Al Baqarah Ayat 153-157
[سُورَةُ الْبَقَرَةِ (2): الْآيَاتُ 153 إِلَى 157]
[Surat al-Baqarah (2): ayat 153 sampai 157] ---
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (153)
Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (153)
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ (154)
Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, “(Mereka itu) orang-orang mati.”
Bahkan mereka itu hidup, hanya saja kalian tidak menyadari. (154)
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)
Dan sungguh Kami akan benar-benar menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (155)
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156)
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali.” (156)
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
Mereka itulah yang mendapat shalawat (pujian dan ampunan) dari Rabb mereka dan rahmat.
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157)
---
لَمَّا فَرَغَ سُبْحَانَهُ مِنْ إِرْشَادِ عِبَادِهِ إِلَى ذِكْرِهِ وَشُكْرِهِ، عَقَّبَ ذَلِكَ بِإِرْشَادِهِمْ إِلَى الِاسْتِعَانَةِ بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ،
Setelah Allah Mahasuci selesai membimbing hamba-hamba-Nya untuk berdzikir dan bersyukur kepada-Nya,
Dia menyusul bimbingan itu dengan mengarahkan mereka untuk memohon pertolongan dengan sabar dan shalat.
فَإِنَّ مَنْ جَمَعَ بَيْنَ ذِكْرِ اللَّهِ وَشُكْرِهِ، وَاسْتَعَانَ بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ عَلَى تَأْدِيَةِ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ، وَدَفْعِ مَا يَرِدُ عَلَيْهِ مِنَ الْمِحَنِ
Karena sesungguhnya orang yang mengumpulkan antara dzikir kepada Allah dan syukur kepada-Nya,
lalu memohon pertolongan dengan sabar dan shalat untuk menunaikan apa yang Allah perintahkan,
serta untuk menolak berbagai cobaan yang menimpanya,
فَقَدْ هُدِيَ إِلَى الصَّوَابِ وَوُفِّقَ إِلَى الْخَيْرِ،
maka sungguh ia telah diberi petunjuk kepada kebenaran dan diberi taufik kepada kebaikan.
وَإِنَّ هَذِهِ الْمَعِيَّةَ الَّتِي أَوْضَحَهَا اللَّهُ بِقَوْلِهِ: إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ، فِيهَا أَعْظَمُ تَرْغِيبٍ لِعِبَادِهِ سُبْحَانَهُ إِلَى لُزُومِ الصَّبْرِ عَلَى مَا يَنُوبُ مِنَ الْخُطُوبِ.
Dan sesungguhnya kebersamaan (ma‘iyyah) ini yang Allah jelaskan dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar,”
di dalamnya terdapat dorongan terbesar bagi hamba-hamba-Nya yang Mahasuci agar senantiasa berpegang pada kesabaran terhadap berbagai peristiwa besar yang menimpa.
فَمَنْ كَانَ اللَّهُ مَعَهُ لَمْ يَخْشَ مِنَ الْأَهْوَالِ وَإِنْ كَانَتْ كَالْجِبَالِ.
Maka siapa yang Allah bersamanya, dia tidak akan takut terhadap berbagai kengerian, sekalipun (kengerian itu) laksana gunung-gunung.
وَأَمْوَاتٌ وَأَحْيَاءٌ مُرْتَفِعَانِ عَلَى أَنَّهُمَا خَبَرَانِ لِمَحْذُوفَيْنِ،
Kata “أَمْوَاتٌ” (orang-orang mati) dan “أَحْيَاءٌ” (orang-orang hidup) ber-i‘rab rafa‘ (marfū‘)
karena keduanya adalah dua khabar (predikat) bagi dua mubtada’ (subjek) yang dihapus.
أَيْ: لَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: هُمْ أَمْوَاتٌ، بَلْ هُمْ أَحْيَاءٌ،
Yaitu: “Janganlah kalian mengatakan kepada orang yang terbunuh di jalan Allah: mereka itu orang-orang mati,
bahkan mereka itu orang-orang hidup.”
وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ بِهَذِهِ الْحَيَاةِ عِنْدَ مُشَاهَدَتِكُمْ لِأَبْدَانِهِمْ بَعْدَ سَلْبِ أَرْوَاحِهِمْ،
Akan tetapi kalian tidak menyadari kehidupan ini ketika kalian menyaksikan jasad-jasad mereka setelah ruh mereka dicabut,
لِأَنَّكُمْ تَحْكُمُونَ عَلَيْهَا بِالْمَوْتِ فِي ظَاهِرِ الْأَمْرِ، بِحَسَبِ مَا يَبْلُغُ إِلَيْهِ عِلْمُكُمُ الَّذِي هُوَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى عِلْمِ اللَّهِ كَمَا يَأْخُذُ الطَّائِرُ فِي مِنْقَارِهِ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ،
karena kalian menghukuminya sebagai mati secara lahiriah,
sesuai dengan sejauh mana pengetahuan kalian,
padahal pengetahuan kalian bila dibandingkan dengan ilmu Allah
bagaikan (air) yang diambil seekor burung di paruhnya dari air lautan.
وَلَيْسُوا كَذَلِكَ فِي الْوَاقِعِ، بَلْ هُمْ أَحْيَاءٌ فِي الْبَرْزَخِ.
Padahal kenyataannya mereka tidaklah demikian,
bahkan mereka hidup di alam barzakh.
وَفِي الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى ثُبُوتِ عَذَابِ الْقَبْرِ،
Dan dalam ayat ini terdapat dalil tentang tetapnya (benarnya) adanya azab kubur,
وَلَا اعْتِدَادَ بِخِلَافِ مَنْ خَالَفَ فِي ذَلِكَ،
dan tidak perlu dianggap (pendapat) orang yang menyelisihi hal itu,
فَقَدْ تَوَاتَرَتْ بِهِ الْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ وَدَلَّتْ عَلَيْهِ الْآيَاتُ الْقُرْآنِيَّةُ،
karena telah mutawatir hadits-hadits shahih tentangnya
dan ayat-ayat Al-Qur’an pun menunjukkan hal tersebut.
وَمِثْلُ هَذِهِ الْآيَةِ قَوْلُهُ تَعَالَى: وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ1.
Dan yang semisal dengan ayat ini adalah firman-Nya Yang Mahatinggi:
“Dan jangan sekali-kali engkau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati.
Bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka, (dan) diberi rezeki.”1
وَالْبَلَاءُ أَصْلُهُ: الْمِحْنَةُ،
Adapun “الْبَلَاءُ” (ujian), asal maknanya adalah “الْمِحْنَةُ” (pencobaan / cobaan berat).
وَمَعْنَى نَبْلُوكُمْ: نَمْتَحِنُكُمْ لِنَخْتَبِرَكُمْ هَلْ تَصْبِرُونَ عَلَى الْقَضَاءِ أَمْ لَا؟
Dan makna “نَبْلُوكُمْ” (Kami menguji kalian) adalah:
“Kami menguji kalian untuk mencoba kalian, apakah kalian bersabar terhadap ketetapan (Kami) atau tidak?”
وَتَنْكِيرُ شَيْءٍ لِلتَّقْلِيلِ، أَيْ: بِشَيْءٍ قَلِيلٍ مِنْ هَذِهِ الْأُمُورِ.
Penggunaan bentuk nakirah pada kata “شَيْءٍ” adalah untuk menunjukkan pengurangan (sedikit),
yakni: dengan sedikit saja dari perkara-perkara ini.
وَقَرَأَ الضَّحَّاكُ: بِأَشْيَاءَ.
Ad-Dhahhāk membaca (ayat itu) dengan lafal “بِأَشْيَاءَ”.
وَالْمُرَادُ بِالْخَوْفِ: مَا يَحْصُلُ لِمَنْ يَخْشَى مِنْ نُزُولِ ضَرَرٍ بِهِ مِنْ عَدُوٍّ أَوْ غَيْرِهِ.
Yang dimaksud dengan “rasa takut” adalah apa yang dialami oleh orang yang khawatir turunnya bahaya atas dirinya,
baik dari musuh maupun selainnya.
وَبِالْجُوعِ: الْمَجَاعَةُ الَّتِي تَحْصُلُ عِنْدَ الْجَدْبِ وَالْقَحْطِ.
Dan yang dimaksud dengan “kelaparan” adalah paceklik dan kekurangan makan yang terjadi saat kemarau panjang dan kekeringan.
