Al Baqarah Ayat 177
[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2) : آيَةُ 177]
[Surat al-Baqarah (2): Ayat 177] ---لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبىٰ وَالْيَتَامىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ ۗ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْساءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
Bukanlah kebajikan itu (hanya) dengan kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat.
Akan tetapi kebajikan itu ialah (milik) orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, Kitab, dan para nabi.
Dan ia memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat dekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang kehabisan bekal, para peminta-minta, dan untuk (memerdekakan) budak.
Dan ia menegakkan salat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janji mereka apabila mereka berjanji.
Serta orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan ketika dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
---
قَوْلُهُ: لَيْسَ الْبِرَّ
Firman-Nya: “Bukanlah kebajikan itu …”.
قَرَأَ حَمْزَةُ وَحَفْصٌ بِالنَّصْبِ عَلىٰ أَنَّهُ خَبَرُ لَيْسَ وَالِاسْمُ أَنْ تُوَلُّوا،
Hamzah dan Hafsh membacanya dengan bentuk nashab (manshūb) dengan anggapan bahwa “الْبِرَّ” adalah khabar “لَيْسَ”, sedangkan isimnya adalah “أَنْ تُوَلُّوا”.
وَقَرَأَ الْبَاقُونَ بِالرَّفْعِ عَلىٰ أَنَّهُ الِاسْمُ،
Sementara yang lainnya membacanya dengan bentuk rafa‘ (marfū‘), dengan anggapan bahwa “الْبِرُّ” adalah isimnya.
قِيلَ: إِنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ لِلرَّدِّ عَلىَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَىٰ، لَمَّا أَكْثَرُوا الْكَلَامَ فِي شَأْنِ الْقِبْلَةِ
Dikatakan: Sesungguhnya ayat ini turun sebagai bantahan terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani, ketika mereka banyak berbicara tentang urusan kiblat.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٩٩)
(Fatḥ al-Qadīr karya asy-Syaukani – Jilid 1, hlm. 199)
عِنْدَ تَحْوِيلِ رَسُولِ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْكَعْبَةِ،
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dipindahkan (kiblatnya) ke Ka‘bah.
وَقِيلَ: إِنَّ سَبَبَ نُزُولِهَا أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَائِلٌ،
Dan dikatakan: Sesungguhnya sebab turunnya (ayat ini) adalah bahwa ada seorang penanya yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
وَسَيَأْتِي ذٰلِكَ آخِرَ الْبَحْثِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ.
Dan hal itu akan disebutkan di akhir pembahasan ini, insya Allah.
وَقَوْلُهُ: قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
Dan firman-Nya: “ke arah timur dan barat”.
قِيلَ: أَشَارَ سُبْحَانَهُ بِذِكْرِ الْمَشْرِقِ إِلَى قِبْلَةِ النَّصَارَىٰ، لِأَنَّهُمْ يَسْتَقْبِلُونَ مَطْلَعَ الشَّمْسِ،
Dikatakan: Allah Subhanahu mengisyaratkan dengan penyebutan timur kepada kiblat orang-orang Nasrani, karena mereka menghadap ke tempat terbitnya matahari.
وَأَشَارَ بِذِكْرِ الْمَغْرِبِ إِلَى قِبْلَةِ الْيَهُودِ، لِأَنَّهُمْ يَسْتَقْبِلُونَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، وَهُوَ فِي جِهَةِ الْغَرْبِ مِنْهُمْ إِذْ ذَاكَ.
Dan dengan penyebutan barat Allah mengisyaratkan kiblat orang-orang Yahudi, karena mereka menghadap ke Baitul Maqdis, yang pada waktu itu berada di arah barat dari mereka.
وَقَوْلُهُ: وَلٰكِنَّ الْبِرَّ
Dan firman-Nya: “Akan tetapi kebajikan itu …”.
هُوَ اسْمٌ جَامِعٌ لِلْخَيْرِ،
Ia adalah nama yang mencakup segala kebaikan.
وَخَبَرُهُ مَحْذُوفٌ، تَقْدِيرُهُ: بِرُّ مَنْ آمَنَ.
Sedangkan khabarnya dihilangkan; takdir (susunannya) adalah: “(bahwa) kebajikan (itu) adalah kebajikan orang yang beriman.”
