Al Baqarah Ayat 19-20

‌‌[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2) : الآيَاتُ 19 إِلَى 20]

Surat Al-Baqarah (2): ayat 19 sampai 20. ---

أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّماءِ فِيهِ ظُلُماتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصابِعَهُمْ فِي آذانِهِمْ مِنَ الصَّواعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكافِرِينَ (19)
Atau (keadaan mereka) seperti hujan lebat yang turun dari langit, yang di dalamnya ada kegelapan, guruh, dan kilat. Mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke telinga mereka karena (takut) petir, karena takut mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir.
يَكادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصارَهُمْ كُلَّما أَضاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قامُوا وَلَوْ شاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (20)
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di dalam cahayanya. Dan apabila kegelapan menimpa mereka, mereka berhenti. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. ---
عَطَفَ هَذَا الْمَثَلَ عَلَى الْمَثَلِ الْأَوَّلِ بِحَرْفِ الشَّكِّ لِقَصْدِ التَّخْيِيرِ بَيْنَ الْمَثَلَيْنِ: أَي مَثِّلُوهُمْ بِهَذَا أَوْ هَذَا، وَهِيَ
Ia meng-‘athaf’-kan perumpamaan ini kepada perumpamaan yang pertama dengan huruf yang (pada asalnya) untuk menyatakan keragu-raguan, dengan maksud memberi pilihan di antara dua perumpamaan itu. Yaitu: serupakanlah mereka dengan perumpamaan ini atau itu. Dan ia (huruf yang dimaksud, yaitu “أَوْ”) …
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٥٧)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Juz 1 (hlm. 57).
وَإِنْ كَانَتْ فِي الْأَصْلِ لِلشَّكِّ فَقَدْ تَوُسِّعَ فِيهَا حَتَّى صَارَتْ لِمُجَرَّدِ التَّسَاوِي مِنْ غَيْرِ شَكٍّ، وَقِيلَ إِنَّهَا بِمَعْنَى الْوَاوِ، قَالَهُ الْفَرَّاءُ وَغَيْرُهُ، وَأَنْشَدَ:
Meskipun pada asalnya huruf itu untuk keragu-raguan, penggunaannya telah diperluas sehingga (kadang) hanya menunjukkan kesetaraan (pilihan) tanpa ada keraguan. Ada pula yang mengatakan bahwa huruf itu bermakna huruf “wawu” (و) yang berarti “dan”. Hal ini dikatakan oleh al-Farrā’ dan yang lainnya. Dan ia mengutip syair:
وَقَدْ زَعَمَتْ لَيْلَى بِأَنِّي فَاجِرٌ … لِنَفْسِي تُقَاهَا أَوْ عَلَيْهَا فُجُورُهَا
“Dan sungguh Laila menyangka bahwa aku adalah orang fajir (pendosa); bagi diriku sendiri (ada) ketakwaannya, atau atasnya (pula ada) kefajirannya.”
وَقَالَ آخَرُ:
Dan orang lain berkata:
نَالَ الْخِلَافَةَ أَوْ كَانَتْ لَهُ قَدَرًا … كَمَا أَتَى رَبَّهُ مُوسَى عَلَى قَدَرِ
“Ia meraih kekhalifahan, atau memang telah ditakdirkan untuknya, sebagaimana Musa datang kepada Tuhannya pada waktu yang telah ditentukan.”
وَالْمُرَادُ بِالصَّيِّبِ: الْمَطَرُ، وَاشْتِقَاقُهُ مِنْ صَابَ يَصُوبُ: إِذَا نَزَلَ.
Yang dimaksud dengan “aṣ-ṣayyib” adalah hujan. Kata ini berasal dari kata kerja “ṣāba–yaṣūbu”, yaitu apabila (sesuatu) turun.
قَالَ عَلْقَمَةُ:
Alqamah berkata:
فَلَا تَعْدِلِي بَيْنِي وَبَيْنَ مُغَمَّرٍ … سَقَتْكَ رَوَايَا الْمُزْنِ حَيْثُ تَصُوبُ
“Maka jangan engkau samakan antara aku dan orang yang hina, (ingatlah) pancuran-pancuran awan telah menuangkan (airnya) kepadamu ke mana pun ia mengalir turun.”
