Al Baqarah Ayat 14-15

Surat Al Baqarah Ayat 14-15

وَإِذا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا إِلى شَياطِينِهِمْ قالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّما نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, “Kami beriman.” Tetapi apabila mereka kembali menyendiri dengan setan-setan mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kalian; kami hanyalah orang-orang yang memperolok-olok.” ---

اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ (15)

Allah akan (membalas) memperolok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kedurhakaan mereka dalam keadaan bingung. ---

لَقُوا أَصْلُهُ: لَقْيُوا، نُقِلَتِ الضَّمَّةُ إِلَى الْقافِ، وَحُذِفَتِ الْياءُ لِالْتِقاءِ السَّاكِنَيْنِ.

Kata “laqū” asalnya adalah “laqyū”; harakat ḍammah dipindahkan ke huruf qāf, dan huruf yā’ dihapus karena terjadinya pertemuan dua huruf mati. ---

وَمَعْنَى لَقِيتُهُ وَلَاقَيْتُهُ: اسْتَقْبَلْتُهُ قَرِيبًا.

Makna “laqītuhu” dan “lāqaytuhu” adalah: aku bertemu dengannya dari jarak dekat/berhadapan. ---

وَقَرَأَ مُحَمَّدُ بْنُ السَّمَيْقَعِ الْيَمَانِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ: «لَاقَوْا»،

Muḥammad bin As-Samīqa‘ Al-Yamānī dan Abū Ḥanīfah membaca: “lāqaw” (لَاقَوْا), ---

وَأَصْلُهُ: لَاقَيُوا، تَحَرَّكَتِ الْياءُ وَانْفَتَحَ مَا قَبْلَهَا فَانْقَلَبَتْ أَلِفًا، ثُمَّ حُذِفَتِ الْأَلِفُ لِالْتِقاءِ السَّاكِنَيْنِ.

asalnya adalah “lāqayū”; huruf yā’ bergerak (berharakat), huruf sebelumnya berharakat fathah, maka yā’ berubah menjadi alif; kemudian alif dihapus karena pertemuan dua huruf mati. ---

وَخَلَوْتُ بِفُلَانٍ وَإِلَيْهِ: إِذَا انْفَرَدْتُ بِهِ.

Adapun “khalawtu bi fulānin” dan “khalawtu ilayh”: maknanya bila aku menyendiri bersamanya. ---

وَإِنَّمَا عُدِّيَ بِـ «إِلى» وَهُوَ يَتَعَدَّى بِالْباءِ، فَيُقالُ: خَلَوْتُ بِهِ، لَا خَلَوْتُ إِلَيْهِ،

Kata kerja ini sebenarnya lazimnya ber-‘addah dengan ḥarf jarr “bi”, sehingga dikatakan “khalawtu bih” (bukan “khalawtu ilayh”), ---

لِتَضَمُّنِهِ مَعْنَى «ذَهَبُوا وَانْصَرَفُوا».

namun di sini ia diberi tambahan “ilā” karena mengandung makna “pergi dan kembali kepada (setan-setan mereka).” ---

وَالشَّياطِينُ جَمْعُ شَيْطانٍ عَلَى التَّكْسِيرِ.

“Syayāṭīn” adalah bentuk jamak (takṣīr) dari “syayṭān”. ---

وَقَدِ اخْتَلَفَ كَلامُ سِيبَوَيْهِ فِي نُونِ «الشَّيْطانِ»، فَجَعَلَهَا فِي مَوْضِعٍ مِنْ كِتابِهِ أَصْلِيَّةً، وَفِي آخَرَ زائِدَةً،

Sibawaih berbeda penjelasan tentang huruf nūn pada kata “asy-syayṭān”; di satu tempat dalam kitabnya ia menganggap nūn itu asli, sedangkan di tempat lain ia menganggapnya tambahan. ---

فَعَلَى الأَوَّلِ هُوَ مِنْ «شَطَنَ» أَيْ: بَعُدَ عَنِ الْحَقِّ،

Menurut pendapat pertama, kata itu berasal dari “shaṭana”, artinya: jauh dari kebenaran, ---

