Al Baqarah Ayat 164
[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2) : آيَةُ 164]
[Surat al-Baqarah (2): Ayat 164] إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi,
dan pada pergantian malam dan siang,
dan (pada) kapal yang berlayar di laut membawa apa yang bermanfaat bagi manusia,
dan (pada) apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan itu Dia menghidupkan bumi setelah matinya,
dan Dia menyebarkan di bumi itu segala jenis makhluk yang bergerak,
dan (pada) pengisaran angin,
dan (pada) awan yang dikendalikan antara langit dan bumi,
sungguh terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang menggunakan akal. (164)
لَمَّا ذَكَرَ سُبْحَانَهُ التَّوْحِيدَ بِقَوْلِهِ: ﴿وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَاحِدٌ﴾ عَقَّبَ ذٰلِكَ بِالدَّلِيلِ الدَّالِّ عَلَيْهِ،
Ketika Allah Mahasuci menyebut tauhid dengan firman-Nya: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa”,
Dia menyusulnya dengan dalil yang menunjukkan (kebenaran) tauhid tersebut,
وَهُوَ هٰذِهِ الْأُمُورُ الَّتِي هِيَ مِنْ أَعْظَمِ صَنْعَةِ الصَّانِعِ الْحَكِيمِ،
yaitu perkara-perkara ini yang termasuk di antara ciptaan paling agung dari Sang Pencipta Yang Mahabijaksana,
مَعَ عِلْمِ كُلِّ عَاقِلٍ بِأَنَّهُ لَا يَتَهَيَّأُ مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْآلِهَةِ الَّتِي أَثْبَتَهَا الْكُفَّارُ أَنْ يَأْتِيَ بِشَيْءٍ مِنْهَا، أَوْ يَقْتَدِرَ عَلَيْهِ، أَوْ عَلَىٰ بَعْضِهِ،
dengan diketahui oleh setiap orang berakal bahwa tidak mungkin salah satu pun dari sesembahan-sesembahan
yang ditetapkan oleh orang-orang kafir itu mampu mendatangkan satu pun dari (ciptaan) ini,
atau mampu melakukannya, atau mampu melakukan sebagiannya.
وَهِيَ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ، وَخَلْقُ الْأَرْضِ، وَتَعَاقُبُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَجَرْيُ الْفُلْكِ فِي الْبَحْرِ، وَإِنْزَالُ الْمَطَرِ مِنَ السَّمَاءِ، وَإِحْيَاءُ الْأَرْضِ بِهِ، وَبَثُّ الدَّوَابِّ مِنْهَا بِسَبَبِهِ،
Yaitu: penciptaan langit, penciptaan bumi, pergantian malam dan siang,
berlayarnya kapal di laut, turunnya hujan dari langit,
dihidupkannya bumi dengan hujan itu,
dan disebarkannya hewan-hewan di bumi karena sebab itu.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٨٩)
(Fath al-Qadīr karya asy-Syaukānī – Jilid 1, hlm. 189)
وَتَصْرِيفُ الرِّيَاحِ؛ فَإِنَّ مَنْ أَمْعَنَ نَظَرَهُ، وَأَعْمَلَ فِكْرَهُ فِي وَاحِدٍ مِنْهَا انْبَهَرَ لَهُ، وَضَاقَ ذِهْنُهُ عَنْ تَصَوُّرِ حَقِيقَتِهِ،
Dan (demikian pula) pengisaran angin;
karena siapa saja yang mendalamkan pandangannya dan mengerahkan pikirannya pada salah satu dari (ciptaan) ini,
niscaya ia akan dibuat takjub olehnya dan akalnya menjadi sempit untuk membayangkan hakikatnya,
وَتَحَتَّمَ عَلَيْهِ التَّصْدِيقُ بِأَنَّ صَانِعَهُ هُوَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ.
dan wajib baginya membenarkan bahwa Penciptanya adalah Allah Yang Mahasuci.