قَالَهُ الْفَرَّاءُ، وَقُطْرُبٌ، وَالزَّجَّاجُ.
Demikian dikatakan oleh al-Farrā’, Quthrub, dan az-Zajjāj.
وَقِيلَ: إِنَّ التَّقْدِيرَ: وَلٰكِنْ ذُو الْبِرِّ مَنْ آمَنَ،
Dan dikatakan (pula): Susunan yang dimaksud adalah: “Akan tetapi pemilik kebajikan itu adalah orang yang beriman.”
وَوَجْهُ هٰذَا التَّقْدِيرِ: الْفِرَارُ عَنِ الْإِخْبَارِ بِاسْمِ الْعَيْنِ عَنِ اسْمِ الْمَعْنَى،
Alasan susunan seperti ini adalah menghindari pemberitaan dengan nama benda konkrit untuk (menjelaskan) nama maknawi (abstrak).
وَيَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الْبِرُّ بِمَعْنَى الْبَارِّ،
Dan boleh jadi “الْبِرُّ” di sini bermakna “الْبَارُّ” (orang yang berbuat kebajikan).
وَهُوَ يُطْلِقُ الْمَصْدَرَ عَلىٰ اسْمِ الْفَاعِلِ كَثِيرًا،
Ini termasuk (gaya bahasa) seringnya bentuk mashdar dipakai untuk makna isim fā‘il (pelaku).
وَمِنْهُ فِي التَّنْزِيلِ: إِنْ أَصْبَحَ مٰاؤُكُمْ غَوْرًا1 أَيْ: غَائِرًا،
Dan di antaranya dalam al-Qur’an adalah firman-Nya: “Jika airmu menjadi surut (tenggelam ke dalam tanah)”1, maksudnya: lenyap ke dalam tanah.
وَهٰذَا اخْتِيَارُ أَبِي عُبَيْدَةَ.
Dan ini adalah pilihan (pendapat) Abu ‘Ubaidah.
وَالْمُرَادُ بِالْكِتَابِ هُنَا: الْجِنْسُ، أَوِ الْقُرْآنُ،
Yang dimaksud dengan “Kitab” di sini adalah jenis (seluruh kitab samawi) atau (secara khusus) al-Qur’an.
وَالضَّمِيرُ فِي قَوْلِهِ: عَلىٰ حُبِّهِ رَاجِعٌ إِلَى الْمَالِ،
Dan dhamir (kata ganti) dalam firman-Nya: “karena cintanya kepada(nya)” kembali kepada “harta”.
وَقِيلَ: رَاجِعٌ إِلَى الْإِيتَاءِ الْمَدْلُولِ عَلَيْهِ بِقَوْلِهِ: وَآتَى الْمَالَ،
Dan dikatakan (pula): Ia kembali kepada “memberikan (harta)” yang ditunjukkan oleh firman-Nya: “dan ia memberikan harta …”.
وَقِيلَ: إِنَّهُ رَاجِعٌ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ، أَيْ: عَلىٰ حُبِّ اللَّهِ،
Dan dikatakan lagi: Sesungguhnya ia kembali kepada Allah Subhanahu, yakni: “karena cinta kepada Allah”.
وَالْمَعْنَى عَلىَ الْأَوَّلِ: أَنَّهُ أَعْطَى الْمَالَ وَهُوَ يُحِبُّهُ وَيَشِحُّ بِهِ،
Makna menurut pendapat pertama adalah: Ia memberi harta itu sementara ia mencintainya dan sangat kikir terhadapnya.
وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعالىٰ: لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ2
Di antaranya adalah firman-Nya Ta‘ala: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”2
وَالْمَعْنَى عَلىَ الثَّانِي: أَنَّهُ يُحِبُّ إِيتَاءَ الْمَالِ وَتَطِيبُ بِهِ نَفْسُهُ،
Makna menurut pendapat kedua adalah: Ia mencintai perbuatan memberi harta dan jiwanya merasa lapang dengannya.
وَالْمَعْنَى عَلىَ الثَّالِثِ: أَنَّهُ أَعْطَى مَنْ تَضَمَّنَتْهُ الْآيَةُ فِي حُبِّ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا لِغَرَضٍ آخَرَ،
Makna menurut pendapat ketiga adalah: Ia memberikan (harta) kepada pihak-pihak yang disebut dalam ayat ini karena cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bukan karena tujuan lain.