وَعَلَى الثَّانِي مِنْ «شَطَّ» أَيْ: بَعُدَ، أَوْ «شاطَ» أَيْ: بَطَلَ، وَ«شاطَ» أَيْ: احْتَرَقَ،

sedangkan menurut pendapat kedua, ia berasal dari “shaṭṭa” yang berarti jauh, atau “shāṭa” yang berarti batal, atau “shāṭa” yang berarti terbakar, ---

وَ«أَشاطَ» إِذَا هَلَكَ؛ قالَ:

dan “asyāṭa” bermakna: bila sesuatu itu binasa; seorang penyair berkata: ---

وَقَدْ يَشِيطُ عَلى أَرْماحِنَا الْبَطَلُ

“Seringkali seorang pemberani binasa (yashīṭu) di atas tombak-tombak kami,” ---

أَيْ: يَهْلِكُ.

yakni: ia binasa. ---

وَقالَ آخَرُ:

Dan penyair lain berkata: ---

وَأَبْيَضَ ذِي تاجٍ أَشاطَتْ رِماحُنا … لِمُعْتَرَكٍ بَيْنَ الْفَوارِسِ أَقْتَمَا

“Seorang bangsawan berwajah cerah, tombak-tombak kami telah membinasakannya (asyāṭat), di sebuah pertempuran sengit di antara para penunggang kuda yang gagah.” ---

أَيْ: أَهْلَكَتْ.

Yakni: telah membinasakannya. ---

وَحَكى سِيبَوَيْهِ أَنَّ الْعَرَبَ تَقُولُ: «تَشَيْطَنَ فُلَانٌ» إِذَا فَعَلَ أَفْعالَ الشَّياطِينِ.

Sibawaih menukil bahwa orang-orang Arab berkata: “tasyayṭana fulān” jika seseorang melakukan perbuatan-perbuatan setan. ---

وَلَوْ كانَ مِنْ «شاطَ» لَقالُوا: «تَشَيَّطَ».

Seandainya kata itu berasal dari “shāṭa”, niscaya mereka akan mengatakan “tasyayyaṭa”. ---

وَمِنْهُ قَوْلُ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي الصَّلْتِ:

Dan termasuk dalam hal ini adalah syair Umayyah bin Abī aṣ-Ṣalt: ---

أَيُّمَا شاطِنٍ عَصاهُ عَكاهُ … ثُمَّ يُلْقى فِي السِّجْنِ وَالأَغْلالِ

“Setiap setan (syāṭin) yang durhaka kepada-Nya, niscaya Dia akan memukulnya, lalu dilemparkan ke dalam penjara dan belenggu.” ---

وَقَوْلُهُ: «إِنَّا مَعَكُمْ» مَعْناهُ: مُصاحِبُوكُمْ فِي دِينِكُمْ وَمُوافِقُوكُمْ عَلَيْهِ.

Firman-Nya (menukil ucapan munafik): “Sesungguhnya kami bersama kalian” maksudnya: kami adalah teman kalian dalam agama kalian dan orang-orang yang sepakat dengan kalian di atasnya. ---

وَالْهُزْءُ: السُّخْرِيَّةُ وَاللَّعِبُ.

“Al-huz’u” adalah ejekan dan permainan (olok-olok). ---

قالَ الرَّاجِزُ:

Seorang rājiz (penyair yang bersyair rajaz) berkata: ---

قَدْ هَزِئَتْ مِنِّي أُمُّ طَيْسَلَهْ … قالَتْ أَراهُ مُعْدِمًا لا مالَ لَهْ

“Sungguh ibu Taysalah telah mengejekku; ia berkata: ‘Kulihat ia fakir, tak punya harta.’” ---

قالَ فِي «الْكَشَّافِ»: وَأَصْلُ الْبابِ الْخِفَّةُ، مِنَ «الهَزْءِ» وَهُوَ الْقَتْلُ السَّرِيعُ،

Dalam Al-Kasysyāf disebutkan: Asal makna bab ini adalah “ringan/cepat” dari kata “al-haz’” yang berarti pembunuhan yang cepat. ---

وَ«هَزَأَ يَهْزَأُ»: ماتَ عَلَى الْمَكانِ، عَنْ بَعْضِ الْعَرَبِ: «مَشَيْتُ فَلَغِبْتُ فَظَنَنْتُ لَأَهْزَأَنَّ عَلَى مَكانِي»،

Dan dikatakan “haza’a yahza’u” artinya: mati di tempatnya. Diriwayatkan dari sebagian orang Arab: “Aku berjalan hingga lelah, maka kukira aku akan mati di tempatku (la-ahza’anna ‘alā makānī).” ---

وَنَاقَتُهُ تَهْزَأُ بِهِ: أَيْ تُسْرِعُ وَتَخِفُّ. انْتَهى.