وَإِنَّمَا جَمَعَ السَّمَاوَاتِ لِأَنَّهَا أَجْنَاسٌ مُخْتَلِفَةٌ، كُلُّ سَمَاءٍ مِنْ جِنْسٍ غَيْرِ جِنْسِ الْأُخْرَى،
Dan Allah menyebut “langit” dalam bentuk jamak (السماوات)
karena ia terdiri dari jenis-jenis yang berbeda; setiap langit adalah dari jenis yang berbeda dengan lainnya.
وَوَحَّدَ الْأَرْضَ لِأَنَّهَا كُلَّهَا مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ وَهُوَ التُّرَابُ.
Dan Dia menyebut “bumi” dalam bentuk tunggal karena semuanya dari satu jenis, yaitu tanah.
وَالْمُرَادُ بِاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ تَعَاقُبُهُمَا بِإِقْبَالِ أَحَدِهِمَا وَإِدْبَارِ الْآخَرِ، وَإِضَاءَةِ أَحَدِهِمَا وَإِظْلَامِ الْآخَرِ.
Yang dimaksud dengan “pergantian malam dan siang” adalah saling bergantinya keduanya,
dengan datangnya salah satunya dan perginya yang lain,
serta terangnya yang satu dan gelapnya yang lain.
وَالنَّهَارُ: مَا بَيْنَ طُلُوعِ الْفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ.
Siang hari adalah (waktu) antara terbit fajar sampai terbenam matahari.
وَقَالَ النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ: أَوَّلُ النَّهَارِ طُلُوعُ الشَّمْسِ، وَلَا يُعَدُّ مَا قَبْلَ ذٰلِكَ مِنَ النَّهَارِ.
An-Naḍr bin Syumail berkata: “Awal siang adalah terbitnya matahari,
dan apa yang sebelumnya tidak dihitung sebagai siang.”
وَكَذَا قَالَ ثَعْلَبٌ، وَاسْتَشْهَدَ بِقَوْلِ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي الصَّلْتِ:
Demikian pula yang dikatakan oleh Tsa‘lab, dan ia berdalil dengan ucapan Umayyah bin Abī aṣ-Ṣalt:
وَالشَّمْسُ تَطْلُعُ كُلَّ آخِرِ لَيْلَةٍ … حَمْرَاءَ يُصْبِحُ لَوْنُهَا يَتَوَرَّدُ
“Dan matahari terbit setiap akhir malam,
berwarna merah, warnanya di pagi hari menjadi kemerah-merahan.”
وَكَذَا قَالَ الزَّجَّاجُ.
Demikian pula yang dikatakan oleh az-Zajjāj.
وَقَسَّمَ ابْنُ الْأَنْبَارِيِّ الزَّمَانَ إِلَىٰ ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:
Ibnu al-Anbārī membagi waktu menjadi tiga bagian:
قِسْمًا جَعَلَهُ لَيْلًا مَحْضًا، وَهُوَ مِنْ غُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَىٰ طُلُوعِ الْفَجْرِ،
Satu bagian ia jadikan malam murni, yaitu dari terbenam matahari sampai terbit fajar.
وَقِسْمًا جَعَلَهُ نَهَارًا مَحْضًا، وَهُوَ مِنْ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غُرُوبِهَا،
Dan satu bagian ia jadikan siang murni, yaitu dari terbit matahari sampai terbenamnya.
وَقِسْمًا جَعَلَهُ مُشْتَرَكًا بَيْنَ النَّهَارِ وَاللَّيْلِ، وَهُوَ مَا بَيْنَ طُلُوعِ الْفَجْرِ إِلَىٰ طُلُوعِ الشَّمْسِ، لِبَقَايَا ظُلْمَةِ اللَّيْلِ وَمَبَادِئِ ضَوْءِ النَّهَارِ.
Dan satu bagian ia jadikan sebagai bagian yang dipersyarikati antara siang dan malam,
yaitu waktu antara terbit fajar hingga terbit matahari,
karena (pada waktu itu) masih tersisa kegelapan malam dan telah muncul permulaan cahaya siang.
هٰذَا بِاعْتِبَارِ مُصْطَلَحِ أَهْلِ اللُّغَةِ، وَأَمَّا فِي الشَّرْعِ فَالْكَلَامُ فِي ذٰلِكَ مَعْرُوفٌ.