وَأَصْلُهُ صَيُّوبٌ، اجْتَمَعَتِ الْيَاءُ وَالْوَاوُ وَسُبِقَتْ إِحْدَاهُمَا بِالسُّكُونِ فَقُلِبَتِ الْوَاوُ يَاءً وَأُدْغِمَتْ، كَمَا فَعَلُوا فِي مَيِّتٍ وَسَيِّدٍ.
Asal katanya adalah “ṣayyūb”. Huruf yā’ dan wawu berkumpul, dan salah satunya didahului oleh huruf sukun; maka huruf wawu diubah menjadi yā’ lalu diidghamkan (dilebur), sebagaimana yang mereka lakukan pada kata “mayyit” dan “sayyid”.
وَالسَّمَاءُ فِي الْأَصْلِ: كُلُّ مَا عَلَاكَ فَأَظَلَّكَ. وَمِنْهُ قِيلَ لِسَقْفِ الْبَيْتِ سَمَاءٌ.
Secara asal, “as-samā’” (langit) adalah setiap sesuatu yang berada di atasmu lalu menaungimu. Dari makna ini, atap rumah disebut “samā’”.
وَالسَّمَاءُ أَيْضًا: الْمَطَرُ سُمِّيَ بِهَا لِنُزُولِهِ مِنْهَا،
Kata “as-samā’” juga berarti “hujan”; hujan dinamai demikian karena ia turun darinya (dari langit).
وَفَائِدَةُ ذِكْرِ نُزُولِهِ مِنَ السَّمَاءِ مَعَ كَوْنِهِ لَا يَكُونُ إِلَّا مِنْهَا أَنَّهُ لَا يَخْتَصُّ نُزُولُهُ بِجَانِبٍ مِنْهَا دُونَ جَانِبٍ،
Faedah penyebutan “turun dari langit”, padahal hujan memang tidak turun kecuali dari langit, adalah bahwa turunnya itu tidak khusus dari satu sisi langit saja tanpa sisi yang lain.
وَإِطْلَاقُ السَّمَاءِ عَلَى الْمَطَرِ وَاقِعٌ كَثِيرًا فِي كَلَامِ الْعَرَبِ،
Penggunaan kata “samā’” untuk makna “hujan” banyak terjadi dalam ucapan orang-orang Arab.
فَمِنْهُ قَوْلُ حَسَّانٍ:
Di antaranya adalah ucapan Hassān:
دِيَارٌ مِنْ بَنِي الْحُسْحَاسِ قَفْرٌ … تَعَفِّيهَا الرَّوَامِسُ وَالسَّمَاءُ
“Daerah-daerah milik Bani al-Husḥās telah menjadi sepi; jejaknya dihapus oleh hujan deras dan (guyuran) langit.”
وَقَالَ آخَرُ:
Dan penyair lain berkata:
إِذَا نَزَلَ السَّمَاءُ بِأَرْضِ قَوْمٍ
“Apabila hujan (yang disebut) ‘as-samā’’ turun di tanah suatu kaum …”
.....
…..
وَالظُّلُمَاتُ قَدْ تَقَدَّمَ تَفْسِيرُهَا، وَإِنَّمَا جَمَعَهَا إِشَارَةً إِلَى أَنَّهُ انْضَمَّ إِلَى ظُلْمَةِ اللَّيْلِ ظُلْمَةُ الْغَيْمِ.
Adapun “az-zulumāt” (kegelapan-kegelapan), penafsirannya telah berlalu. Ia dibuat dalam bentuk jamak sebagai isyarat bahwa kegelapan malam bergabung dengan kegelapan awan.
وَالرَّعْدُ: اسْمٌ لِصَوْتِ الْمَلَكِ الَّذِي يَزْجُرُ السَّحَابَ.