Dan ungkapan “nāqatuhu tahza’u bih”: artinya unta betinanya berjalan cepat dan ringan. Selesai (ucapan Zamakhsyarī). ---

وَقِيلَ: أَصْلُهُ الِانْتِقامُ؛ قالَ الشَّاعِرُ:

Ada yang berpendapat: Asal makna “istihzā’” adalah pembalasan (balas dendam); seorang penyair berkata: ---

قَدِ اسْتُهْزِئُوا مِنْهُمْ بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ … سَراتُهُمْ وَسْطَ الصَّحاصِحِ جُثَّمِ

“Sungguh telah dibalas (istuhzi’ū) dari mereka dengan dua ribu prajurit bersenjata lengkap, para pemukanya tergeletak mati di tengah tanah lapang yang sunyi.” ---

فَأَفادَ قَوْلُهُمْ: «إِنَّا مَعَكُمْ» أَنَّهُمْ ثابِتُونَ عَلَى الْكُفْرِ،

Ucapan mereka “Sesungguhnya kami bersama kalian” menunjukkan bahwa mereka tetap di atas kekufuran, ---

وَأَفادَ قَوْلُهُمْ: «إِنَّما نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ» رَدَّهُمْ لِلْإِسْلامِ وَدَفْعَهُمْ لِلْحَقِّ،

dan ucapan mereka “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang memperolok-olok” menunjukkan penolakan mereka terhadap Islam dan penolakan mereka terhadap kebenaran. ---

وَكَأَنَّهُ جَوابُ سُؤالٍ مُقَدَّرٍ ناشِئٍ مِنْ قَوْلِهِمْ: «إِنَّا مَعَكُمْ»،

Seakan-akan kalimat itu menjawab pertanyaan tersirat yang muncul dari ucapan mereka “Sesungguhnya kami bersama kalian”, ---

أَيْ: إِذا كُنْتُمْ مَعَنا فَما بالُكُمْ إِذا لَقِيتُمُ الْمُسْلِمِينَ وافَقْتُمُوهُمْ؟

yakni: “Jika kalian bersama kami, mengapa ketika kalian bertemu dengan kaum Muslimin kalian menyetujui mereka (dalam ucapan)?” ---

فَقالُوا: «إِنَّما نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ بِهِمْ» فِي تِلْكَ الْمُوافَقَةِ،

Maka mereka menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah memperolok-olok mereka pada saat persetujuan itu,” ---

وَلَمْ تَكُنْ بَوَاطِنُنا مُوافِقَةً لَهُمْ، وَلا مائِلَةً إِلَيْهِمْ.

dan batin kami tidaklah sejalan dengan mereka serta tidak condong kepada mereka. ---

فَرَدَّ اللَّهُ ذٰلِكَ عَلَيْهِمْ بِقَوْلِهِ: «اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ»،

Maka Allah membantah hal itu atas mereka dengan firman-Nya: “Allah (akan) memperolok-olokkan mereka,” ---

أَيْ: يُنْزِلُ بِهِمُ الْهَوانَ وَالْحَقارَةَ، وَيَنْتَقِمُ مِنْهُمْ، وَيَسْتَخِفُّ بِهِمُ انْتِصافًا مِنْهُمْ لِعِبادِهِ الْمُؤْمِنِينَ،

yakni Allah akan menimpakan kepada mereka kehinaan dan kerendahan, membalas mereka (dengan siksa), dan merendahkan mereka sebagai bentuk pembalasan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. ---

وَإِنَّما جَعَلَ سُبْحانَهُ ما وَقَعَ مِنْهُ «اسْتِهْزاءً» مَعَ كَوْنِهِ عُقُوبَةً وَمُكافَأَةً، مُشاكَلَةً.