Ini dari sudut istilah ahli bahasa.
Adapun dalam syariat, pembahasan tentang hal ini sudah dikenal (di tempat lain).
وَالْفُلْكُ: السُّفُنُ، وَإِفْرَادُهُ وَجَمْعُهُ بِلَفْظٍ وَاحِدٍ، وَهُوَ هٰذَا، وَيُذَكَّرُ وَيُؤَنَّثُ.
“Al-fulk” berarti kapal-kapal; bentuk tunggal dan jamaknya dengan satu lafal yang sama, yaitu ini;
dan ia bisa dipakai sebagai mudzakkar (bentuk laki-laki) dan mu’annats (bentuk perempuan).
قَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ: ﴿فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ﴾2، وَ﴿الْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ﴾، وَقَالَ: ﴿حَتَّىٰ إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ﴾3،
Allah Yang Mahatinggi berfirman: “di dalam kapal yang penuh muatan”2,
dan “kapal yang berlayar di laut”,
dan Dia berfirman: “hingga apabila kalian berada di dalam kapal dan kapal itu berlayar membawa mereka”3.
وَقِيلَ: وَاحِدُهُ فَلَكٌ بِالتَّحْرِيكِ، مِثْلَ أُسْدٍ وَأَسَدٍ.
Dan ada yang berpendapat: bentuk tunggalnya adalah “falak” (dengan huruf lām berharakat), seperti “usd” dan “asad”.
وَقَوْلُهُ: ﴿بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ﴾ يُحْتَمَلُ أَنْ تَكُونَ «مَا» مَوْصُولَةً، أَيْ: بِالَّذِي يَنْفَعُهُمْ، أَوْ مَصْدَرِيَّةً، أَيْ: بِنَفْعِهِمْ.
Firman-Nya: “membawa apa yang bermanfaat bagi manusia”,
kata “mā” di situ mungkin merupakan isim maushūl, yaitu: dengan (membawa) sesuatu yang bermanfaat bagi mereka;
atau sebagai “mā” maṣdariyyah, yaitu: dengan (membawa) manfaat bagi mereka.
وَالْمُرَادُ بِمَا أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ: الْمَطَرُ الَّذِي بِهِ حَيَاةُ الْعَالَمِ وَإِخْرَاجُ النَّبَاتِ وَالْأَرْزَاقِ.
Yang dimaksud dengan apa yang diturunkan dari langit adalah hujan,
yang dengannya kehidupan alam (terjaga), tumbuh-tumbuhan dikeluarkan, dan rezeki dihasilkan.
وَالْبَثُّ: النَّشْرُ،
“Al-bats” artinya penyebaran.
وَالظَّاهِرُ أَنَّ قَوْلَهُ: ﴿بَثَّ﴾ مَعْطُوفٌ عَلَى قَوْلِهِ: ﴿فَأَحْيَا﴾، لِأَنَّهُمَا أَمْرَانِ مُتَسَبِّبَانِ عَنْ إِنْزَالِ الْمَطَرِ.
Yang tampak, kata-Nya “Dia menyebarkan” di-‘aṭaf-kan (disambungkan) kepada firman-Nya “Dia menghidupkan”,
karena keduanya adalah dua perkara yang disebabkan oleh turunnya hujan.
وَقَالَ فِي «الْكَشَّافِ»: إِنَّ الظَّاهِرَ عَطْفُهُ عَلَى ﴿أَنْزَلَ﴾.
Dan dalam (kitab) al-Kasysyāf disebutkan: yang tampak adalah meng-‘aṭaf-kannya kepada firman-Nya “Dia menurunkan”.
وَالْمُرَادُ بِتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ: إِرْسَالُهَا عَقِيمًا، وَمُلَقِّحَةً، وَصِرًّا، وَنَصْرًا، وَهَلَاكًا، وَحَارَّةً، وَبَارِدَةً، وَلَيِّنَةً، وَعَاصِفَةً،
Yang dimaksud dengan “pengisaran angin” adalah mengutusnya (angin) dalam keadaan: mandul (tidak membawa hujan),
membuahi (awan), dingin yang sangat, membawa kemenangan, membawa kebinasaan, panas, dingin, lembut, dan kencang.