Ar-ra‘d (guruh) adalah nama bagi suara malaikat yang menggiring dan menghardik awan.
وَقَدْ أَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «سَأَلَتِ الْيَهُودُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنِ الرَّعْدِ مَا هُوَ؟ قَالَ:
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang guruh: ‘Apakah itu?’
مَلَكٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ بِيَدِهِ مَخَارِيقُ مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ،
Beliau menjawab: ‘(Ia adalah) seorang malaikat dari kalangan malaikat; di tangannya ada cambuk-cambuk dari api, dengan itu ia menggiring awan ke mana Allah kehendaki.’
قَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِي نَسْمَعُ؟ قَالَ: زَجْرُهُ بِالسَّحَابِ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى حَيْثُ أُمِرَ. قَالُوا: صَدَقْتَ» الْحَدِيثَ بِطُولِهِ، وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ.
Mereka berkata: ‘Lalu suara apa yang kami dengar itu?’ Beliau menjawab: ‘Itulah hardikannya terhadap awan ketika ia menghardiknya, hingga awan itu berhenti di tempat yang diperintahkan.’ Mereka berkata: ‘Engkau benar.’ Demikian hadis secara panjang, dan dalam sanadnya terdapat pembicaraan (kritik).
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: وَعَلَى هَذَا التَّفْسِيرِ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ.
Al-Qurthubi berkata: Berdasarkan penafsiran inilah mayoritas ulama berpendapat.
وَقِيلَ: هُوَ اضْطِرَابُ أَجْرَامِ السَّحَابِ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ مِنْهَا،
Dan ada yang mengatakan: Guruh adalah getaran benda-benda awan ketika hujan turun darinya.
وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ جَمْعٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ تَبَعًا لِلْفَلَاسِفَةِ وَجَهَلَةِ الْمُتَكَلِّمِينَ، وَقِيلَ غَيْرُ ذَلِكَ،
Pendapat ini diikuti oleh sekelompok mufasir, mengikuti para filsuf dan orang-orang bodoh dari kalangan ahli kalam. Dan ada pula pendapat lain.
وَالْبَرْقُ مِخْرَاقُ حَدِيدٍ بِيَدِ الْمَلَكِ الَّذِي يَسُوقُ السَّحَابَ،
Adapun al-barq (kilat) adalah cambuk besi di tangan malaikat yang menggiring awan.
وَإِلَيْهِ ذَهَبَ كَثِيرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَجُمْهُورُ عُلَمَاءِ الشَّرِيعَةِ لِلْحَدِيثِ السَّابِقِ.
Kepada pendapat inilah banyak sahabat dan jumhur ulama syariat berpegang, berdasarkan hadis yang telah disebutkan tadi.
وَقَالَ بَعْضُ الْمُفَسِّرِينَ تَبَعًا لِلْفَلَاسِفَةِ: إِنَّ الْبَرْقَ مَا يَنْقَدِحُ مِنَ اصْطِكَاكِ أَجْرَامِ السَّحَابِ الْمُتَرَاكِمَةِ مِنَ الْأَبْخِرَةِ الْمُتَصَعِّدَةِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُزْءٍ نَارِيٍّ يَتَلَهَّبُ عِنْدَ الِاصْطِكَاكِ.
Sebagian mufasir, mengikuti para filsuf, berkata: Sesungguhnya kilat adalah (cahaya) yang memercik akibat benturan benda-benda awan yang saling menumpuk, yang terbentuk dari uap-uap yang naik ke atas dan mengandung unsur api yang berkobar ketika terjadi benturan.
وَقَوْلُهُ: يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ جُمْلَةٌ مُسْتَأْنَفَةٌ لَا مَحَلَّ لَهَا كَأَنَّ قَائِلًا قَالَ: فَكَيْفَ حَالُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ الرَّعْدِ؟ فَقِيلَ: يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ.
Firman-Nya: “Mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke telinga mereka” adalah kalimat baru yang tidak mempunyai hubungan i‘rab dengan sebelumnya; seakan-akan ada yang mengatakan: “Bagaimana keadaan mereka ketika ada guruh itu?” Lalu dikatakan: “Mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke telinga mereka.”