وَهُوَ مِثْلُ قَوْلِهِ: وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلىٰ حُبِّهِ3
Dan ini serupa dengan firman-Nya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya …”3.
وَمِثْلُهُ قَوْلُ زُهَيْرٍ:
Dan serupa dengan itu ucapan (penyair) Zuhair:
إِنَّ الْكَرِيمَ عَلىٰ عِلَّاتِهِ هَرِمُ
“Sesungguhnya orang yang dermawan itu, meskipun memiliki berbagai kekurangan, tetaplah (terpuji meski) telah tua.”
وَقَدَّمَ ذَوِي الْقُرْبَىٰ لِكَوْنِ دَفْعِ الْمَالِ إِلَيْهِمْ صَدَقَةً وَصِلَةً إِذَا كَانُوا فُقَرَاءَ،
Allah mendahulukan (penyebutan) kerabat dekat karena pemberian harta kepada mereka – apabila mereka fakir – adalah sekaligus sedekah dan silaturahmi.
هٰكَذَا الْيَتَامَى الْفُقَرَاءُ أَوْلَىٰ بِالصَّدَقَةِ مِنَ الْفُقَرَاءِ الَّذِينَ لَيْسُوا بِيَتَامَى، لِعَدَمِ قُدْرَتِهِمْ عَلىَ الْكِسْبِ.
Demikian pula anak-anak yatim yang fakir, mereka lebih berhak atas sedekah daripada orang-orang fakir yang bukan yatim, karena mereka tidak mampu mencari nafkah.
وَالْمِسْكِينُ: السَّاكِنُ إِلىٰ مَا فِي أَيْدِي النَّاسِ لِكَوْنِهِ لَا يَجِدُ شَيْئًا.
Adapun miskin adalah orang yang bergantung pada apa yang ada di tangan manusia, karena ia tidak memiliki apa-apa.
وَابْنَ السَّبِيلِ: الْمُسَافِرُ الْمُنْقَطِعُ،
Dan “ibnu sabil” adalah musafir yang terputus (bekalnya).
وَجُعِلَ ابْنًا لِلسَّبِيلِ لِمُلَازَمَتِهِ لَهُ.
Ia dinisbatkan sebagai “anak jalan” karena senantiasa menyertai jalan itu.
وَقَوْلُهُ: وَفِي الرِّقَابِ، أَيْ: فِي مُعَاوَنَةِ الْأَرِقَّاءِ الَّذِينَ كَاتَبَهُمُ الْمَالِكُونَ لَهُمْ،
Dan firman-Nya: “dan (membebaskan) budak”, yakni membantu para hamba sahaya yang telah melakukan akad pembebasan (mukātabah) dengan tuan mereka.
وَقِيلَ: الْمُرَادُ شِرَاءُ الرِّقَابِ وَإِعْتَاقُهَا،
Dan dikatakan: Yang dimaksud adalah membeli budak lalu memerdekakannya.
وَقِيلَ: الْمُرَادُ فَكُّ الْأَسَارَىٰ.
Dan dikatakan pula: Yang dimaksud adalah membebaskan para tawanan.
وَقَوْلُهُ: وَآتَى الزَّكَاةَ، فِيهِ دَلِيلٌ عَلىٰ أَنَّ الْإِيتَاءَ الْمُتَقَدِّمَ هُوَ صَدَقَةُ الْفَرِيضَةِ.
Dan firman-Nya: “dan menunaikan zakat”, di dalamnya terdapat dalil bahwa pemberian (harta) yang disebut sebelumnya adalah sedekah wajib (zakat).
وَقَوْلُهُ: وَالْمُوفُونَ
Dan firman-Nya: “dan orang-orang yang menepati (janji)”.
قِيلَ: هُوَ مَعْطُوفٌ عَلىٰ «مَنْ آمَنَ»، كَأَنَّهُ قِيلَ: وَلٰكِنَّ الْبِرَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُوفُونَ.
Dikatakan: Ia di-‘athaf-kan kepada “مَنْ آمَنَ”; seakan-akan dikatakan: “Akan tetapi kebajikan itu (milik) orang-orang beriman dan orang-orang yang menepati (janji).”
