”
وَقَوْلُهُ: فِي الْحَياةِ الدُّنْيا مُتَعَلِّقٌ بِالْقَوْلِ، أَوْ بِـ«يُعْجِبُكَ».
Firman-Nya: “فِي الْحَياةِ الدُّنْيا” terkait dengan (kata) “الْقَوْلِ” atau dengan “يُعْجِبُكَ”.
فَعَلَى الْأَوَّلِ: الْقَوْلُ صادِرٌ فِي الْحَياةِ، وَعَلَى الثَّانِي: الْإِعْجابُ صادِرٌ فِيها.
Menurut yang pertama: ucapannya muncul dalam kehidupan (dunia).
Menurut yang kedua: kekagumanmu muncul di dalamnya (dalam kehidupan dunia).
وَالْأَلَدُّ: الشَّدِيدُ الْخُصومَةِ.
“Al-Aladd” adalah orang yang sangat keras dalam permusuhan (perbantahan).
يُقالُ: رَجُلٌ أَلَدُّ، وَامْرَأَةٌ لَدّاءُ، وَلَدَدْتُهُ أَلُدُّهُ: إِذا جادَلْتُهُ فَغَلَبْتُهُ،
Dikatakan: “Seorang laki-laki aladd, dan seorang perempuan lad-dā’.”
Dan “لَدَدْتُهُ أَلُدُّهُ” artinya: apabila aku membantahnya lalu aku mengalahkannya.
وَمِنْهُ قَوْلُ الشَّاعِرِ:
وَأَلَدُّ ذِي حَنَقٍ عَلَيَّ كَأَنَّما … تَغْلِي عَداوَةُ صَدْرِهِ فِي مِرْجَلِ
Dan di antaranya perkataan penyair:
“Dan (ia) seorang yang sangat dengki kepadaku, seakan-akan
kebencian di dadanya mendidih di dalam periuk.”
وَالْخِصامُ: مَصْدَرُ «خاصَمَ» قالَهُ الْخَلِيلُ،
“Al-Khishām” adalah masdar dari “خَاصَمَ”; demikian dikatakan al-Khalil.
وَقِيلَ: جَمْعُ خَصْمٍ، قالَهُ الزَّجَّاجُ، كَكَلْبٍ وَكِلابٍ، وَصَعْبٍ وَصِعابٍ، وَضَخْمٍ وَضِخامٍ.
Dan dikatakan: (al-khishām) adalah jamak dari “khashm”; demikian dikatakan az-Zajjāj, seperti: kalb/ kilāb, sha’b/shi’āb, dakhm/dikhām.
وَالْمَعْنىٰ: أَنَّهُ أَشَدُّ الْمُخاصِمِينَ خُصومَةً لِكَثْرَةِ جِدالِهِ وَقُوَّةِ مُراجَعَتِهِ،
Maknanya: bahwa dia adalah orang yang paling keras permusuhannya di antara para musuh, karena banyaknya perdebatan dan kuatnya bantahan-bantahannya.
وَإِضافَةُ «الْأَلَدِّ» إِلَى «الْخِصامِ» بِمَعْنَى «فِي»، أَيْ: أَلَدُّ فِي الْخِصامِ،
Idhafah (penyandaran) “الْأَلَدِّ” kepada “الْخِصامِ” bermakna “di dalam”,
yakni: sangat keras di dalam berdebat.
أَوْ جُعِلَ الْخِصامُ أَلَدَّ عَلَى الْمُبالَغَةِ.
Atau kata “khishām” dijadikan (bermakna) orang yang sangat keras sebagai bentuk mubalaghah (penegasan).
وَقَوْلُهُ: وَإِذا تَوَلَّىٰ أَيْ: أَدْبَرَ، وَذَهَبَ عَنْكَ يا مُحَمَّدُ!
Firman-Nya: “Dan apabila ia berpaling (tawallā)” yaitu: ia membelakangi dan pergi meninggalkanmu, wahai Muhammad!
وَقِيلَ: إِنَّهُ بِمَعْنَى: ضَلَّ وَغَضِبَ،
Dan ada yang mengatakan: kata itu bermakna: tersesat dan marah.