وَإِطْلَاقُ الْأُصْبُعِ عَلَى بَعْضِهَا مَجَازٌ مَشْهُورٌ، وَالْعَلَاقَةُ الْجُزْئِيَّةُ وَالْكُلِّيَّةُ لِأَنَّ الَّذِي يُجْعَلُ فِي الْأُذُنِ إِنَّمَا هُوَ رَأْسُ الْأُصْبُعِ لَا كُلُّهَا.
Penggunaan kata “jari” (al-uṣbu‘) untuk menyebut sebagian (ujungnya) adalah majaz yang masyhur, dengan hubungan antara bagian dan keseluruhan; karena yang dimasukkan ke telinga hanyalah ujung jari, bukan seluruhnya.
وَالصَّوَاعِقُ وَيُقَالُ الصَّوَاقِعُ: هِيَ قِطْعَةُ نَارٍ
As-ṣawā‘iq — dan disebut juga aṣ-ṣawāqi‘ — adalah potongan api
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٥٨)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Juz 1 (hlm. 58).
تَنْفَصِلُ مِنْ مِخْرَاقِ الْمَلَكِ الَّذِي يَزْجُرُ السَّحَابَ عِنْدَ غَضَبِهِ وَشِدَّةِ ضَرْبِهِ لَهَا،
yang terpisah dari cambuk malaikat yang menggiring (menghardik) awan ketika ia marah dan sangat keras memukulinya.
وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ مَا فِي حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ الَّذِي ذَكَرْنَا بَعْضَهُ قَرِيبًا، وَبِهِ قَالَ كَثِيرٌ مِنْ عُلَمَاءِ الشَّرِيعَةِ.
Yang menunjukkan hal ini adalah apa yang terdapat dalam hadis Ibnu ‘Abbas yang sebagian telah kami sebutkan dekat tadi. Pendapat ini dikemukakan oleh banyak ulama syariat.
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّهَا نَارٌ تَخْرُجُ مِنْ فَمِ الْمَلَكِ.
Di antara mereka ada yang berkata: Sesungguhnya petir itu adalah api yang keluar dari mulut malaikat.
وَقَالَ الْخَلِيلُ: هِيَ الْوَاقِعَةُ الشَّدِيدَةُ مِنْ صَوْتِ الرَّعْدِ، يَكُونُ مَعَهَا أَحْيَانًا قِطْعَةُ نَارٍ تَحْرِقُ مَا أَتَتْ عَلَيْهِ.
Al-Khalil berkata: Petir adalah hantaman keras yang timbul dari suara guruh, yang kadang disertai potongan api yang membakar apa saja yang terkenanya.
وَقَالَ أَبُو زَيْدٍ: الصَّاعِقَةُ: نَارٌ تَسْقُطُ مِنَ السَّمَاءِ فِي رَعْدٍ شَدِيدٍ.
Abu Zaid berkata: As-shā‘iqah (petir) adalah api yang jatuh dari langit dalam keadaan guruh yang sangat keras.
وَقَالَ بَعْضُ الْمُفَسِّرِينَ تَبَعًا لِلْفَلَاسِفَةِ وَمَنْ قَالَ بِقَوْلِهِمْ: إِنَّهَا نَارٌ لَطِيفَةٌ تَنْقَدِحُ مِنَ السَّحَابِ إِذَا اصْطَكَّتْ أَجْرَامُهَا.
Sebagian mufasir, mengikuti para filsuf dan orang-orang yang mengikuti pendapat mereka, berkata: Sesungguhnya petir adalah api halus yang memercik dari awan ketika benda-bendanya saling berbenturan.
وَسَيَأْتِي فِي سُورَةِ الرَّعْدِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فِي تَفْسِيرِ الرَّعْدِ وَالْبَرْقِ وَالصَّوَاعِقِ مَا لَهُ مَزِيدُ فَائِدَةٍ وَإِيضَاحٍ.