قَالَهُ الْفَرَّاءُ وَالْأَخْفَشُ.
Demikian dikatakan oleh al-Farrā’ dan al-Akhfasy.
وَقِيلَ: هُوَ مَرْفُوعٌ عَلىَ الِابْتِدَاءِ، وَالْخَبَرُ مَحْذُوفٌ،
Dan dikatakan (pula): Ia dibaca rafa‘ sebagai mubtada’, dan khabarnya dihilangkan.
وَقِيلَ: هُوَ خَبَرٌ لِمُبْتَدَإٍ مَحْذُوفٍ، أَيْ: هُمْ الْمُوفُونَ.
Dan dikatakan lagi: Ia adalah khabar bagi mubtada’ yang dihilangkan, yakni: “mereka itulah orang-orang yang menepati (janji)”.
وَقِيلَ: إِنَّهُ مَعْطُوفٌ عَلىَ الضَّمِيرِ فِي آمَنَ،
Dan dikatakan pula: Sesungguhnya ia di-‘athaf-kan kepada dhamir dalam kata “آمَنَ”.
وَأَنْكَرَهُ أَبُو عَلِيٍّ وَقَالَ: لَيْسَ الْمَعْنَى عَليهِ.
Pendapat ini diingkari oleh Abu ‘Ali; ia berkata: Maknanya bukan demikian.
وَقَوْلُهُ: وَالصَّابِرِينَ مَنْصُوبٌ عَلىَ الْمَدْحِ،
Dan firman-Nya: “dan orang-orang yang sabar” (dalam bentuk manshūb) itu adalah manshūb karena (makna) pujian.
كَقَوْلِهِ تَعالىٰ: وَالْمُقِيمِينَ الصَّلٰوةَ،
Seperti firman-Nya Ta‘ala: “dan orang-orang yang mendirikan salat …” (dengan bentuk manshūb).
وَمِنْهُ مَا أَنْشَدَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ:
Dan termasuk (contoh) hal itu adalah apa yang dinukil oleh Abu ‘Ubaidah berupa syair:
لَا يَبْعَدَنَّ قَوْمِيَ الَّذِينَ هُمْ … سُمُّ الْعُدَاةِ وَآفَةُ الْجُزُرِ
“Janganlah kiranya kaumku dijauhkan (dari rahmat Allah), mereka itulah racun bagi para musuh dan bencana bagi hewan sembelihan.”
النَّازِلِينَ بِكُلِّ مُعْتَرَكٍ … وَالطَّيِّبُونَ مَعَاقِدَ الْأُزُرِ
“Mereka yang turun (hadir) di setiap medan pertempuran, dan orang-orang yang baik pada simpul-simpul ikatan (baju perang) mereka.”
وَقَالَ الْكِسَائِيُّ: هُوَ مَعْطُوفٌ عَلىٰ ذَوِي الْقُرْبَىٰ، كَأَنَّهُ قَالَ: وَآتَى الصَّابِرِينَ،
Al-Kisā’ī berkata: Ia di-‘athaf-kan kepada “ذَوِي الْقُرْبَىٰ”; seakan-akan Allah berfirman: “dan ia memberikan (harta) kepada orang-orang yang sabar”.
وَقَالَ النَّحَّاسُ: إِنَّهُ خَطَأٌ.
An-Nahhās berkata: Itu adalah suatu kesalahan.
قَالَ الْكِسَائِيُّ: وَفِي قِرَاءَةِ عَبْدِ اللَّهِ: وَالْمُوفِينَ وَالصَّابِرِينَ.
Al-Kisā’ī berkata: Dalam qiraah ‘Abdullah (bin Mas‘ud) tertulis: “وَالْمُوفِينَ وَالصَّابِرِينَ” (keduanya dalam bentuk manshūb).
قَالَ النَّحَّاسُ: يَكُونَانِ عَلىٰ هٰذِهِ الْقِرَاءَةِ مَنْسُوقَيْنِ عَلىٰ ذَوِي الْقُرْبَىٰ، أَوْ عَلىَ الْمَدْحِ.
An-Nahhās berkata: Menurut qiraah ini keduanya di-‘athaf-kan kepada “ذَوِي الْقُرْبَىٰ” atau dimanshubkan karena (makna) pujian.