وَقِيلَ: إِنَّهُ بِمَعْنَى الْوِلايَةِ، أَيْ: إِذا كانَ والِيًا فَعَلَ ما يَفْعَلُهُ وُلاةُ السُّوءِ مِنَ الْفَسادِ فِي الْأَرْضِ.
Dan ada yang mengatakan: Maknanya adalah “memegang kekuasaan (wilayah)”;
yakni: apabila ia menjadi penguasa, ia melakukan seperti perbuatan para penguasa yang buruk, berupa kerusakan di bumi.
وَالسَّعْيُ الْمَذْكُورُ يُحْتَمَلُ أَنْ يَكونَ الْمُرادُ بِهِ: السَّعْيَ بِالْقَدَمَيْنِ إِلىٰ ما هُوَ فَسادٌ فِي الْأَرْضِ، كَقَطْعِ الطَّريقِ وَحَرْبِ الْمُسْلِمِينَ،
Dan “usaha (sā’ā)” yang disebutkan itu mungkin yang dimaksud adalah berjalan dengan kedua kaki menuju hal yang merupakan kerusakan di bumi, seperti merampok di jalan, dan memerangi kaum muslimin.
وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكونَ الْمُرادُ بِهِ: الْعَمَلَ فِي الْفَسادِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ سَعْيٌ بِالْقَدَمَيْنِ،
Dan mungkin pula yang dimaksud adalah berbuat (bekerja) dalam kerusakan, meskipun tidak ada gerakan kaki di dalamnya.
كَالتَّدْبيرِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ بِما يَضُرُّهُمْ، وَإِعْمالِ الْحِيَلِ عَلَيْهِمْ،
Seperti merencanakan (tipu daya) terhadap kaum muslimin dengan sesuatu yang membahayakan mereka, dan mengerahkan rekayasa (muslihat) atas mereka.
وَكُلُّ عَمَلٍ يَعْمَلُهُ الْإِنْسانُ بِجَوارِحِهِ أَوْ حَواسِّهِ يُقالُ لَهُ: سَعْيٌ، وَهذا هُوَ الظَّاهِرُ مِنْ هذِهِ الْآيَةِ.
Dan setiap pekerjaan yang dilakukan manusia dengan anggota tubuhnya atau indera-indera yang ia miliki dinamakan “usaha” (sa’y).
Inilah makna yang tampak dari ayat ini.
وَقَوْلُهُ: وَيُهْلِكَ عُطِفَ عَلىٰ قَوْلِهِ: لِيُفْسِدَ،
Firman-Nya: “dan merusak (وَيُهْلِكَ)” di-‘athaf-kan kepada firman-Nya “لِيُفْسِدَ”.
وَفِي قِراءَةِ أُبَيٍّ: «وَلِيُهْلِكَ».
Dalam qira’at Ubay (bin Ka’b): “وَلِيُهْلِكَ”.
وَقِراءَةُ قَتادَةَ بِالرَّفْعِ،
Dan Qatadah membacanya dengan rafa’ (مرفوع: يُهْلِكُ).
وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ كَثِيرٍ: «وَيُهْلِكَ» بِفَتْحِ الْياءِ وَضَمِّ الْكَافِ، وَرَفْعِ «الْحَرْثُ وَالنَّسْلُ»،
Dan diriwayatkan dari Ibnu Katsir bacaan: “وَيُهْلِكَ” dengan fathah pada ya’ dan dhammah pada kaf, dan rafa’ pada “الْحَرْثُ وَالنَّسْلُ”.
وَهِيَ قِراءَةُ الْحَسَنِ وَابْنِ مُحَيْصِنٍ.
Ini juga merupakan bacaan al-Hasan dan Ibnu Muhaysin.
وَالْمُرادُ بِالْحَرْثِ: الزَّرْعُ، وَبِالنَّسْلِ: الْأَوْلادُ.
Yang dimaksud dengan “al-harth” adalah tanaman, dan dengan “an-nasl” adalah anak keturunan.
