Al Baqarah Ayat 195
سُورَةُ الْبَقَرَةِ (٢): آيَةٌ ١٩٥
Surat Al-Baqarah (2): Ayat 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta kalian) di jalan Allah.
Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.
Dan berbuat baiklah; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.
---
وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ الْأَمْرُ بِالْإِنْفَاقِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَهُوَ الْجِهَادُ،
Dalam ayat ini terdapat perintah untuk berinfak di jalan Allah, dan yang dimaksud adalah jihad.
وَاللَّفْظُ يَتَنَاوَلُ غَيْرَهُ مِمَّا يُصْدَقُ عَلَيْهِ أَنَّهُ مِنْ سَبِيلِ اللَّهِ،
Namun lafaz (ayat) ini juga mencakup selain jihad, yaitu segala sesuatu yang benar-benar termasuk “di jalan Allah”.
وَالْبَاءُ فِي قَوْلِهِ: ﴿بِأَيْدِيكُمْ﴾ زَائِدَةٌ، وَالتَّقْدِيرُ: وَلَا تُلْقُوا أَيْدِيَكُمْ،
Huruf “bā’” pada firman-Nya: “bi-aydīkum” adalah huruf tambahan;
susunan (makna) kalimatnya adalah: “wa lā tulqū aydiyakum” (janganlah kalian menjatuhkan tangan-tangan kalian).
وَمِثْلُهُ: ﴿أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى﴾
Yang semisal dengan ini adalah firman-Nya: “Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat?”
وَقَالَ الْمُبَرِّدُ: ﴿بِأَيْدِيكُمْ﴾ أَيْ: بِأَنْفُسِكُمْ، تَعْبِيرًا بِالْبَعْضِ عَنِ الْكُلِّ، كَقَوْلِهِ: ﴿فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ﴾
Al-Mubarrid berkata: “bi-aydīkum” maksudnya: “dengan diri kalian sendiri”,
yaitu ungkapan dengan menyebut sebagian (tangan) untuk maksud keseluruhan (diri),
sebagaimana firman-Nya: “(Itu disebabkan) oleh apa yang telah diperbuat oleh tangan-tangan kalian.”
وَقِيلَ: هَذَا مَثَلٌ مَضْرُوبٌ، يُقَالُ: فُلَانٌ أَلْقَى بِيَدِهِ فِي أَمْرِ كَذَا إِذَا اسْتَسْلَمَ،
Dan ada yang berkata: ini adalah perumpamaan yang dipakai;
dikatakan: “Si Fulan telah melemparkan tangannya pada urusan ini,” bila ia menyerah.
لِأَنَّ الْمُسْتَسْلِمَ فِي الْقِتَالِ يُلْقِي سِلَاحَهُ بِيَدَيْهِ، فَكَذَلِكَ فِعْلُ كُلِّ عَاجِزٍ فِي أَيِّ فِعْلٍ كَانَ،
Karena orang yang menyerah dalam peperangan melemparkan senjatanya dengan kedua tangannya;
demikian pula perbuatan setiap orang yang lemah, dalam urusan apa pun.
وَقَالَ قَوْمٌ: التَّقْدِيرُ: وَلَا تُلْقُوا أَنْفُسَكُمْ بِأَيْدِيكُمْ.
Dan sekelompok ulama mengatakan: susunan (makna) kalimatnya adalah:
“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri dengan tangan-tangan kalian (sendiri).”
وَالتَّهْلُكَةُ: مَصْدَرٌ مِنْ هَلَكَ يَهْلَكُ هَلَاكًا وَهُلْكًا وَتَهْلُكَةً، أَيْ: لَا تَأْخُذُوا فِيمَا يُهْلِكُكُمْ.
“At-tahlukah” adalah mashdar (kata dasar) dari “halaka – yahliku – halākan, hulkan, dan tahlukatan”;
maksudnya: janganlah kalian menempuh sesuatu yang membinasakan kalian.
وَلِلسَّلَفِ فِي مَعْنَى الْآيَةِ أَقْوَالٌ سَيَأْتِي بَيَانُهَا، وَبَيَانُ سَبَبِ نُزُولِ الْآيَةِ.
Para salaf memiliki sejumlah pendapat tentang makna ayat ini; penjelasan pendapat-pendapat itu
dan penjelasan sebab turunnya ayat ini akan disebutkan kemudian.
وَالْحَقُّ أَنَّ الِاعْتِبَارَ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ،
Yang benar adalah bahwa yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafaz, bukan kekhususan sebab (turun ayat).