وَقِيلَ: تَصْرِيفُهَا: إِرْسَالُهَا جَنُوبًا، وَشِمَالًا، وَدُبُورًا، وَصَبًا، وَنَكْبَاءَ، وَهِيَ الَّتِي تَأْتِي بَيْنَ مَهَبَّيْ رِيحَيْنِ.
Dan ada yang berpendapat: pengisaran angin adalah mengutusnya ke arah selatan, utara, barat, timur, dan “nakbā’”
yaitu angin yang datang di antara dua arah bertiupnya dua angin.
وَقِيلَ: تَصْرِيفُهَا: أَنْ تَأْتِيَ السُّفُنَ الْكِبَارَ بِقَدْرِ مَا تَحْمِلُهَا، وَالصِّغَارَ كَذٰلِكَ.
Dan ada yang berpendapat: pengisaran angin adalah bahwa ia datang kepada kapal-kapal besar sesuai dengan kadar yang dapat ditanggungnya,
demikian pula kepada kapal-kapal kecil.
وَلَا مَانِعَ مِنْ حَمْلِ التَّصْرِيفِ عَلَىٰ جَمِيعِ مَا ذُكِرَ.
Dan tidak ada halangan untuk memahami “pengisaran” mencakup semua yang telah disebutkan.
وَالسَّحَابُ سُمِّيَ سَحَابًا لِانْسِحَابِهِ فِي الْهَوَاءِ،
“Awan” (as-sahāb) dinamakan demikian karena ia “bergerak menyapu” (yansahibu) di udara.
وَسَحَبْتُ ذَيْلِي سَحْبًا: جَرَرْتُهُ، وَتَسَحَّبَ فُلَانٌ عَلَىٰ فُلَانٍ: اجْتَرَأَ.
“Saḥabtu żailī saḥban” artinya: aku menyeret ujung pakaianku;
“tasahḥaba fulānun ‘alā fulān” artinya: si fulan berani terhadap si fulan.
وَالْمُسَخَّرُ: الْمُذَلَّلُ،
“Al-musakhkhar” artinya: yang ditundukkan.
وَسَخَّرَهُ: بَعَثَهُ مِنْ مَكَانٍ إِلَىٰ آخَرَ،
“Sachcharahu” artinya: Dia mengutusnya dari satu tempat ke tempat lain.
وَقِيلَ: تَسْخِيرُهُ: ثُبُوتُهُ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ مِنْ غَيْرِ عَمَدٍ وَلَا عَلَائِقَ، وَالْأَوَّلُ أَظْهَرُ.
Dan ada yang berpendapat: penundukannya adalah tetapnya ia (awan) di antara langit dan bumi tanpa tiang dan tanpa gantungan;
namun pendapat pertama lebih jelas.
وَالْآيَاتُ: الدَّلَالَاتُ عَلَىٰ وَحْدَانِيَّتِهِ سُبْحَانَهُ لِمَنْ يَنْظُرُ بِبَصَرِهِ وَيَتَفَكَّرُ بِعَقْلِهِ.
“Ayat-ayat” adalah tanda-tanda yang menunjukkan keesaan-Nya Yang Mahasuci,
bagi orang yang memandang dengan mata dan merenung dengan akalnya.
وَقَدْ أَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Ibnu Abī Ḥātim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata:
قَالَتْ قُرَيْشٌ لِلنَّبِيِّ ﷺ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَ لَنَا الصَّفَا ذَهَبًا نَتَقَوَّىٰ بِهِ عَلَىٰ عَدُوِّنَا،
“Quraisy berkata kepada Nabi ﷺ: ‘Berdoalah kepada Allah agar menjadikan bagi kami (bukit) Shafā sebagai emas,
sehingga kami dapat menguatkan diri dengannya menghadapi musuh kami.’”