وَقِيلَ: الْحَرْثُ: النِّساءُ.
Dan ada yang mengatakan: “al-harth” adalah para wanita (karena menjadi ladang keturunan).
قالَ الزَّجَّاجُ: وَذٰلِكَ لِأَنَّ النِّفاقَ يُؤَدِّي إِلىٰ تَفْريقِ الْكَلِمَةِ وَوُقوعِ الْقِتالِ، وَفِيهِ هَلاكُ الْخَلْقِ.
Az-Zajjāj berkata: Hal itu karena kemunafikan berujung pada perpecahan kalimat (persatuan) dan terjadinya peperangan, yang di dalamnya terdapat kebinasaan makhluk.
وَقِيلَ: مَعْناهُ أَنَّ الظَّالِمَ يُفْسِدُ فِي الْأَرْضِ فَيُمْسِكُ اللَّهُ الْمَطَرَ فَيَهْلَكُ الْحَرْثُ وَالنَّسْلُ.
Dan dikatakan: Maknanya adalah bahwa orang zalim berbuat kerusakan di bumi, lalu Allah menahan hujan, sehingga tanaman dan keturunan pun binasa.
وَأَصْلُ «الْحَرْثِ» فِي اللُّغَةِ: الشَّقُّ، وَمِنْهُ «الْمِحْراثُ» لِما يُشَقُّ بِهِ الْأَرْضُ،
Asal kata “al-harth” dalam bahasa adalah “membelah”;
di antaranya “al-mihraith” (bajak) yang digunakan untuk membelah bumi.
وَالْحَرْثُ: كَسْبُ الْمالِ وَجَمْعُهُ.
Dan “al-harth” juga bermakna mencari harta dan mengumpulkannya.
وَأَصْلُ «النَّسْلِ» فِي اللُّغَةِ: الْخُروجُ وَالسُّقوطُ،
Asal kata “an-nasl” dalam bahasa adalah “keluar” dan “jatuh”.
وَمِنْهُ: «نَسْلُ الشَّعْرِ»، وَمِنْهُ أَيْضًا: إِلىٰ رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ3، وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ4.
Di antaranya: “jatuhnya rambut” (naslu asy-sya’r).
Dan juga firman-Nya: “Kepada Tuhan mereka, mereka bersegera (yansilūn).”3
Dan: “Dan mereka datang dari tiap-tiap tanah tinggi dengan bersegera (yansilūn).”4
وَيُقالُ لِما خَرَجَ مِنْ كُلِّ أُنْثىٰ: نَسْلٌ، لِخُروجِهِ مِنْها.
Dan apa saja yang keluar dari setiap betina (anak, keturunan) dinamakan “nasl”, karena keluar darinya.
وَقَوْلُهُ: وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسادَ يَشْمَلُ كُلَّ نَوْعٍ مِنْ أَنْواعِهِ مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ بَيْنَ ما فِيهِ فَسادُ الدِّينِ وَما فِيهِ فَسادُ الدُّنْيا.
Firman-Nya: “Dan Allah tidak menyukai kerusakan” mencakup semua jenis kerusakan, tanpa membedakan antara kerusakan agama maupun kerusakan dunia.
وَالْعِزَّةُ: الْقُوَّةُ وَالْغَلَبَةُ، مِنْ «عَزَّهُ يَعُزُّهُ» إِذا غَلَبَهُ، وَمِنْهُ: «وَعَزَّنِي فِي الْخِطابِ»5.
“Al-‘izzah” adalah kekuatan dan kemenangan, dari kata “عَزَّهُ يَعُزُّهُ” apabila ia mengalahkannya, dan di antaranya adalah firman-Nya: “Dan dia lebih kuat dariku dalam perkataan (wacana).”5
وَقِيلَ: الْعِزَّةُ هٰنا: الْحَمِيَّةُ،
Dan ada yang mengatakan: ‘izzah di sini bermakna fanatisme (ashabiyah).