وَبِنَقْصِ الْأَمْوَالِ: مَا يَحْدُثُ فِيهَا بِسَبَبِ الْجَوَائِحِ وَمَا أَوْجَبَهُ اللَّهُ فِيهَا مِنَ الزَّكَاةِ وَنَحْوِهَا.
Dan yang dimaksud dengan “kekurangan harta” adalah apa yang terjadi pada harta karena bencana-bencana (yang menimpanya)
dan karena apa yang Allah wajibkan padanya berupa zakat dan semisalnya.
وَبِنَقْصِ الْأَنْفُسِ: الْمَوْتُ وَالْقَتْلُ فِي الْجِهَادِ.
Dan yang dimaksud dengan “kekurangan jiwa” adalah kematian dan terbunuh dalam jihad.
وَبِنَقْصِ الثَّمَرَاتِ: مَا يُصِيبُهَا مِنَ الْآفَاتِ،
Dan yang dimaksud dengan “kekurangan buah-buahan” adalah apa yang menimpa (buah-buahan) itu berupa hama.
وَهُوَ مِنْ عَطْفِ الْخَاصِّ عَلَى الْعَامِّ، لِشُمُولِ الْأَمْوَالِ لِلثَّمَرَاتِ وَغَيْرِهَا،
Dan ini termasuk contoh pengkhususan setelah penyebutan yang umum (عطف الخاص على العام),
karena harta (الْأَمْوَالِ) itu mencakup buah-buahan dan selainnya.
وَقِيلَ: الْمُرَادُ بِنَقْصِ الثَّمَرَاتِ: مَوْتُ الْأَوْلَادِ.
Dan ada yang berpendapat, yang dimaksud dengan “kekurangan buah-buahan” adalah kematian anak-anak.
وَقَوْلُهُ: وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ، أَمْرٌ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَوْ لِكُلِّ مَنْ يَقْدِرُ عَلَى التَّبْشِيرِ.
Firman-Nya, “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,”
adalah perintah kepada Rasulullah ﷺ, atau kepada setiap orang yang mampu menyampaikan kabar gembira.
وَقَدْ تَقَدَّمَ مَعْنَى الْبِشَارَةِ.
Dan makna “basyārah” (kabar gembira) telah dijelaskan sebelumnya.
وَالصَّبْرُ أَصْلُهُ الْحَبْسُ،
Adapun “sabar”, asal maknanya adalah “menahan diri”.
وَوَصَفَهُمْ بِأَنَّهُمْ الْمُسْتَرْجِعُونَ عِنْدَ الْمُصِيبَةِ، لِأَنَّ ذَلِكَ تَسْلِيمٌ وَرِضًا.
Dan Dia mensifati mereka sebagai orang-orang yang membaca istirjā‘ (إِنَّا لِلَّهِ …) ketika ditimpa musibah,
karena hal itu merupakan bentuk pasrah dan ridha.
وَالْمُصِيبَةُ: وَاحِدَةُ الْمَصَائِبِ، وَهِيَ النَّكْبَةُ الَّتِي يَتَأَذَّى بِهَا الْإِنْسَانُ وَإِنْ صَغُرَتْ.
“Musibah” adalah bentuk tunggal dari “al-mashā’ib”;
ia adalah malapetaka yang menyakiti manusia, sekalipun kecil.
وَقَوْلُهُ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، فِيهِ بَيَانُ أَنَّ هَذِهِ الْكَلِمَاتِ مَلْجَأٌ لِلْمُصَابِينَ وَعِصْمَةٌ لِلْمُمْتَحَنِينَ،
Firman-Nya: “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali,”
di dalamnya terdapat penjelasan bahwa kalimat-kalimat ini merupakan tempat berlindung bagi orang-orang yang tertimpa musibah
dan perlindungan bagi orang-orang yang diuji.
فَإِنَّهَا جَامِعَةٌ بَيْنَ الْإِقْرَارِ بِالْعُبُودِيَّةِ لِلَّهِ، وَالِاعْتِرَافِ بِالْبَعْثِ وَالنُّشُورِ.
Karena kalimat itu mengumpulkan antara pengakuan akan ubudiyah (penghambaan) kepada Allah
dan pengakuan akan kebangkitan serta dibangkitkannya manusia (dari kubur).