فَكُلُّ مَا صَدَقَ عَلَيْهِ أَنَّهُ تَهْلُكَةٌ فِي الدِّينِ أَوِ الدُّنْيَا فَهُوَ دَاخِلٌ فِي هَذَا،
Maka segala sesuatu yang benar-benar termasuk kebinasaan dalam agama atau dunia,
termasuk ke dalam (larangan) ayat ini.
وَبِهِ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ.
Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari.
وَمِنْ جُمْلَةِ مَا يَدْخُلُ تَحْتَ الْآيَةِ أَنْ يَقْتَحِمَ الرَّجُلُ فِي الْحَرْبِ فَيَحْمِلَ عَلَى الْجَيْشِ مَعَ عَدَمِ قُدْرَتِهِ عَلَى التَّخَلُّصِ وَعَدَمِ تَأْثِيرِهِ لِأَثَرٍ يَنْفَعُ الْمُجَاهِدِينَ،
Termasuk hal-hal yang tercakup dalam ayat ini adalah
seorang laki-laki menerjang masuk ke dalam peperangan, lalu menyerbu pasukan musuh,
padahal ia tidak sanggup menyelamatkan diri dan tindakannya tidak menimbulkan pengaruh
yang bermanfaat bagi para mujahid.
وَلَا يَمْنَعُ مِنْ دُخُولِ هَذَا تَحْتَ الْآيَةِ إِنْكَارُ مَنْ أَنْكَرَهُ مِنَ الَّذِينَ رَأَوُا السَّبَبَ،
Dan diakuinya hal ini sebagai bagian dari (larangan) ayat ini tidak terhalangi
oleh pengingkaran orang-orang yang mengingkarinya dari kalangan yang menyaksikan sebab turunnya ayat.
فَإِنَّهُمْ ظَنُّوا أَنَّ الْآيَةَ لَا تُجَاوِزُ سَبَبَهَا، وَهُوَ ظَنٌّ تَدْفَعُهُ لُغَةُ الْعَرَبِ.
Karena mereka menyangka bahwa ayat ini tidak melampaui sebab turunnya;
padahal sangkaan itu dibantah oleh (kaidah) bahasa Arab.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَأَحْسِنُوا﴾ أَيْ: فِي الْإِنْفَاقِ فِي الطَّاعَةِ، أَوْ أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِاللَّهِ فِي إِخْلَافِهِ عَلَيْكُمْ.
Firman-Nya: “Wa aḥsinū” (dan berbuat baiklah) maksudnya: berbuat baiklah dalam berinfak pada ketaatan,
atau berbaik sangkalah kepada Allah tentang (janji) penggantiannya untuk kalian.
(١) الشُّورى: ٤٠.
(٢) الشُّورى: ٤١.
(٣) النَّحْل: ١٢٦.
(٤) الإِسْراء: ٣٣.
(٥) الإِسْراء: ٣٣.
(٦) الإِسْراء: ٣٣.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٢٢٣)
Fathul Qadir karya Asy-Syaukani – Jilid 1 (hal. 223)
وَقَدْ أَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَالْبُخَارِيُّ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ، عَنْ حُذَيْفَةَ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ قَالَ: نَزَلَتْ فِي النَّفَقَةِ.
‘Abd bin Humaid, Al-Bukhari, dan Al-Baihaqi dalam Sunan-nya meriwayatkan dari Hudzaifah,
tentang firman-Nya: “Dan belanjakanlah (harta kalian) di jalan Allah
dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan”;
ia berkata: “Ayat ini turun berkenaan dengan (masalah) nafkah (infak).”
وَأَخْرَجَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْهُ فِي الْآيَةِ قَالَ: هُوَ تَرْكُ النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَخَافَةَ الْعَيْلَةِ.
Sa‘id bin Manshur, ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan darinya (Hudzaifah) tentang ayat ini;
ia berkata: “Yang dimaksud adalah meninggalkan infak di jalan Allah karena takut miskin.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَالْبَيْهَقِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ نَحْوَهُ.
‘Abd bin Humaid dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dengan makna yang serupa.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ نَحْوَهُ أَيْضًا.
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah dengan makna yang serupa juga.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ الْحَسَنِ نَحْوَهُ.
Dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan dengan makna yang serupa.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ، عَنْهُ قَالَ: هُوَ الْبُخْلُ.
‘Abd bin Humaid dan Al-Baihaqi dalam Syu‘ab (Al-Iman) meriwayatkan dari Al-Hasan;
ia berkata: “Yang dimaksud adalah kikir (bakhil).”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ فِي الْآيَةِ قَالَ:
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Aslam tentang ayat ini; ia berkata:
كَانَ رِجَالٌ يَخْرُجُونَ فِي بُعُوثٍ يَبْعَثُهَا الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِغَيْرِ نَفَقَةٍ، فَإِمَّا يَقْطَعُ لَهُمْ، وَإِمَّا كَانُوا عِيَالًا،
“Dulu ada orang-orang yang ikut keluar dalam pasukan-pasukan yang diutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa bekal nafkah,
maka kadang (bekal) itu dipenuhi bagi mereka, dan kadang mereka menjadi tanggungan (orang lain).