وَمِنْهُ قَوْلُ الشَّاعِرِ:
أَخَذَتْهُ عِزَّةٌ مِنْ جَهْلِهِ … فَتَوَلَّى مُغْضَبًا فِعْلَ الضَّجِرْ
Di antaranya ucapan penyair:
“Rasa bangga diri (yang lahir) dari kebodohannya telah menguasainya,
lalu ia berpaling dalam keadaan marah, seperti tindakan orang yang kesal.”
وَقِيلَ: الْعِزَّةُ هٰنا: الْمَنَعَةُ وَشِدَّةُ النَّفْسِ.
Dan dikatakan: ‘izzah di sini adalah sifat defensif dan keras kepala jiwa.
وَمَعْنَى: «أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ» حَمَلَتْهُ الْعِزَّةُ عَلَى الْإِثْمِ،
Makna firman-Nya: “kesombongan dirinya menyeretnya kepada dosa” adalah: sifat ‘izzah (keras kepala) mendorongnya untuk berbuat dosa.
مِنْ قَوْلِكَ: أَخَذْتُهُ بِكَذا إِذا حَمَلْتَهُ عَلَيْهِ وَأَلْزَمْتَهُ إِيَّاهُ.
Seperti ucapanmu: “Aku mengambilnya dengan ini,” yakni aku mendorongnya untuk melakukan itu dan mewajibkannya atasnya.
وَقِيلَ: أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِما يُؤْثِمُهُ، أَيْ: ارْتَكَبَ الْكُفْرَ لِلْعِزَّةِ،
Dan dikatakan: ‘izzah menimpanya lewat sesuatu yang menjerumuskannya dalam dosa, yakni ia melakukan kekafiran demi (menjaga) ‘izzah.
وَمِنْهُ: بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقاقٍ6.
Di antaranya firman-Nya: “Bahkan orang-orang kafir itu berada dalam kesombongan dan permusuhan.”6
وَقِيلَ: الْباءُ فِي قَوْلِهِ: «بِالْإِثْمِ» بِمَعْنَى اللَّامِ، أَيْ: أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ وَالْحَمِيَّةُ عَنْ قَبُولِ الْوَعْظِ لِلْإِثْمِ الَّذِي فِي قَلْبِهِ، وَهُوَ النِّفاقُ،
Dan dikatakan: Huruf ba’ pada firman-Nya “بِالْإِثْمِ” bermakna lam (ل),
yakni: sifat ‘izzah dan fanatisme menghalanginya dari menerima nasihat karena dosa yang ada di dalam hatinya, yaitu kemunafikan.
وَقِيلَ: الْباءُ بِمَعْنَى «مَعَ»، أَيْ: أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ مَعَ الْإِثْمِ.
Dan ada yang mengatakan: huruf ba’ bermakna “bersama”, yakni: ‘izzah menguasainya bersama dosa.
وَقَوْلُهُ: فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ أَيْ: كافِيَةٌ مُعاقَبَةً وَجَزاءً،
Firman-Nya: “Maka cukuplah baginya neraka Jahanam” yakni: neraka itu sudah cukup sebagai hukuman dan balasannya.
كَمَا تَقولُ لِلرَّجُلِ: كَفّاكَ ما حَلَّ بِكَ، وَأَنْتَ تَسْتَعْظِمُ عَلَيْهِ ما حَلَّ بِهِ.
Seperti ucapanmu kepada seseorang: “Cukuplah bagimu apa yang menimpamu,” ketika engkau memandang besar musibah yang menimpanya.
وَالْمِهادُ: جَمْعُ «الْمَهْدِ»، وَهُوَ الْمَوْضِعُ الْمُهَيَّأُ لِلنَّوْمِ، وَمِنْهُ «مَهْدُ الصَّبِيِّ».
“Al-Mihād” adalah jamak dari “al-mahd”, yaitu tempat yang disiapkan untuk tidur, di antaranya “ayunan bayi”.
وَسُمِّيَتْ جَهَنَّمُ: «مِهادًا» لِأَنَّها مُسْتَقَرُّ الْكُفّارِ.
Dan Jahanam dinamakan “mahadan” karena ia menjadi tempat menetapnya orang-orang kafir.