وَمَعْنَى الصَّلَوَاتِ هُنَا: الْمَغْفِرَةُ وَالثَّنَاءُ الْحَسَنُ، قَالَهُ الزَّجَّاجُ.
Makna “shalawat” di sini adalah ampunan dan pujian yang baik; demikian dikatakan oleh az-Zajjāj.
وَعَلَى هَذَا، فَذِكْرُ الرَّحْمَةِ لِقَصْدِ التَّأْكِيدِ.
Berdasarkan makna ini, penyebutan “rahmat” (dalam ayat itu) bertujuan untuk penegasan (penguat).
وَقَالَ فِي الْكَشَّافِ: الصَّلَاةُ: الرَّحْمَةُ وَالتَّعَطُّفُ، فَوُضِعَتْ مَوْضِعَ الرَّأْفَةِ،
Dan (az-Zamakhsyarī) berkata dalam kitab al-Kasysyāf:
“Shalat” (dari Allah) adalah rahmat dan belas kasih; karenanya ia ditempatkan pada posisi “rā’fah” (kelembutan kasih).
وَجُمِعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَةِ كَقَوْلِهِ: رَأْفَةً وَرَحْمَةً لَرَؤُوفٌ رَحِيمٌ،
Dan digabungkan antara (lafal) “shalat” dan “rahmat”, sebagaimana firman-Nya:
“Rā’fatan wa raḥmatan, la-ra’ūfun raḥīm” (penuh belas kasih dan rahmat, Maha Penyantun lagi Maha Penyayang).
وَالْمَعْنَى: عَلَيْهِمْ رَأْفَةٌ بَعْدَ رَأْفَةٍ، وَرَحْمَةٌ بَعْدَ رَحْمَةٍ. انْتَهَى.
Maknanya: atas mereka ada belas kasih demi belas kasih, dan rahmat demi rahmat. Selesai (kutipan).
وَقِيلَ: الْمُرَادُ بِالرَّحْمَةِ: كَشْفُ الْكُرْبَةِ وَقَضَاءُ الْحَاجَةِ.
Dan dikatakan pula: yang dimaksud dengan “rahmat” adalah dihilangkannya kesulitan dan dikabulkannya hajat.
وَالْمُهْتَدُونَ قَدْ تَقَدَّمَ مَعْنَاهُ، وَإِنَّمَا وُصِفُوا هُنَا بِذَلِكَ لِكَوْنِهِمْ فَعَلُوا مَا فِيهِ الْوُصُولُ إِلَى طَرِيقِ الصَّوَابِ مِنَ الِاسْتِرْجَاعِ وَالتَّسْلِيمِ.
Adapun “orang-orang yang mendapat petunjuk”, maknanya telah dijelaskan sebelumnya,
dan mereka disifati demikian di sini karena mereka telah melakukan hal yang mengantarkan kepada jalan kebenaran, yaitu istirjā‘ dan pasrah (kepada Allah).
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٨٤)
(Fath al-Qadīr karya asy-Syaukānī – Jilid 1, hlm. 184)
وَأَخْرَجَ الْحَاكِمُ وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «الدَّلَائِلِ» عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ:
Al-Hākim dan al-Baihaqī meriwayatkan dalam (kitab) “ad-Dalā’il” dari Ibrāhīm bin ‘Abdirraḥmān bin ‘Auf, ia berkata:
غُشِيَ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فِي وَجَعِهِ غَشْيَةً، ظَنُّوا أَنَّهُ قَدْ فَاضَتْ نَفْسُهُ فِيهَا،
“‘Abdurraḥmān bin ‘Auf pingsan karena sakitnya, suatu pingsan yang mereka menyangka ruhnya telah keluar pada saat itu,
حَتَّى قَامُوا مِنْ عِنْدِهِ، وَجَلَّلُوهُ ثَوْبًا،
hingga mereka berdiri meninggalkannya dan menutupinya dengan sehelai kain,
وَخَرَجَتْ أُمُّ كُلْثُومٍ بِنْتُ عُقْبَةَ امْرَأَتُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ، تَسْتَعِينُ بِمَا أُمِرَتْ بِهِ مِنَ الصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ،
dan Ummu Kultsūm binti ‘Uqbah, istrinya, keluar menuju masjid,
meminta pertolongan dengan apa yang diperintahkan kepadanya berupa sabar dan shalat.