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: إِنِّي مُعْطِيهِمْ، فَأَجْعَلُ لَهُمُ الصَّفَا ذَهَبًا، وَلَكِنْ إِنْ كَفَرُوا بَعْدَ ذٰلِكَ عَذَّبْتُهُمْ عَذَابًا لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ،
Maka Allah mewahyukan kepadanya: “Sesungguhnya Aku akan memberikannya kepada mereka,
dan Aku akan menjadikan Shafā bagi mereka sebagai emas;
tetapi jika mereka kafir setelah itu, niscaya Aku akan mengazab mereka dengan azab
yang tidak akan Aku timpakan kepada seorang pun dari seluruh makhluk.”
فَقَالَ: «رَبِّ، دَعْنِي وَقَوْمِي، فَأَدْعُوهُمْ يَوْمًا بِيَوْمٍ»، فَأَنْزَلَ اللَّهُ هٰذِهِ الْآيَةَ.
Maka beliau berkata: “Wahai Rabbku, biarkan aku (bersabar) dengan kaumku;
aku akan menyeru mereka hari demi hari.”
Lalu Allah menurunkan ayat ini.
وَأَخْرَجَ نَحْوَهُ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ.
Riwayat yang semakna diriwayatkan oleh ‘Abd bin Ḥumayd dan Ibnu Jarīr dari Sa‘īd bin Jubair.
وَأَخْرَجَ وَكِيعٌ، وَالْفِرْيَابِيُّ، وَآدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، وَسَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَأَبُو الشَّيْخِ فِي «الْعَظَمَةِ»، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «شُعَبِ الْإِيمَانِ»، عَنْ أَبِي الضُّحَى قَالَ:
Wakī‘, al-Firyābī, Ādam bin Abī Iyās, Sa‘īd bin Manṣūr, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim,
Abū asy-Syaikh dalam (kitab) al-‘Aẓamah, dan al-Baihaqī dalam Syu‘ab al-Īmān
meriwayatkan dari Abī Ḍuḥā, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: ﴿وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَاحِدٌ﴾ عَجِبَ الْمُشْرِكُونَ،
“Ketika turun (ayat): ‘Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa’, orang-orang musyrik merasa heran,
وَقَالُوا: إِنَّ مُحَمَّدًا يَقُولُ: ﴿وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَاحِدٌ﴾، فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ،
dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya Muhammad berkata: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa.”
Maka hendaklah ia mendatangkan kepada kami suatu tanda (mukjizat) jika ia termasuk orang-orang yang benar.’”
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: ﴿إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾ الْآيَةَ.
Lalu Allah menurunkan (ayat): “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi …” (ayat ini).
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَأَبُو الشَّيْخِ، عَنْ عَطَاءٍ نَحْوَهُ.
Ibnu Jarīr, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, dan Abū asy-Syaikh meriwayatkan dari ‘Aṭā’ sesuatu yang semakna.
وَأَخْرَجَ أَبُو الشَّيْخِ فِي «الْعَظَمَةِ» عَنْ سَلْمَانَ قَالَ:
Abū asy-Syaikh dalam (kitab) al-‘Aẓamah meriwayatkan dari Salmān, ia berkata:
اللَّيْلُ مُوَكَّلٌ بِهِ مَلَكٌ يُقَالُ لَهُ: شَرَاهِيلُ،
“(Pergantian) malam diurus oleh seorang malaikat yang bernama Syarāhīl.
فَإِذَا حَانَ وَقْتُ اللَّيْلِ أَخَذَ خَرَزَةً سَوْدَاءَ، فَدَلَّاهَا مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ،
Apabila telah tiba waktu malam, ia mengambil sebuah manik-manik hitam lalu menggantungkannya dari arah barat.
فَإِذَا نَظَرَتْ إِلَيْهَا الشَّمْسُ وَجَبَتْ فِي أَسْرَعَ مِنْ طَرْفَةِ عَيْنٍ،
Ketika matahari melihat (manik-manik) itu, matahari pun segera terbenam lebih cepat dari sekejap mata,
وَقَدْ أُمِرَتِ الشَّمْسُ أَلَّا تَغْرُبَ حَتَّىٰ تَرَى الْخَرَزَةَ،
dan matahari telah diperintahkan untuk tidak terbenam sampai ia melihat manik-manik tersebut.