وَقِيلَ: الْمَعْنَى أَنَّها بَدَلٌ لَهُمْ مِنَ الْمِهادِ، كَقَوْلِهِ: فَبَشِّرْهُمْ بِعَذابٍ أَلِيمٍ،
Dan dikatakan: Maknanya adalah bahwa neraka itu sebagai pengganti bagi mereka dari tempat tidur (mewah), sebagaimana firman-Nya: “Maka kabarkanlah kepada mereka azab yang pedih.”
وَقَوْلِ الشَّاعِرِ:
تَحِيَّةُ بَيْنِهِمْ ضَرْبٌ وَجِيعُ
Dan seperti ucapan penyair:
“Salam penghormatan di antara mereka adalah pukulan yang menyakitkan.”
وَ«يَشْرِي» بِمَعْنَى «يَبِيعُ»، أَيْ: يَبِيعُ نَفْسَهُ فِي مَرْضاتِ اللَّهِ، كَالْجِهادِ، وَالْأَمْرِ بِالْمَعْروفِ، وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ،
Kata “يَشْرِي” bermakna “menjual”, yakni: ia menjual dirinya dalam rangka mencari keridaan Allah, seperti berjihad, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
وَمِثْلُهُ قَوْلُهُ تَعالىٰ: وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ7.
Serupa dengan firman-Nya Ta‘ala: “Dan mereka menjualnya dengan harga yang murah.”7
وَأَصْلُهُ: الِاسْتِبْدالُ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ: إِنَّ اللَّهَ اشْتَرىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ8.
Asal maknanya adalah saling menukar; di antaranya firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan (imbalannya) bahwa bagi mereka surga.”8
وَمِنْهُ قَوْلُ الشَّاعِرِ:
وَشَرَيْتُ بُرْدًا لَيْتَنِي … مِنْ بَعْدِ بُرْدٍ كُنْتُ هامَهْ
Dan di antaranya ucapan penyair:
“Aku telah membeli sehelai baju burdah; andai setelah (memakainya) aku menjadi bangkai (mayat).”
وَمِنْهُ قَوْلُ الآخَرِ:
يُعْطِي بِها ثَمَنًا فَيَمْنَعُها … وَيَقولُ صاحِبُها أَلَا تَشْرِي
Dan di antaranya ucapan penyair yang lain:
“Ia diberi harga (yang pantas) namun ia enggan menjualnya,
dan pemiliknya berkata: ‘Tidakkah engkau mau membeli?’”
وَالْمَرْضاةُ: الرِّضا، تَقولُ: رَضِيَ يَرْضىٰ، رِضًا وَمَرْضاةً.
“Al-Mardhāt” adalah keridaan; engkau berkata: “radhia – yardhā – ridhān wa mardhātan.”
وَوَجْهُ ذِكْرِ الرَّأْفَةِ هٰنا: أَنَّهُ أَوْجَبَ عَلَيْهِمْ ما أَوْجَبَهُ لِيُجازِيَهُمْ وَيُثِيبَهُمْ، فَكانَ ذٰلِكَ رَأْفَةً بِهِمْ وَلُطْفًا لَهُمْ.
Adapun sisi penyebutan sifat ra’fah (lembut/penyayang) di sini adalah bahwa Dia telah mewajibkan atas mereka apa yang Dia wajibkan, untuk kemudian Dia memberi balasan dan pahala kepada mereka; maka hal itu merupakan bentuk belas kasih-Nya kepada mereka dan kelembutan-Nya bagi mereka.
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ إِسْحاقَ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ قالَ:
Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
لَمّا أُصِيبَتِ السَّرِيَّةُ الَّتِي فِيها عاصِمٌ وَمَرْثَدٌ قالَ رِجالٌ مِنَ الْمُنافِقِينَ: يا وَيْحَ هٰؤُلَاءِ الْمَقْتُولِينَ الَّذِينَ هَلَكُوا هٰكَذا،
Ketika pasukan kecil (sariyah) yang di dalamnya terdapat ‘Ashim dan Martsad mendapat musibah (terbunuh),
sekelompok orang munafik berkata: “Celakalah orang-orang yang terbunuh itu, yang binasa begitu saja.”