Dan akan datang, insya Allah, dalam Surah ar-Ra‘d, pada tafsir (ayat-ayat) tentang guruh, kilat, dan petir, penjelasan yang mengandung tambahan faedah dan penjelasan.
وَنَصْبُ: حَذَرَ الْمَوْتِ عَلَى أَنَّهُ مَفْعُولٌ لِأَجْلِهِ.
Kata “ḥadzara al-mawt” dibaca manshub sebagai maf‘ul li-ajlih (keterangan sebab).
وَقَالَ الْفَرَّاءُ: مَنْصُوبٌ عَلَى التَّمْيِيزِ.
Al-Farrā’ berkata: Kata itu dibaca manshub sebagai tamyiz (kata penjelas).
وَالْمَوْتُ: ضِدُّ الْحَيَاةِ.
Al-maut (kematian) adalah lawan dari al-ḥayāh (kehidupan).
وَالْإِحَاطَةُ: الْأَخْذُ مِنْ جَمِيعِ الْجِهَاتِ حَتَّى لَا تَفُوتَ الْمُحَاطَ بِهِ بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ.
Al-iḥāṭah (meliputi) adalah mengambil dari semua arah sehingga yang dilingkupi tidak mungkin lolos dari sisi mana pun.
وَقَوْلُهُ: يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ جُمْلَةٌ مُسْتَأْنَفَةٌ كَأَنَّهُ قِيلَ: فَكَيْفَ حَالُهُمْ مَعَ ذَلِكَ الْبَرْقِ؟
Firman-Nya: “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka” adalah kalimat baru, seakan-akan dikatakan: “Bagaimana keadaan mereka dengan adanya kilat itu?”
وَيَكَادُ: يُقَارِبُ.
“Kata ‘yakādu’ bermakna ‘mendekati’ (hampir).”
وَالْخَطْفُ: الْأَخْذُ بِسُرْعَةٍ، وَمِنْهُ سُمِّيَ الطَّيْرُ خَطَّافًا لِسُرْعَتِهِ.
Al-khaṭf adalah mengambil dengan cepat; dari kata inilah burung dinamai “khattāf” karena kecepatannya.
وَقَرَأَ مُجَاهِدٌ: يَخْطِفُ بِكَسْرِ الطَّاءِ، وَالْفَتْحُ أَفْصَحُ.
Mujahid membaca (lafaz) “yakhṭif” dengan memecah (kasrah) huruf tha’; sedangkan bacaan dengan fathah lebih fasih.
وَقَوْلُهُ: كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ كَلَامٌ مُسْتَأْنَفٌ كَأَنَّهُ قِيلَ: كَيْفَ تَصْنَعُونَ فِي تَارَتَيْ خُفُوقِ الْبَرْقِ وَسُكُونِهِ،
Firman-Nya: “Setiap kali kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di dalam cahayanya” adalah kalimat baru, seakan-akan dikatakan: “Bagaimana kalian berbuat pada dua keadaan: saat kilat berkilau dan saat ia padam?”
وَهُوَ تَمْثِيلٌ لِشِدَّةِ الْأَمْرِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ بِشِدَّتِهِ عَلَى أَهْلِ الصَّيِّبِ:
Itu adalah perumpamaan untuk menunjukkan beratnya keadaan atas orang-orang munafik, sebagaimana beratnya keadaan itu atas orang-orang yang tertimpa hujan lebat.
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ بِالزِّيَادَةِ فِي الرَّعْدِ وَالْبَرْقِ: إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَهَذَا مِنْ جُمْلَةِ مَقْدُورَاتِهِ سُبْحَانَهُ.
Dan seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka dengan menambah (kerasnya) guruh dan kilat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ini termasuk di antara hal-hal yang berada di bawah kekuasaan-Nya, Mahasuci Dia.