وَقَرَأَ يَعْقُوبُ وَالْأَعْمَشُ: وَالْمُوفُونَ وَالصَّابِرُونَ بِالرَّفْعِ فِيهِمَا.
Ya‘qub dan al-A‘mash membaca: “وَالْمُوفُونَ وَالصَّابِرُونَ” dengan rafa‘ pada keduanya.
فِي الْبَأْسَاءِ: الشِّدَّةِ وَالْفَقْرِ.
“Dalam kesempitan (الْبَأْسَاءِ)” maksudnya adalah kesusahan dan kefakiran.
وَالضَّرَّاءِ: الْمَرَضِ وَالزَّمَانَةِ،
“Dan penderitaan (الضَّرَّاءِ)” maksudnya adalah sakit dan cacat (kronis).
وَحِينَ الْبَأْسِ، قِيلَ: الْمُرَادُ وَقْتُ الْحَرْبِ،
“Dan ketika masa peperangan (حِينَ الْبَأْسِ)”; dikatakan: Yang dimaksud adalah waktu perang.
وَالْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ اسْمَانِ بُنِيَا عَلىٰ فَعْلَاءَ، وَلَا فِعْلَ لَهُمَا لِأَنَّهُمَا اسْمَانِ وَلَيْسَا بِنَعْتٍ.
Kata “الْبَأْسَاءُ” dan “الضَّرَّاءُ” adalah dua isim yang dibangun di atas wazan “فَعْلاءَ”, dan keduanya tidak memiliki bentuk fi‘il, karena keduanya adalah isim (benda) dan bukan sifat (na‘t).
وَقَوْلُهُ: صَدَقُوا، وَصَفَهُمْ بِالصِّدْقِ وَالتَّقْوَىٰ فِي أُمُورِهِمْ وَالْوَفَاءِ بِهَا، وَأَنَّهُمْ كَانُوا جَادِّينَ،
Dan firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang yang benar (صَدَقُوا)”, Allah menyifati mereka dengan kejujuran dan ketakwaan dalam urusan-urusan mereka, serta dalam menunaikannya; dan bahwa mereka bersungguh-sungguh.
وَقِيلَ: الْمُرَادُ صَدَقُوا هُمُ الْقِتَالَ،
Dan dikatakan: Yang dimaksud adalah “mereka telah jujur (menepati janji) dalam peperangan”.
وَالْأَوَّلُ أَوْلَىٰ.
Namun pendapat pertama lebih kuat.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٢٠٠)
(Fatḥ al-Qadīr karya asy-Syaukani – Jilid 1, hlm. 200)
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَصَحَّحَهُ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْإِيمَانِ،
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan – dan ia mensahihkannya – dari Abu Dzar, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang iman.
فَتَلَا: لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ، حَتّىٰ فَرَغَ مِنْهَا،
Maka beliau membaca: “Bukanlah kebajikan itu (hanya) dengan kamu menghadapkan wajahmu …” hingga selesai membacanya.
ثُمَّ سَأَلَهُ أَيْضًا فَتَلَاهَا، ثُمَّ سَأَلَهُ فَتَلَاهَا،
Kemudian Abu Dzar bertanya lagi kepada beliau, maka beliau membacakan ayat itu, lalu ia bertanya lagi, dan beliau pun membacakannya lagi.
قَالَ: «وَإِذَا عَمِلْتَ بِحَسَنَةٍ أَحَبَّهَا قَلْبُكَ، وَإِذَا عَمِلْتَ بِسَيِّئَةٍ أَبْغَضَهَا قَلْبُكَ».
Beliau bersabda: “Apabila engkau melakukan suatu kebaikan, maka hatimu mencintainya; dan apabila engkau melakukan suatu keburukan, maka hatimu membencinya.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ قَالَ:
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari al-Qasim bin ‘Abdirrahman; ia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلىٰ أَبِي ذَرٍّ فَقَالَ: مَا الْإِيمَانُ؟
Seorang laki-laki datang kepada Abu Dzar dan bertanya: “Apakah iman itu?”
فَتَلَا عَلَيْهِ هٰذِهِ الْآيَةَ،
Lalu Abu Dzar membacakan kepadanya ayat ini.
ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ نَحْوَ الْحَدِيثِ السَّابِقِ.
Kemudian ia menyebutkan kepadanya hadis yang semakna dengan hadis sebelumnya.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي هٰذِهِ الْآيَةِ قَالَ:
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang ayat ini; ia berkata:
يَقُولُ: لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُصَلُّوا وَلَا تَعْمَلُوا، هٰذَا حِينَ تَحَوَّلَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ وَأُنْزِلَتِ الْفَرَائِضُ.
(Allah) berfirman: “Bukanlah kebajikan itu (hanya) dengan kamu salat dan tidak beramal”; ini terjadi ketika (Nabi) berpindah dari Mekah ke Madinah dan kewajiban-kewajiban diturunkan.
وَأَخْرَجَ عَنْهُ ابْنُ جَرِيرٍ أَنَّهُ قَالَ: هٰذِهِ الْآيَةُ نَزَلَتْ بِالْمَدِينَةِ،
Dan Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa ia berkata: “Ayat ini turun di Madinah.”
يَقُولُ: لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُصَلُّوا، وَلٰكِنِ الْبِرَّ مَا ثَبَتَ فِي الْقَلْبِ مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ.
(Allah) berfirman: “Bukanlah kebajikan itu (hanya) dengan kamu salat, akan tetapi kebajikan itu adalah apa yang menetap di dalam hati berupa ketaatan kepada Allah.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ عَن قَتَادَةَ قَالَ:
‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, dan Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Qatadah; ia berkata:
ذُكِرَ لَنَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِرِّ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: لَيْسَ الْبِرَّ الْآيَةَ.
Telah disebutkan kepada kami bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebajikan, maka Allah menurunkan (firman-Nya): “Bukanlah kebajikan itu …” (ayat ini).
وَأَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَن قَتَادَةَ قَالَ:
‘Abdurrazzaq dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah; ia berkata:
كَانَتِ الْيَهُودُ تُصَلِّي قِبَلَ الْمَغْرِبِ، وَالنَّصَارَى قِبَلَ الْمَشْرِقِ، فَنَزَلَتْ: لَيْسَ الْبِرَّ الْآيَةَ.
Orang-orang Yahudi salat menghadap barat, dan orang-orang Nasrani menghadap timur, maka turunlah ayat: “Bukanlah kebajikan itu …”.
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ أَبِي الْعَالِيَةِ مِثْلَهُ.
Dan Ibnu Jarir serta Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu al-‘Āliyah semakna dengan itu.
وَأَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، وَسَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَالطَّبَرَانِيُّ، وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي قَوْلِهِ: وَآتَى الْمَالَ عَلىٰ حُبِّهِ، قَالَ:
‘Abdurrazzaq, Sa‘id bin Mansur, Ibnu Abi Syaibah, ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabarani, al-Hakim (dan ia mensahihkannya), Ibnu Mardawaih, dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya, semuanya meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud tentang firman-Nya: “dan memberikan harta yang dicintainya”; ia berkata:
«يُعْطِي وَهُوَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، يَأْمُلُ الْعَيْشَ وَيَخَافُ الْفَقْرَ».
“Ia memberi (harta) padahal ia dalam keadaan sehat dan sangat kikir, mengharapkan tetap hidup, dan takut menjadi miskin.”
وَأَخْرَجَ عَنْهُ مَرْفُوعًا مِثْلَهُ.
Dan (riwayat) semisal ini juga diriwayatkan darinya secara marfū‘ (disandarkan kepada Nabi).
وَأَخْرَجَ الْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ عَنِ الْمُطَّلِبِ: أَنَّهُ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! مَا آتَى الْمَالَ عَلىٰ حُبِّهِ؟ فَكُلُّنَا نُحِبُّهُ،
Al-Baihaqi dalam kitab Syu‘ab (al-Iman) meriwayatkan dari al-Muththalib bahwa ada yang berkata: “Wahai Rasulullah, (apa makna) memberi harta karena cintanya kepadanya? Padahal kami semua mencintai harta.”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تُؤْتِيهِ حِينَ تُؤْتِيهِ وَنَفْسُكَ تُحَدِّثُكَ بِطُولِ الْعُمُرِ وَالْفَقْرِ».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau memberikannya ketika engkau memberikannya, sementara jiwamu (masih) membisikimu tentang panjang umur dan takut miskin.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فِي قَوْلِهِ: وَآتَى الْمَالَ عَلىٰ حُبِّهِ، قَالَ: يَعْنِي: عَلىٰ حُبِّ الْمَالِ.
Dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “dan memberikan harta yang dicintainya”; ia berkata: “Yakni karena cintanya kepada harta.”
وَأَخْرَجَ عَنْهُ أَيْضًا فِي قَوْلِهِ: ذَوِي الْقُرْبَىٰ، قَالَ: يَعْنِي: قَرَابَتَهُ.
Dan ia juga meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “kerabat dekat”; ia berkata: “Yakni kerabatnya.”
وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «الصَّدَقَةُ عَلىَ الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَعَلىٰ ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ»
Dan telah sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Sedekah kepada orang miskin adalah (berpahala) satu sedekah; dan kepada kerabat mempunyai dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.”
أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَحْمَدُ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ، وَالنَّسَائِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَالْحَاكِمُ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ مِنْ حَدِيثِ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ،
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, at-Tirmidzi (dan ia menshasankannya), an-Nasa’i, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya, dari hadis Salman bin ‘Amir adl-Dlabbi.
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ حَدِيثِ زَيْنَبَ امْرَأَةِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ تُجْزِي عَنْهَا مِنَ الصَّدَقَةِ النَّفَقَةُ عَلىَ زَوْجِهَا وَأَيْتَامٍ فِي حِجْرِهَا؟
Dan dalam Shahihain dan kitab-kitab lainnya, dari hadis Zainab istri Ibnu Mas‘ud, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah nafkah yang aku keluarkan untuk suamiku dan anak-anak yatim dalam pemeliharaanku dianggap cukup sebagai sedekah bagiku?”
فَقَالَ: «لَكِ أَجْرَانِ: أَجْرُ الصَّدَقَةِ، وَأَجْرُ الْقَرَابَةِ».
Maka beliau bersabda: “Bagimu dua pahala: pahala sedekah dan pahala karena kekerabatan.”
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ، وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ، مِنْ حَدِيثِ أُمِّ كُلْثُومٍ بِنْتِ عُقْبَةَ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ عَلىَ ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ».
Ath-Thabarani, al-Hakim (dan ia mensahihkannya), dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya meriwayatkan dari hadis Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sedekah yang paling utama adalah (diberikan) kepada kerabat yang memendam permusuhan (terhadapmu).”
وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ، وَالدَّارِمِيُّ، وَالطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنِ النَّبِيِّ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ.
Ahmad, ad-Darimi, dan ath-Thabarani meriwayatkan dari hadis Hakim bin Hizam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (lafaznya) semakna dengan itu.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: ابْنُ السَّبِيلِ هُوَ الضَّعِيفُ الَّذِي يَنْزِلُ بِالْمُسْلِمِينَ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas; ia berkata: “Ibnu sabil adalah orang yang lemah yang singgah di tengah kaum muslimin.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: هُوَ الَّذِي يَمُرُّ بِكَ وَهُوَ مُسَافِرٌ.
Dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid; ia berkata: “(Ibnu sabil) adalah orang yang lewat di dekatmu dalam keadaan bepergian.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ فِي قَوْلِهِ: وَالسَّائِلِينَ، قَالَ: السَّائِلُ الَّذِي يَسْأَلُكَ.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah tentang firman-Nya: “dan (memberikan) kepada orang-orang yang meminta”; ia berkata: “Yaitu orang yang meminta kepadamu.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فِي قَوْلِهِ: وَفِي الرِّقَابِ، قَالَ: يَعْنِي: فَكَّ الرِّقَابِ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “dan (memerdekakan) budak”; ia berkata: “Yakni membebaskan para budak.”
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ٢٠١)
(Fatḥ al-Qadīr karya asy-Syaukani – Jilid 1, hlm. 201)
وَأَخْرَجَ أَيْضًا عَنْهُ فِي قَوْلِهِ: وَأَقَامَ الصَّلٰوةَ، قَالَ: يَعْنِي: وَأَتَمَّ الصَّلٰوةَ الْمَكْتُوبَةَ،
Dan ia juga meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “dan menegakkan salat”; ia berkata: “Yakni menyempurnakan salat yang difardukan.”