لا هُمْ قَعَدُوا فِي أَهْلِهِمْ، وَلا هُمْ أَدَّوْا رِسالَةَ صاحِبِهِمْ؟
“Mereka tidak duduk (tinggal) bersama keluarga mereka, dan tidak pula mereka menyampaikan risalah (misi) sahabat mereka (Rasulullah)?”
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا،
Maka Allah menurunkan: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu.”
أَيْ: ما يُظْهِرُ مِنَ الْإِسْلامِ بِلِسانِهِ،
Yakni: apa yang ia tampakkan berupa keislaman dengan lisannya.
وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ أَنَّهُ مُخالِفٌ لِما يَقولُهُ بِلِسانِهِ،
“Dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada di dalam hatinya,”
yaitu bahwa batinnya menyelisihi apa yang ia ucapkan dengan lisannya.
وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصامِ أَيْ: ذُو جِدالٍ إِذا كَلَّمَكَ وَراجَعَكَ.
“Dan ia adalah penentang yang paling keras,” yakni: sangat pandai berdebat apabila ia berbicara dan membantahmu.
وَإِذا تَوَلَّىٰ: خَرَجَ مِنْ عِنْدِكَ،
“Dan apabila ia berpaling (tawallā)” yakni: keluar dari tempatmu.
سَعىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيها، وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ، وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسادَ،
“Ia berusaha di bumi untuk berbuat kerusakan di dalamnya dan merusak tanaman dan keturunan, dan Allah tidak menyukai kerusakan.”
أَيْ: لا يُحِبُّ عَمَلَهُ وَلا يَرْضىٰ بِهِ.
Yakni: Allah tidak menyukai perbuatannya dan tidak meridai hal itu.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ: الَّذِينَ يَشْرُونَ أَنْفُسَهُمْ مِنَ اللَّهِ بِالْجِهادِ فِي سَبِيلِهِ، وَالْقِيامِ بِحَقِّهِ حَتّىٰ هَلَكُوا عَلىٰ ذٰلِكَ، يَعْنِي هٰذِهِ السَّرِيَّةَ.
“Dan di antara manusia ada orang yang menjual dirinya,”
(yaitu) orang-orang yang menjual diri mereka kepada Allah dengan berjihad di jalan-Nya dan menunaikan hak-Nya sampai mereka mati di atas itu—yang dimaksud adalah pasukan kecil (sariyah) ini.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنِ السُّدِّيِّ فِي قَوْلِهِ: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ الْآيَةَ، قالَ: نَزَلَتْ فِي الْأَخْنَسِ بْنِ شُرَيْقٍ الثَّقَفِيِّ، حَلِيفِ بَنِي زُهْرَةَ،
Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari as-Suddi tentang firman-Nya: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya menarik hatimu …”, ia berkata:
Ayat ini turun mengenai al-Akhnas bin Syuraiq ats-Tsaqafi, sekutu Bani Zuhrah.
أَقْبَلَ إِلىٰ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَقالَ: جِئْتُ أُرِيدُ الْإِسْلامَ، وَيَعْلَمُ اللَّهُ أَنِّي لَصادِقٌ،
Ia datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم di Madinah dan berkata:
“Aku datang ingin masuk Islam, dan Allah mengetahui bahwa aku benar-benar jujur.”
فَأَعْجَبَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ذٰلِكَ مِنْهُ، فَذٰلِكَ قَوْلُهُ: وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلىٰ ما فِي قَلْبِهِ.
Perkataan itu membuat Nabi صلى الله عليه وسلم kagum kepadanya; maka itulah makna firman-Nya: “dan ia menjadikan Allah sebagai saksi atas apa yang ada di dalam hatinya.”
ثُمَّ خَرَجَ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَمَرَّ بِزَرْعٍ لِقَوْمٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَحُمُرٍ، فَأَحْرَقَ الزَّرْعَ، وَعَقَرَ الْحُمُرَ،
Kemudian ia keluar dari sisi Nabi صلى الله عليه وسلم.