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
أَوْ كَصَيِّبٍ هُوَ الْمَطَرُ، ضُرِبَ مَثَلُهُ فِي الْقُرْآنِ: فِيهِ ظُلُمَاتٌ يَقُولُ: ابْتِلَاءٌ، وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ تَخْوِيفٌ،
“(Frasa) ‘atau seperti hujan lebat’ adalah hujan; perumpamaan tentangnya dipaparkan dalam al-Qur’an. ‘Di dalamnya terdapat kegelapan-kegelapan’ — maksudnya: ujian. ‘Guruh dan kilat’ — maksudnya: penakut-nakutan.
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ يَقُولُ: يَكَادُ مُحْكَمُ الْقُرْآنِ يَدُلُّ عَلَى عَوْرَاتِ الْمُنَافِقِينَ،
‘Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka’ — maksudnya: hampir-hampir ayat-ayat al-Qur’an yang muhkam (jelas) itu membongkar aib-aib orang munafik.
كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ يَقُولُ:
‘Setiap kali kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di dalam cahayanya’ — maksudnya:
كُلَّمَا أَصَابَ الْمُنَافِقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ عِزًّا اطْمَأَنُّوا، فَإِنْ أَصَابَ الْإِسْلَامَ نَكْبَةٌ قَالُوا: ارْجِعُوا إِلَى الْكُفْرِ،
Setiap kali orang-orang munafik mendapatkan kemuliaan dari Islam, mereka merasa tenang. Jika Islam tertimpa musibah, mereka berkata: ‘Kembalilah kalian kepada kekafiran.’
[يَقُولُ: وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا] «1»
(Maksud firman-Nya:) ‘Dan apabila kegelapan menimpa mereka, mereka berhenti.’5
كَقَوْلِهِ: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ «2» الْآيَةَ.
Seperti firman-Nya: “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah di tepi (pangkal).”6 — hingga akhir ayat.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَنَاسٍ مِنَ الصَّحَابَةِ قَالُوا:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud dan sejumlah sahabat, mereka berkata:
كَانَ رَجُلَانِ مِنَ الْمُنَافِقِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَرَبَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الْمُشْرِكِينَ،
Ada dua orang munafik dari penduduk Madinah yang lari dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju orang-orang musyrik.
فَأَصَابَهُمَا هَذَا الْمَطَرُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ، فِيهِ رَعْدٌ شَدِيدٌ وَصَوَاعِقُ وَبَرْقٌ،
Lalu keduanya tertimpa hujan yang Allah sebutkan ini, yang di dalamnya terdapat guruh yang dahsyat, petir, dan kilat.
فَجَعَلَا كُلَّمَا أَصَابَتْهُمَا الصَّوَاعِقُ يَجْعَلَانِ أَصَابِعَهُمَا فِي آذَانِهِمَا مِنَ الْفَرَقِ أَنْ تَدْخُلَ الصَّوَاعِقُ فِي مَسَامِعِهِمَا فَتَقْتُلَهُمَا،
Setiap kali petir menyambar keduanya, mereka memasukkan jari-jari mereka ke telinga karena takut petir itu masuk ke pendengaran mereka lalu membunuh mereka.
وَإِذَا لَمَعَ الْبَرْقُ مَشَيَا فِي ضَوْئِهِ، وَإِذَا لَمْ يَلْمَعْ لَمْ يُبْصِرَا، قَامَا مَكَانَهُمَا لَا يَمْشِيَانِ،
Dan apabila kilat menyala, mereka berjalan dalam cahayanya. Apabila kilat tidak menyala sehingga mereka tidak bisa melihat, keduanya berdiri di tempat, tidak berjalan.
فَجَعَلَا يَقُولَانِ: لَيْتَنَا قَدْ أَصْبَحْنَا فَنَأْتِيَ مُحَمَّدًا فَنَضَعَ أَيْدِيَنَا فِي يَدِهِ،
Keduanya terus berkata: “Seandainya saja kita telah masuk waktu pagi, niscaya kita akan mendatangi Muhammad, lalu kita letakkan tangan kita di tangannya.”
فَأَصْبَحَا فَأَتَيَاهُ فَأَسْلَمَا وَوَضَعَا أَيْدِيَهُمَا فِي يَدِهِ، وَحَسُنَ إِسْلَامُهُمَا،
Tatkala pagi, mereka mendatangi beliau, lalu masuk Islam, meletakkan tangan mereka di tangan beliau, dan Islam mereka menjadi baik.