Dan Allah menyebut apa yang Dia lakukan terhadap mereka dengan istilah “istihzā’” (mengolok-olok) padahal itu adalah hukuman dan balasan, sebagai bentuk musyākalah (penyesuaian lafaz dengan ucapan mereka). ---

وَقَدْ كانَتِ الْعَرَبُ إِذا وَضَعَتْ لَفْظًا بِإِزاءِ لَفْظٍ جَوابًا وَجَزاءً، ذَكَرَتْهُ بِمِثْلِ ذٰلِكَ اللَّفْظِ، وَإِنْ كانَ مُخالِفًا لَهُ فِي مَعْناهُ.

Orang-orang Arab, apabila menyebut suatu kata sebagai jawaban atau balasan bagi suatu kata lain, mereka kadang menyebutkannya dengan lafaz yang sama, meskipun berbeda maknanya. ---

وَوَرَدَ ذٰلِكَ فِي الْقُرْآنِ كَثِيرًا، وَمِنْهُ: «وَجَزاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُها»1

Hal seperti itu banyak terdapat dalam Al-Qur’an, di antaranya firman-Nya: “Dan balasan suatu keburukan adalah keburukan yang serupa dengannya.”1 ---

«فَمَنِ اعْتَدى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ ما اعْتَدى عَلَيْكُمْ»2

“Barangsiapa menyerang kalian, maka seranglah dia sebagaimana ia menyerang kalian.”2 ---

وَالْجَزاءُ لا يَكُونُ سَيِّئَةً، وَالْقِصاصُ لا يَكُونُ اعْتِداءً لِأَنَّهُ حَقٌّ.

Padahal balasan (yang adil) itu sendiri bukanlah suatu keburukan, dan qishāṣ bukanlah suatu kedzaliman, karena ia merupakan hak yang benar. ---

وَمِنْهُ: «وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ»3، «وَإِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا * وَأَكِيدُ كَيْدًا»4،

Dan termasuk (contoh musyākalah) adalah firman-Nya: “Mereka membuat makar, dan Allah membalas makar mereka,”3 serta firman-Nya: “Sesungguhnya mereka membuat tipu daya, dan Aku pun membuat tipu daya.”4 ---

«يُخادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا»5، «يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ»6،

Demikian juga firman-Nya: “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman,”5 dan: “Mereka menipu Allah, dan Allah membalas tipu daya mereka.”6 ---

«تَعْلَمُ ما فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ ما فِي نَفْسِكَ»7.

Dan firman-Nya: “Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, sementara aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu.”7 ---

وَهُوَ فِي السُّنَّةِ كَثِيرٌ، كَقَوْلِهِ ﷺ: «إِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتّى تَمَلُّوا».

Hal serupa juga banyak terdapat dalam hadis, seperti sabda Nabi ﷺ: “Sesungguhnya Allah tidak bosan hingga kalianlah yang bosan.” ---

وَإِنَّما قالَ: «اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ» لِأَنَّهُ يُفيدُ التَّجَدُّدَ وَقْتًا بَعْدَ وَقْتٍ،

Allah berfirman dengan bentuk fi‘il mudhāri‘ “Allah memperolok-olokkan mereka” karena bentuk ini menunjukkan terjadinya secara berulang, dari waktu ke waktu, ---

وَهُوَ أَشَدُّ عَلَيْهِمْ وَأَنْكَأُ لِقُلُوبِهِمْ، وَأَوْجَعُ لَهُمْ مِنَ الِاسْتِهْزاءِ الدَّائِمِ الثَّابِتِ الْمُسْتَفادِ مِنَ الْجُمْلَةِ الِاسْمِيَّةِ،

dan hal itu lebih berat bagi mereka, lebih menyakitkan hati mereka, serta lebih menyiksa bagi diri mereka daripada ejekan yang bersifat tetap dan terus-menerus sebagaimana dipahami dari kalimat nominal (jumlah ismiyyah), ---

لِما هُوَ مَحْسُوسٌ مِنْ أَنَّ الْعُقُوبَةَ الْحادِثَةَ وَقْتًا بَعْدَ وَقْتٍ، وَالْمُتَجَدِّدَةَ حِينًا بَعْدَ حِينٍ،

karena dapat dirasakan bahwa hukuman yang datang berulang kali, dari waktu ke waktu dan terus-menerus diperbaharui, ---

أَشَدُّ عَلَى مَنْ وَقَعَتْ عَلَيْهِ مِنَ الْعَذابِ الدَّائِمِ الْمُسْتَمِرِّ، لِأَنَّهُ يَأْلَفُهُ وَيُوَطِّنُ نَفْسَهُ عَلَيْهِ.

itu lebih berat dirasakan oleh orang yang tertimpa, daripada azab yang sifatnya tetap dan terus-menerus, karena terhadap azab yang tetap itu seseorang bisa menjadi terbiasa dan mempersiapkan jiwanya untuk menghadapinya. ---

وَالْمَدُّ: الزِّيادَةُ.