فَأَمَرَهُمُ اللَّهُ أَنْ يَسْتَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللَّهُ، وَلَا يُلْقُوا بِأَيْدِيهِمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ.
Maka Allah memerintahkan mereka untuk mengeluarkan nafkah dari apa yang Allah rezekikan kepada mereka,
dan agar mereka tidak menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalam kebinasaan.”
وَالتَّهْلُكَةُ: أَنْ تَهْلَكَ رِجَالٌ مِنَ الْجُوعِ وَالْعَطَشِ وَمِنَ الْمَشْيِ.
“Yang dimaksud kebinasaan adalah: matinya orang-orang karena lapar, haus, dan karena perjalanan kaki.”
وَقَالَ لِمَنْ بِيَدِهِ فَضْلٌ: ﴿وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ﴾.
Dan Allah berfirman kepada orang yang memiliki kelebihan (harta):
“Dan berbuat baiklah; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَأَبُو يَعْلَى، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَالْبَغَوِيُّ فِي مُعْجَمِهِ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَابْنُ حِبَّانَ، وَابْنُ قَانِعٍ، وَالطَّبَرَانِيُّ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ أَبِي جَبِيرٍ:
‘Abd bin Humaid, Abu Ya‘la, Ibnu Jarir, Al-Baghawi dalam Mu‘jam-nya, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Hibban, Ibnu Qani‘, dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ad-Dhahhak bin Abi Jubair:
أَنَّ الْأَنْصَارَ كَانُوا يُنْفِقُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَيَتَصَدَّقُونَ، فَأَصَابَتْهُمْ سَنَةٌ، فَسَاءَ ظَنُّهُمْ، وَأَمْسَكُوا عَنْ ذَلِكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ الْآيَةَ.
“Bahwa orang-orang Anshar dahulu berinfak di jalan Allah dan bersedekah.
Kemudian mereka ditimpa masa paceklik, sehingga mereka berburuk sangka dan berhenti dari (infak dan sedekah) itu.
Maka Allah menurunkan ayat ini.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ، وَالنَّسَائِيُّ، وَأَبُو يَعْلَى، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ، وَالطَّبَرَانِيُّ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ، عَنْ أَسْلَمَ بْنِ عِمْرَانَ قَالَ:
‘Abd bin Humaid, Abu Dawud, At-Tirmidzi (yang mensahihkannya), An-Nasa’i, Abu Ya‘la, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Al-Hakim (yang mensahihkannya), Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalam Sunan-nya meriwayatkan dari Aslam bin ‘Imran; ia berkata:
كُنَّا بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ، وَعَلَى أَهْلِ مِصْرَ عُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ، وَعَلَى أَهْلِ الشَّامِ فُضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ،
“Kami berada di Konstantinopel; yang memimpin penduduk Mesir saat itu adalah ‘Uqbah bin ‘Amir,
dan yang memimpin penduduk Syam adalah Fudhalah bin ‘Ubaid.
فَخَرَجَ صَفٌّ عَظِيمٌ مِنَ الرُّومِ فَصَفَفْنَا لَهُمْ،
Lalu keluar barisan besar dari pasukan Romawi, maka kami pun berbaris menghadapi mereka.
فَحَمَلَ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى صَفِّ الرُّومِ حَتَّى دَخَلَ فِيهِمْ،
Tiba-tiba seorang laki-laki dari kaum muslimin menyerbu barisan Romawi hingga masuk ke tengah-tengah mereka.
فَصَاحَ النَّاسُ وَقَالُوا: سُبْحَانَ اللَّهِ! يُلْقِي بِيَدِهِ إِلَى التَّهْلُكَةِ!
Orang-orang pun berteriak seraya berkata: “Mahasuci Allah! Ia telah menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan!”
فَقَامَ أَبُو أَيُّوبَ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
Lalu berdirilah Abu Ayyub, sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ia berkata:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تُؤَوِّلُونَ الْآيَةَ هَذَا التَّأْوِيلَ.
“Wahai manusia, kalian menafsirkan ayat ini dengan tafsiran seperti ini.
وَإِنَّمَا أُنْزِلَتْ فِينَا هَذِهِ الْآيَةُ مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ،
Padahal sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami, kaum Anshar.