Ia melewati ladang milik suatu kaum dari kalangan muslimin dan (melewati) keledai-keledai mereka; maka ia membakar ladang itu dan melukai (menyembelih) keledai-keledai tersebut.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: وَإِذا تَوَلَّىٰ سَعىٰ فِي الْأَرْضِ الْآيَةَ.
Maka Allah menurunkan: “Dan apabila ia berpaling, ia berusaha di bumi untuk berbuat kerusakan …” (ayat).
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ فِي قَوْلِهِ: وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصامِ قالَ: هُوَ شَدِيدُ الْخُصومَةِ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya: “dan ia adalah penentang yang paling keras”; ia berkata: “Ia sangat keras dalam berdebat.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ مُجاهِدٍ فِي قَوْلِهِ: وَإِذا تَوَلَّىٰ سَعىٰ فِي الْأَرْضِ قالَ: عَمِلَ فِي الْأَرْضِ،
‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari Mujahid tentang firman-Nya: “Dan apabila ia berpaling, ia berusaha di bumi”; ia berkata: “Yakni: ia berbuat (bekerja) di bumi.”
وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ قالَ: نَباتُ الْأَرْضِ، وَالنَّسْلَ نَسْلُ كُلِّ شَيْءٍ مِنَ الْحَيَوانِ وَالنّاسِ وَالدَّوابِّ.
“Dan merusak tanaman”; ia berkata: “Yaitu tumbuh-tumbuhan di bumi.”
“Dan keturunan”; yakni keturunan segala sesuatu: dari hewan, manusia, dan binatang ternak.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنْ مُجاهِدٍ أَيْضًا أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قَوْلِهِ: وَإِذا تَوَلَّىٰ سَعىٰ فِي الْأَرْضِ قالَ: يَلِي فِي الْأَرْضِ، فَيَعْمَلُ فِيها بِالْعُدْوانِ وَالظُّلْمِ،
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula dari Mujahid bahwa ia ditanya tentang firman-Nya: “Dan apabila ia berpaling, ia berusaha di bumi”; ia berkata:
“Yakni: ia berkuasa di bumi, lalu ia berbuat di dalamnya dengan permusuhan dan kezaliman.”
فَيَحْبِسُ اللَّهُ بِذٰلِكَ الْقَطْرَ مِنَ السَّماءِ، فَتَهْلَكُ بِحَبْسِ الْقَطْرِ الْحَرْثُ وَالنَّسْلُ، وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسادَ.
Maka Allah menahan hujan dari langit karena hal itu, lalu hancurlah tanaman dan keturunan akibat tertahannya hujan; dan Allah tidak menyukai kerusakan.
ثُمَّ قَرَأَ مُجاهِدٌ: ظَهَرَ الْفَسادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِما كَسَبَتْ أَيْدِي النّاسِ9 الْآيَةَ.
Kemudian Mujahid membaca: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia …”9 (ayat).
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قَوْلِهِ: وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ قالَ: الْحَرْثُ: الزَّرْعُ، وَالنَّسْلُ: نَسْلُ كُلِّ دابَّةٍ.
‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ia ditanya tentang firman-Nya: “dan merusak tanaman dan keturunan”; ia berkata:
“Tanaman adalah tumbuh-tumbuhan, dan keturunan adalah anak dari setiap binatang.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، وَالطَّبَرانيُّ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قالَ: «إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الذُّنُوبِ عِنْدَ اللَّهِ أَنْ يَقولَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ: اتَّقِ اللَّهَ، فَيَقولَ: عَلَيْكَ بِنَفْسِكَ، أَنْتَ تَأْمُرُنِي؟».
Ibnu al-Mundzir, ath-Thabrani, dan al-Baihaqi dalam Syu’ab meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata:
“Sesungguhnya di antara dosa yang paling besar di sisi Allah adalah ketika seseorang berkata kepada saudaranya: ‘Bertakwalah kepada Allah,’ lalu ia menjawab: ‘Urus saja dirimu sendiri, apakah engkau (layak) memerintahku?’”
وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ عَنْ سُفْيانَ قالَ: قالَ رَجُلٌ لِمالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ: اتَّقِ اللَّهَ، فَسَقَطَ، فَوَضَعَ خَدَّهُ عَلَى الْأَرْضِ تَواضُعًا لِلَّهِ.
Ibnu al-Mundzir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab meriwayatkan dari Sufyan, ia berkata:
Ada seorang berkata kepada Malik bin Mighwal: “Bertakwalah kepada Allah,”
maka ia (Malik) tersungkur dan meletakkan pipinya di atas tanah sebagai bentuk kerendahan diri kepada Allah.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حاتِمٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ فِي قَوْلِهِ: وَلَبِئْسَ الْمِهادُ قالَ: بِئْسَ الْمَنْزِلُ.
Ibnu Abi Hatim dan Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya: “Dan sungguh buruk tempat tidurnya itu”; ia berkata: “Seburuk-buruk tempat tinggal.”
وَأَخْرَجا عَنْ مُجاهِدٍ قالَ: بِئْسَ ما شَهِدُوا لِأَنْفُسِهِمْ.
Keduanya juga meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata: “Seburuk-buruk apa yang mereka persaksikan untuk diri mereka sendiri.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنْ صُهَيْبٍ قالَ: لَمّا أَرَدْتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قالَتْ لِي قُرَيْشٌ: يا صُهَيْبُ، قَدِمْتَ إِلَيْنا وَلا مالَ لَكَ، وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمالُكَ؟ وَاللَّهِ لا يَكونُ ذٰلِكَ أَبَدًا،
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Shuhaib, ia berkata:
Ketika aku ingin hijrah dari Makkah menuju Nabi صلى الله عليه وسلم, Quraisy berkata kepadaku:
“Wahai Shuhaib, engkau datang kepada kami dulu tanpa harta, lalu sekarang engkau hendak pergi membawa hartamu? Demi Allah, itu tidak akan pernah terjadi.”
فَقُلْتُ لَهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ ما لِي تُخَلُّونَ عَنِّي؟ قالُوا: نَعَمْ،
Maka aku berkata kepada mereka: “Bagaimana pendapat kalian jika aku serahkan kepada kalian seluruh hartaku, apakah kalian akan membiarkan aku (pergi)?”
Mereka menjawab: “Ya.”
فَدَفَعْتُ إِلَيْهِمْ مالي فَخَلَّوْا عَنِّي، فَخَرَجْتُ حَتّى قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ،
Maka aku pun menyerahkan hartaku kepada mereka, lalu mereka membiarkanku.
Aku pun keluar hingga sampai di Madinah.
فَبَلَغَ ذٰلِكَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَقالَ: «رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبٌ» مَرَّتَيْنِ.
Berita itu pun sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu beliau bersabda:
“Beruntunglah jual beli (mu), wahai Shuhaib,” sebanyak dua kali.
وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ، وَأَبُو نُعَيْمٍ فِي «الْحِلْيَةِ»، وَابْنُ عَساكِرَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ نَحْوَهُ.
Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyib kisah yang semakna.
وَأَخْرَجَ الطَّبَرانيُّ، وَالْحاكِمُ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «الدَّلائِلِ» عَنْ صُهَيْبٍ نَحْوَهُ.
Ath-Thabrani, al-Hakim, dan al-Baihaqi dalam ad-Dalā’il meriwayatkan dari Shuhaib kisah yang semisal.
وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ، وَالْحاكِمُ وَصَحَّحَهُ عَنْ أَنَسٍ قالَ: نَزَلَتْ فِي خُرُوجِ صُهَيْبٍ إِلى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم.
Ibnu al-Mundzir dan al-Hakim—ia mensahihkannya—meriwayatkan dari Anas, ia berkata:
“Ayat ini turun berkenaan dengan kepergian Shuhaib menuju Nabi صلى الله عليه وسلم.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ قَتادَةَ قالَ: هُمْ الْمُهاجِرُونَ وَالْأَنْصارُ.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, ia berkata:
“Mereka adalah kaum Muhajirin dan Anshar.”
---