فَضَرَبَ اللَّهُ شَأْنَ هَذَيْنِ الْمُنَافِقَيْنِ الْخَارِجَيْنِ مَثَلًا لِلْمُنَافِقِينَ الَّذِينَ بِالْمَدِينَةِ،
Maka Allah menjadikan keadaan dua orang munafik yang keluar ini sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik yang berada di Madinah.
وَكَانَ الْمُنَافِقُونَ إِذَا حَضَرُوا مَجْلِسَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ فَرَقًا مِنْ كَلَامِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُنَزَّلَ فِيهِمْ شَيْءٌ أَوْ يُذْكَرُوا بِشَيْءٍ فَيُقْتَلُوا،
Orang-orang munafik, apabila mereka hadir di majelis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memasukkan jari-jari mereka ke telinga karena takut terhadap ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jangan sampai turun (ayat) mengenai mereka atau mereka disebut dengan sesuatu lalu mereka dibunuh.
كَمَا كَانَ ذَلِكَ الْمُنَافِقَانِ الْخَارِجَانِ يَجْعَلَانِ أَصَابِعَهُمَا فِي آذَانِهِمَا،
Sebagaimana dua orang munafik yang keluar tadi memasukkan jari-jari mereka ke telinga mereka.
وَإِذَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ: أَيْ فَإِذَا كَثُرَتْ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ وَأَصَابُوا غَنِيمَةً وَفَتْحًا مَشَوْا فِيهِ، وَقَالُوا: إِنَّ دِينَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم دِينُ صِدْقٍ، وَاسْتَقَامُوا عَلَيْهِ،
“Dan apabila kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di dalam cahayanya” — yakni: apabila harta dan anak-anak mereka banyak, serta mereka memperoleh ghanimah dan kemenangan, mereka berjalan (nyaman) di dalamnya dan berkata: “Sesungguhnya agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agama yang benar,” lalu mereka teguh di atasnya.
كَمَا كَانَ ذَانِكَ الْمُنَافِقَانِ يَمْشِيَانِ إِذَا أَضَاءَ لَهُمُ الْبَرْقُ،
Sebagaimana dua orang munafik tadi berjalan apabila kilat menerangi mereka.
وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا، فَكَانُوا إِذَا هَلَكَتْ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ وَأَصَابَهُمُ الْبَلَاءُ قَالُوا:
“Dan apabila kegelapan menimpa mereka, mereka berhenti” — maka apabila harta dan anak-anak mereka binasa dan mereka tertimpa cobaan, mereka berkata:
هَذَا مِنْ أَجْلِ دِينِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم، وَارْتَدُّوا كُفَّارًا، كَمَا قَامَ الْمُنَافِقَانِ حِينَ أَظْلَمَ الْبَرْقُ عَلَيْهِمَا.
“Ini karena agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,” lalu mereka murtad kembali menjadi kafir, sebagaimana dua orang munafik itu berhenti ketika kilat menjadi gelap atas keduanya.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٥٩)
Fathul Qadîr karya asy-Syaukani – Juz 1 (hlm. 59).
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
أَوْ كَصَيِّبٍ، قَالَ: هُوَ الْمَطَرُ، وَهُوَ مَثَلٌ لِلْمُنَافِقِ فِي ضَوْئِهِ، يَتَكَلَّمُ بِمَا مَعَهُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مُرَاءَاةَ النَّاسِ،
‘(Frasa) “atau seperti hujan lebat”: ia adalah hujan, dan ia merupakan perumpamaan bagi orang munafik. Ketika ada cahaya (petir), ia berbicara dengan (membaca) apa yang ada padanya dari Kitab Allah untuk pamer kepada manusia.
فَإِذَا خَلَا وَحْدَهُ عَمِلَ بِغَيْرِهِ، فَهُوَ فِي ظُلْمَةٍ مَا أَقَامَ عَلَى ذَلِكَ.