فَإِذَا غَرَبَتْ جَاءَ اللَّيْلُ،
Apabila matahari telah terbenam, datanglah malam.
فَلَا تَزَالُ الْخَرَزَةُ مُعَلَّقَةً حَتَّىٰ يَجِيءَ مَلَكٌ آخَرُ يُقَالُ لَهُ: هَرَاهِيلُ، بِخَرَزَةٍ بَيْضَاءَ،
Manik-manik itu tetap tergantung sampai datang malaikat lain yang bernama Harāhīl membawa manik-manik putih,
فَيُعَلِّقُهَا مِنْ قِبَلِ الْمَطْلَعِ،
lalu ia menggantungkannya dari arah timur.
فَإِذَا رَآهَا شَرَاهِيلُ مَدَّ إِلَيْهِ خَرَزَتَهُ،
Ketika Syarāhīl melihat manik-manik putih itu, ia menarik manik-manik (hitam) miliknya kembali.
وَتَرَى الشَّمْسُ الْخَرَزَةَ الْبَيْضَاءَ، فَتَطْلُعُ، وَقَدْ أُمِرَتْ أَلَّا تَطْلُعَ حَتَّىٰ تَرَاهَا،
Lalu matahari melihat manik-manik putih itu dan terbit,
dan ia telah diperintahkan untuk tidak terbit sampai melihatnya.
فَإِذَا طَلَعَتْ جَاءَ النَّهَارُ.
Apabila matahari telah terbit, datanglah siang.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَالْفُلْكِ﴾ قَالَ: السَّفِينَةِ.
Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Abū Mālik tentang firman-Nya: “dan kapal”, ia berkata: “(maksudnya) kapal.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ السُّدِّيِّ قَالَ: ﴿بَثَّ﴾: خَلَقَ.
Dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari as-Suddī, ia berkata tentang firman-Nya “Dia menyebarkan”: “(maksudnya) Dia menciptakan.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ﴾ قَالَ:
‘Abd bin Ḥumayd, Ibnu Jarīr, dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Qatādah tentang firman-Nya: “dan (pada) pengisaran angin”, ia berkata:
إِذَا شَاءَ جَعَلَهَا رَحْمَةً لَوَاقِحَ لِلسَّحَابِ، وَبُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ، وَإِذَا شَاءَ جَعَلَهَا عَذَابًا رِيحًا عَقِيمًا لَا تُلَقِّحُ.
“Apabila Allah berkehendak, Dia menjadikannya rahmat, (yakni) angin yang mengawinkan awan
dan sebagai pembawa kabar gembira sebelum datangnya rahmat-Nya;
dan apabila Dia berkehendak, Dia menjadikannya azab, yaitu angin mandul yang tidak mengawinkan (awan).”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ:
Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ubayy bin Ka‘b, ia berkata:
كُلُّ شَيْءٍ فِي الْقُرْآنِ مِنَ «الرِّيَاحِ» فَهِيَ رَحْمَةٌ، وَكُلُّ شَيْءٍ فِي الْقُرْآنِ مِنَ «الرِّيحِ» فَهِيَ عَذَابٌ.
“Setiap (lafal) ‘angin-angin’ (al-riyāḥ) yang ada di dalam Al-Qur’an, maka itu adalah rahmat;
dan setiap (lafal tunggal) ‘angin’ (ar-rīḥ) yang ada di dalam Al-Qur’an, maka itu adalah azab.”
وَقَدْ وَرَدَ فِي النَّهْيِ عَنْ سَبِّ الرِّيحِ وَأَوْصَافِهَا أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ لَا تَعَلُّقَ لَهَا بِالْآيَةِ.
Dan telah datang banyak hadits tentang larangan mencela angin dan (larangan) terhadap sifat-sifatnya,
namun hadits-hadits itu tidak berkaitan (langsung) dengan ayat ini.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٩٠)
(Fath al-Qadīr karya asy-Syaukānī – Jilid 1, hlm. 190)
1 QS. Āli ‘Imrān [3]: 1–2.
2 QS. asy-Syu‘arā’ [26]: 119 dan Yā-Sīn [36]: 41.
3 QS. Yūnus [10]: 22.