“Al-madd” bermakna penambahan (menambah). ---

قالَ يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ: يُقالُ «مَدَّ» فِي الشَّرِّ، وَ«أَمَدَّ» فِي الْخَيْرِ،

Yūnus bin Ḥabīb berkata: Dikatakan “madda” untuk tambahan dalam keburukan, dan “amadda” untuk tambahan dalam kebaikan, ---

وَمِنْهُ: «وَأَمْدَدْناكُمْ بِأَمْوالٍ وَبَنِينَ»8، «وَأَمْدَدْناهُمْ بِفاكِهَةٍ وَلَحْمٍ»9.

dan di antaranya firman-Nya: “Dan Kami tambahkan kepada kalian harta dan anak-anak,”8 serta: “Dan Kami tambah bagi mereka buah-buahan dan daging.”9 ---

وَقالَ الأَخْفَشُ: «مَدَدْتُ لَهُ» إِذا تَرَكْتُهُ، وَ«أَمْدَدْتُهُ» إِذا أَعْطَيْتُهُ.

Al-Akhfasy berkata: “Maddadtu lahu” artinya bila aku membiarkannya (memberi tenggang), dan “amdadttuhu” bila aku memberinya (tambahan/pertolongan). ---

وَقالَ الْفَرّاءُ وَاللِّحْيانِيُّ: «مَدَدْتُ» فِيمَا كانَتْ زِيادَتُهُ مِنْ مِثْلِهِ؛ يُقالُ: «مَدَّ النَّهْرُ»،

Al-Farrā’ dan Al-Liḥyānī berkata: “Maddadtu” digunakan pada sesuatu yang tambahannya berasal dari jenis itu sendiri; dikatakan: “Sungai itu meluap (mad-dan-nahru),” ---

وَمِنْهُ: «وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ»10.

dan termasuk dalam hal ini firman-Nya: “Dan laut (tinta) itu ditambah oleh tujuh laut lagi sesudahnya.”10 ---

وَ«أَمْدَدْتُ» فِيمَا كانَتْ زِيادَتُهُ مِنْ غَيْرِهِ، وَمِنْهُ: «يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ آلافٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ»11.

Sedangkan “amdadtu” digunakan untuk sesuatu yang tambahannya datang dari selain jenis itu, seperti firman-Nya: “Rabbmu akan menolongmu dengan lima ribu malaikat.”11 ---

وَالطُّغْيانُ: مُجاوَزَةُ الْحَدِّ، وَالْغُلُوُّ فِي الْكُفْرِ،

“Aṭ-ṭughyān” adalah melampaui batas dan berlebihan dalam kekafiran, ---

وَمِنْهُ: «إِنَّا لَمّا طَغَى الْماءُ»12 أَيْ: تَجاوَزَ الْمِقْدارَ الَّذي قَدَّرْتُهُ الْخَزّانُ.

dan di antaranya firman-Nya: “Sesungguhnya ketika air itu telah melampaui batas,”12 yakni air tersebut telah melewati ukuran yang ditetapkan penjaga-penjaganya. ---

وَقَوْلُهُ فِي فِرْعَوْنَ: «إِنَّهُ طَغَى»13 أَيْ: أَسْرَفَ فِي الدَّعْوَى حَيْثُ قالَ: «أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى»14.

Dan firman-Nya tentang Fir‘aun: “Sesungguhnya dia telah melampaui batas,”13 yakni ia sangat berlebihan dalam klaimnya ketika berkata: “Akulah tuhan kalian yang paling tinggi.”14 ---

وَالْعَمِهُ وَالْعامِهُ: الْحائِرُ الْمُتَرَدِّدُ،

“Al-‘amih” dan “al-‘āmiḥ” adalah orang yang bingung dan ragu-ragu, ---

وَذَهَبَتْ إِبِلُهُ الْعُمَّهَى: إِذا لَمْ يَدْرِ أَيْنَ ذَهَبَتْ.

dan ungkapan “dzahabat ibiluhu al-‘ummahā” berarti: ia tidak tahu ke mana unta-untanya pergi. ---

وَالْعَمَهُ فِي الْقَلْبِ كَالْعَمَى فِي الْعَيْنِ.