Namun apabila ia sendirian, ia beramal dengan selainnya; maka ia berada dalam kegelapan selama ia tetap pada keadaan itu.
وَأَمَّا الظُّلُمَاتُ: فَالضَّلَالَاتُ.
Adapun kegelapan-kegelapan, maka itu adalah kesesatan-kesesatan.
وَأَمَّا الْبَرْقُ: فَالْإِيمَانُ، وَهُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ،
Adapun kilat, maka itu adalah keimanan, dan mereka adalah Ahli Kitab.
وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ: فَهُوَ رَجُلٌ يَأْخُذُ بِطَرَفِ الْحَقِّ، لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُجَاوِزَهُ.
“Dan apabila kegelapan menimpa mereka”: ia adalah seseorang yang hanya mengambil sebagian dari kebenaran dan tidak mampu melampauinya.’
وَأَخْرَجَ ابْنُ إِسْحَاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَيْضًا نَحْوَ مَا سَلَفَ.
Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dengan makna yang serupa dengan yang telah lalu.
وَقَدْ رُوِيَ تَفْسِيرُهُ بِنَحْوِ ذَلِكَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعِينَ.
Dan telah diriwayatkan penafsiran semisal itu dari sejumlah tabi‘in.
وَاعْلَمْ أَنَّ الْمُنَافِقِينَ أَصْنَافٌ،
Ketahuilah bahwa orang-orang munafik itu bermacam-macam.
فَمِنْهُمْ مَنْ يُظْهِرُ الْإِسْلَامَ وَيُبْطِنُ الْكُفْرَ،
Di antara mereka ada yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekufuran.
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ فِيهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا:
Dan di antara mereka ada yang tentangnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana diriwayatkan dalam dua kitab Shahih dan selainnya:
«ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ كَانَ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ».
“Tiga perkara: siapa yang ada padanya ketiga-tiganya, ia adalah munafik sejati. Dan siapa yang ada padanya salah satunya, maka padanya terdapat satu sifat kemunafikan sampai ia meninggalkannya: (yaitu) apabila berbicara ia berdusta; apabila berjanji ia mengingkari; dan apabila dipercaya ia berkhianat.”
وَوَرَدَ بِلَفْظِ: «أَرْبَعٌ» وَزَادَ: «وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ».
Hadis ini juga datang dengan lafaz: “Empat perkara”, dan ditambahkan: “dan apabila bersengketa ia melampaui batas (berbuat keji).”
وَوَرَدَ بِلَفْظِ: «وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ».
Dan ia juga datang dengan lafaz: “dan apabila berjanji setia, ia berkhianat.”
وَقَدْ ذَكَرَ ابْنُ جَرِيرٍ وَمَنْ تَبِعَهُ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ أَنَّ هَذَيْنِ الْمَثَلَيْنِ لِصِنْفٍ وَاحِدٍ مِنَ الْمُنَافِقِينَ.
Ibnu Jarir dan orang-orang yang mengikutinya dari kalangan mufasir telah menyebutkan bahwa dua perumpamaan ini (perumpamaan api dan perumpamaan hujan) ditujukan kepada satu jenis golongan orang munafik. ---

1 ٱلْبَقَرَةُ: ٨ Al-Baqarah: 8.

2 ٱلْمُنَافِقُونَ: ٣ Al-Munâfiqûn: 3.

3 ٱلْأَحْزَابُ: ١٩ Al-Ahzâb: 19.

4 ٱلْجُمُعَةُ: ٥ Al-Jumu‘ah: 5.

5 مُسْتَدْرَكٌ مِنْ تَفْسِيرِ ٱلطَّبَرِيِّ (١/١٢٠) Disadur dari Tafsir ath-Thabari, jilid 1, hlm. 120.

6 ٱلْحَجُّ: ١١ Al-Hajj: 11.

Postingan populer dari blog ini

Biografi Pengarang

Pendahuluan Surat al Fatihah

Al fatihah Ayat 2-7