وَآتَى الزَّكَاةَ، قَالَ: يَعْنِي: الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ.
“Dan menunaikan zakat”; ia berkata: “Yakni zakat yang diwajibkan.”
وَأَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَابْنُ عَدِيٍّ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ:
At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu ‘Adiy, ad-Daraquthni, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Fatimah binti Qais; ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ»، ثُمَّ قَرَأَ: لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ الْآيَةَ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pada harta itu ada hak (lain) selain zakat.” Kemudian beliau membaca: “Bukanlah kebajikan itu (hanya) dengan kamu menghadapkan wajahmu …” (ayat ini).
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ أَبِي الْعَالِيَةِ فِي قَوْلِهِ: وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ، قَالَ:
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu al-‘Āliyah tentang firman-Nya: “dan orang-orang yang menepati janji-janji mereka”; ia berkata:
فَمَنْ أَعْطَى عَهْدَ اللَّهِ ثُمَّ نَقَضَهُ فَاللَّهُ يَنْتَقِمُ مِنْهُ،
Barang siapa memberikan janji kepada Allah lalu ia melanggarnya, maka Allah akan membalasnya (menghukum).
وَمَنْ أَعْطَى ذِمَّةَ النَّبِيِّ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ غَدَرَ بِهَا فَالنَّبِيُّ صلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَصْمُهُ.
Dan barang siapa memberikan jaminan keamanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia mengkhianatinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjadi lawannya (di hadapan Allah).
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فِي قَوْلِهِ: وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذا عَاهَدُوا، قَالَ: يَعْنِي: فِيمَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ النَّاسِ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “dan orang-orang yang menepati janji-janji mereka apabila mereka berjanji”; ia berkata: “Yakni dalam (urusan) yang terjadi antara mereka dan manusia.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَأَبُو الشَّيْخِ، وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي الْآيَةِ قَالَ:
Ibnu Abi Syaibah, ‘Abd bin Humaid, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Abu asy-Syaikh, dan al-Hakim (dan ia mensahihkannya), semuanya meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud tentang ayat ini; ia berkata:
«الْبَأْسَاءِ: الْفَقْرُ، وَالضَّرَّاءِ: السَّقَمُ، وَحِينَ الْبَأْسِ: حِينَ الْقِتَالِ».
“Kesempitan (الْبَأْسَاءِ) adalah kefakiran; penderitaan (الضَّرَّاءِ) adalah sakit; dan ketika masa peperangan (حِينَ الْبَأْسِ) adalah saat berperang.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَن قَتَادَةَ نَحْوَهُ.
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah perkataan yang semakna dengannya.
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فِي قَوْلِهِ: أُولٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا، قَالَ: فَعَلُوا مَا ذَكَرَ اللَّهُ فِي هٰذِهِ الْآيَةِ.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair tentang firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang yang benar”; ia berkata: “Merekalah orang-orang yang telah mengerjakan apa yang Allah sebutkan dalam ayat ini.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنِ الرَّبِيعِ فِي قَوْلِهِ: أُولٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا، قَالَ: تَكَلَّمُوا بِكَلَامِ الْإِيمَانِ، فَكَانَتْ حَقِيقَةُ الْعَمَلِ صَدَقُوا اللَّهَ.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari ar-Rabi‘ tentang firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang yang benar”; ia berkata: “Mereka telah berbicara dengan ucapan iman, lalu hakikat amal (mereka menunjukkan bahwa) mereka jujur kepada Allah.”
قَالَ: وَكَانَ الْحَسَنُ يَقُولُ: هٰذَا كَلَامُ الْإِيمَانِ، وَحَقِيقَتُهُ الْعَمَلُ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَ الْقَوْلِ عَمَلٌ فَلَا شَيْءَ.
Ia berkata: Dan al-Hasan (al-Bashri) biasa mengatakan: “Ini adalah ucapan iman, dan hakikatnya adalah amal. Jika tidak ada amal yang menyertai ucapan, maka tidak ada (nilainya).”
---
1 QS. al-Mulk (67): 30.
2 QS. Āli ‘Imrān (3): 92.
3 QS. al-Insān (76): 8.