إِنَّا لَمَّا أَعَزَّ اللَّهُ دِينَهُ وَكَثُرَ نَاصِرُوهُ، قَالَ بَعْضُنَا لِبَعْضٍ سِرًّا دُونَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Ketika Allah telah memuliakan agama-Nya dan para penolongnya telah banyak,
sebagian kami berkata kepada sebagian yang lain secara sembunyi-sembunyi, tanpa sepengetahuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَمْوَالَ النَّاسِ قَدْ ضَاعَتْ، وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعَزَّ الْإِسْلَامَ وَكَثُرَ نَاصِرُوهُ، فَلَوْ أَقَمْنَا فِي أَمْوَالِنَا فَأَصْلَحْنَا مَا ضَاعَ مِنْهَا؟
‘Sesungguhnya harta-harta kita telah rusak (banyak terabaikan), dan Allah telah memuliakan Islam serta memperbanyak para penolongnya;
bagaimana kalau kita tinggal (di Madinah) mengurus harta-harta kita dan memperbaiki apa yang telah rusak darinya?’
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى نَبِيِّهِ يَرُدُّ عَلَيْنَا: ﴿وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾،
Maka Allah menurunkan kepada Nabi-Nya, sebagai bantahan terhadap kami:
‘Dan belanjakanlah (di jalan Allah) dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.’
فَكَانَتِ التَّهْلُكَةُ: الْإِقَامَةَ فِي الْأَمْوَالِ وَإِصْلَاحَهَا وَتَرْكَ الْغَزْوِ.
Jadi yang dimaksud kebinasaan adalah: tinggal (sibuk) dengan harta, memperbaikinya, dan meninggalkan jihad.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَصَحَّحَهُ، وَالْبَيْهَقِيُّ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ فِي تَفْسِيرِ الْآيَةِ:
‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim (yang mensahihkannya), dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Al-Bara’ bin ‘Azib;
ia berkata dalam menafsirkan ayat ini:
هُوَ الرَّجُلُ يُذْنِبُ الذَّنْبَ فَيُلْقِي بِيَدَيْهِ، فَيَقُولُ: لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِي أَبَدًا.
“Ia adalah seorang lelaki yang melakukan suatu dosa, lalu ia menjatuhkan kedua tangannya (putus asa) seraya berkata:
‘Allah tidak akan pernah mengampuniku selamanya.’”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، وَالطَّبَرَانِيُّ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ نَحْوَهُ.
‘Abd bin Humaid, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Mardawaih, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi dalam Syu‘ab (Al-Iman) meriwayatkan dari An-Nu‘man bin Basyir dengan makna yang serupa.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ قَالَ فِي تَفْسِيرِ الْآيَةِ: إِنَّهُ الْقُنُوطُ.
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa ia berkata dalam menafsirkan ayat ini:
“Yang dimaksud adalah keputusasaan.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: التَّهْلُكَةُ: عَذَابُ اللَّهِ.
Ibnu Jarir, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas; ia berkata:
“Kebinasaan itu adalah azab Allah.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ بْنِ عَبْدِ يَغُوثَ أَنَّهُمْ حَاصَرُوا دِمَشْقَ، فَأَسْرَعَ رَجُلٌ إِلَى الْعَدُوِّ وَحْدَهُ، فَعَابَ ذَلِكَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ، وَرُفِعَ حَدِيثُهُ إِلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَرَدَّهُ، وَقَالَ:
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Al-Aswad bin ‘Abd Yaghuts bahwa mereka pernah mengepung Damaskus.
Lalu seorang lelaki dengan cepat maju sendirian menuju musuh, maka kaum muslimin menganggap perbuatannya itu tercela.
Berita tentang dirinya disampaikan kepada ‘Amr bin Al-‘Ash; maka ia mengutus (utusan) kepadanya dan memanggilnya kembali, seraya berkata:
قَالَ اللَّهُ: ﴿وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾.
“Allah telah berfirman: ‘Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.’”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ رَجُلٍ مِنَ الصَّحَابَةِ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَأَحْسِنُوا﴾ قَالَ: أَدُّوا الْفَرَائِضَ.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang lelaki dari kalangan sahabat,
tentang firman-Nya: “Dan berbuat baiklah”; ia berkata: “Tunaikanlah kewajiban-kewajiban (yang difardukan).”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ مِثْلَهُ.
‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari Abu Ishaq dengan makna yang serupa.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِاللَّهِ.
Dan ‘Abd bin Humaid serta Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah; ia berkata:
“Berbaik sangkalah kepada Allah.”
1 الشورى: 40.
2 الشورى: 41.
3 النحل: 126.
4 الإسراء: 33.
5 الإسراء: 33.
6 الإسراء: 33.