فَلَبِثُوا سَاعَةً وَهُوَ فِي غَشْيَتِهِ، ثُمَّ أَفَاقَ.
Mereka tinggal beberapa saat sementara ia masih dalam pingsannya, kemudian ia pun sadar kembali.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ مَنْدَهْ فِي «الْمَعْرِفَةِ» عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
Ibnu Mandah meriwayatkan dalam (kitab) “al-Ma‘rifah” dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata:
قُتِلَ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ بِبَدْرٍ، وَفِيهِ وَفِي غَيْرِهِ نَزَلَتْ: وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ الْآيَةُ.
“‘Umair bin al-Ḥumām terbunuh pada perang Badar.
Tentang dia dan orang-orang selainnya turun ayat: ‘Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (bahwa mereka itu) orang-orang mati …’ (ayat ini).”
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ:
Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Sa‘īd bin Jubair, ia berkata:
فِي سَبِيلِ اللَّهِ: فِي طَاعَةِ اللَّهِ، فِي قِتَالِ الْمُشْرِكِينَ.
“‘Di jalan Allah’ maksudnya: dalam ketaatan kepada Allah, dalam memerangi orang-orang musyrik.”
وَقَدْ وَرَدَتْ أَحَادِيثُ أَنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي أَجْوَافِ طُيُورٍ خُضْرٍ تَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ.
Dan telah datang hadits-hadits bahwa ruh para syuhada berada di dalam rongga burung-burung hijau yang makan dari buah-buahan surga.
فَمِنْهَا: عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ مَرْفُوعًا عِنْدَ أَحْمَدَ وَالتِّرْمِذِيِّ، وَصَحَّحَهُ، وَالنَّسَائِيِّ وَابْنِ مَاجَهْ.
Di antaranya (hadits) dari Ka‘b bin Mālik secara marfū‘, diriwayatkan oleh Aḥmad dan at-Tirmiżī – dan ia menshahihkannya – serta an-Nasā’ī dan Ibnu Mājah.
وَرُوِيَ أَنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ تَكُونُ عَلَى صُوَرِ طُيُورٍ بِيضٍ،
Dan diriwayatkan bahwa ruh para syuhada berwujud seperti burung-burung putih,
كَمَا أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ: بَلَغَنَا، فَذَكَرَ ذَلِكَ.
sebagaimana ‘Abdurrazzāq meriwayatkannya dari Qatādah, ia berkata: “Telah sampai kepada kami …”, lalu ia menyebutkan hal tersebut.
وَأَخْرَجَهُ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْهُ أَيْضًا بِنَحْوِهِ،
Dan ‘Abd bin Ḥumayd serta Ibnu Jarīr (ath-Ṭabarī) juga meriwayatkannya darinya dengan lafaz yang semakna.
وَرُوِيَ أَنَّهَا عَلَى صُوَرِ طُيُورٍ خُضْرٍ،
Dan diriwayatkan pula bahwa (ruh-ruh itu) berwujud seperti burung-burung hijau,
كَمَا أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «شُعَبِ الْإِيمَانِ» عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ.
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abī Ḥātim dan al-Baihaqī dalam “Syu‘ab al-Īmān” dari Abul-‘Āliyah.
وَأَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي «الْبَعْثِ وَالنُّشُورِ» عَنْ كَعْبٍ.
Dan Ibnu Abī Syaibah meriwayatkannya dalam (kitab) “al-Ba‘ts wan-Nusyūr” dari Ka‘b.
وَأَخْرَجَهُ هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ عَنْ هُذَيْلٍ.
Dan Hinnād bin as-Sarī meriwayatkannya dari Hużail.
وَأَخْرَجَهُ عَنْهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي «الْمُصَنَّفِ» عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ مَرْفُوعًا.
Dan ‘Abdurrazzāq meriwayatkannya dari (Hużail) dalam “al-Muṣannaf” dari ‘Abdullāh bin Ka‘b bin Mālik secara marfū‘.
فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - ج ١ (ص: ١٨٥)
(Fath al-Qadīr karya asy-Syaukānī – Jilid 1, hlm. 185)
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ عَنْ عَطَاءٍ فِي قَوْلِهِ: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ قَالَ:
‘Abd bin Ḥumayd dan Ibnu Jarīr meriwayatkan dari ‘Aṭā’ tentang firman-Nya:
“Dan sungguh Kami akan benar-benar menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan kelaparan”, ia berkata:
هُمْ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ.
“Mereka adalah para sahabat Muhammad ﷺ.”
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَالطَّبَرَانِيُّ، وَالْبَيْهَقِيُّ فِي «شُعَبِ الْإِيمَانِ»، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ الْآيَةَ، قَالَ:
Ibnu Jarīr, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, ath-Ṭabarānī dan al-Baihaqī dalam “Syu‘ab al-Īmān”
meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās tentang firman-Nya: “Dan sungguh Kami akan benar-benar menguji kalian …” (ayat ini), ia berkata:
أَخْبَرَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ الدُّنْيَا دَارُ بَلَاءٍ، وَأَنَّهُ مُبْتَلِيهِمْ فِيهَا،
“Allah mengabarkan kepada orang-orang beriman bahwa dunia adalah negeri ujian,
dan bahwa Dia akan menguji mereka di dalamnya.
وَأَمَرَهُمْ بِالصَّبْرِ، وَبَشَّرَهُمْ فَقَالَ: وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ،
Dia memerintahkan mereka untuk bersabar dan memberi mereka kabar gembira, lalu Dia berfirman: ‘Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar’.
وَأَخْبَرَ أَنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا سَلَّمَ لِأَمْرِ اللَّهِ، وَرَجَعَ وَاسْتَرْجَعَ عِنْدَ الْمُصِيبَةِ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ثَلَاثَ خِصَالٍ مِنَ الْخَيْرِ:
Dia juga mengabarkan bahwa seorang mukmin, apabila pasrah kepada perintah Allah,
lalu kembali (kepada-Nya) dan membaca istirjā‘ ketika ditimpa musibah,
maka Allah akan menuliskan baginya tiga sifat kebaikan:
الصَّلَاةُ مِنَ اللَّهِ، وَالرَّحْمَةُ، وَتَحْقِيقُ سَبِيلِ الْهُدَى.
shalawat dari Allah, rahmat, dan peneguhan jalan petunjuk.”
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَنِ اسْتَرْجَعَ عِنْدَ الْمُصِيبَةِ، جَبَرَ اللَّهُ مُصِيبَتَهُ، وَأَحْسَنَ عُقْبَاهُ، وَجَعَلَ لَهُ خَلَفًا صَالِحًا يَرْضَاهُ».
Dan Rasulullah ﷺ bersabda:
“Siapa yang membaca istirjā‘ ketika tertimpa musibah, Allah akan memperbaiki musibahnya,
memperbagus akibat (akhir)nya, dan menjadikan baginya pengganti yang saleh yang ia ridhai.”
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، عَنْ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ فِي قَوْلِهِ: وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ قَالَ:
‘Abd bin Ḥumayd, Ibnu Jarīr, Ibnu al-Mundzir dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Rajā’ bin Ḥaiwah tentang firman-Nya:
“dan kekurangan buah-buahan”, ia berkata:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا تَحْمِلُ النَّخْلَةُ فِيهِ إِلَّا تَمْرَةً.
“Akan datang suatu masa kepada manusia di mana sebatang pohon kurma tidak berbuah kecuali satu butir kurma saja.”
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ، وَابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ:
Ath-Ṭabarānī dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: Nabi ﷺ bersabda:
«أُعْطِيَتْ أُمَّتِي شَيْئًا لَمْ يُعْطَهُ أَحَدٌ مِنَ الْأُمَمِ: أَنْ يَقُولُوا عِنْدَ الْمُصِيبَةِ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ».
“Umatku diberi suatu hal yang tidak diberikan kepada umat-umat lain:
yaitu mereka mengucapkan ketika tertimpa musibah: ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali’.”
وَقَدْ وَرَدَ فِي فَضْلِ الِاسْتِرْجَاعِ عِنْدَ الْمُصِيبَةِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ.
Dan telah datang banyak hadits tentang keutamaan membaca istirjā‘ ketika tertimpa musibah.
---
1 QS. Āli ‘Imrān [3]: 169.