“Al-‘amah” (kebingungan) dalam hati itu seperti kebutaan pada mata. ---

قالَ فِي «الْكَشَّافِ»: الْعَمَهُ مِثْلُ الْعَمَى، إِلّا أَنَّ الْعَمَى فِي الْبَصَرِ وَالرَّأْيِ، وَالْعَمَهَ فِي الرَّأْيِ خاصَّةً. انْتَهى.

Dalam Al-Kasysyāf disebutkan: “‘Al-‘amah’ itu seperti ‘al-‘amā’ (buta); hanya saja ‘al-‘amā’ terjadi pada penglihatan dan pandangan (akal), sedangkan ‘al-‘amah’ hanya pada pandangan (akal) semata.” Selesai. ---

وَالْمُرادُ أَنَّ اللَّهَ سُبْحانَهُ يُطِيلُ لَهُمُ الْمُدَّةَ وَيُمْهِلُهُمْ، كَما قالَ: «إِنَّما نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدادُوا إِثْمًا»15.

Yang dimaksud (dengan “Allah membiarkan mereka”) adalah bahwa Allah Yang Mahasuci memanjangkan masa (kehidupan) mereka dan memberi tenggang waktu kepada mereka, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah agar mereka bertambah dosa.”15 ---

قالَ ابْنُ جَرِيرٍ: «فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ» أَيْ: فِي ضَلالِهِمْ وَكُفْرِهِمُ الَّذي قَدْ غَمَرَهُمْ، يَتَرَدَّدُونَ حَيَارَى ضُلّالًا، لا يَجِدُونَ إِلَى الْمَخْرَجِ مِنْهُ سَبِيلًا،

Ibnu Jarīr berkata tentang firman-Nya: “Dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung”: yakni dalam kesesatan dan kekafiran mereka yang telah meliputi mereka, mereka berkeliaran dalam keadaan bingung dan sesat, tidak menemukan jalan keluar darinya, ---

لِأَنَّ اللَّهَ قَدْ طَبَعَ عَلى قُلُوبِهِمْ وَخَتَمَ عَلَيْها، وَأَعْمَى أَبْصارَهُمْ عَنِ الْهُدَى وَأَغْشاها،

karena Allah telah mengunci dan menyegel hati mereka, membutakan penglihatan mereka dari petunjuk dan menutupinya, ---

فَلا يُبْصِرُونَ رُشْدًا وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا.

sehingga mereka tidak dapat melihat jalan kebenaran dan tidak mendapatkan petunjuk menuju jalan itu. ---

وَقَدْ أَخْرَجَ الْواحِدِيُّ وَالثَّعْلَبِيُّ بِسَنَدٍ واهٍ – لِأَنَّ فِيهِ مُحَمَّدَ بْنَ مَرْوانَ، وَهُوَ مَتْرُوكٌ – عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ قالَ:

Al-Wāḥidī dan Ats-Tsa‘labī meriwayatkan dengan sanad yang lemah – karena di dalamnya terdapat Muḥammad bin Marwān, seorang perawi yang ditinggalkan (munkar) – dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: ---

نَزَلَتْ هٰذِهِ الآيَةُ فِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ وَأَصْحابِهِ،

“Ayat ini turun tentang ‘Abdullāh bin Ubayy dan para pengikutnya,” ---

وَذَكَرَ قِصَّةً وَقَعَتْ لَهُمْ مَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ.

lalu ia menyebutkan sebuah kisah yang terjadi antara mereka dengan Abū Bakar, ‘Umar, dan ‘Alī radhiyallāhu ‘anhum. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنْهُ قالَ:

Ibnu Jarīr dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbās), ia berkata: ---

كانَ رِجالٌ مِنَ الْيَهُودِ إِذا لَقُوا أَصْحابَ النَّبِيِّ ﷺ أَوْ بَعْضَهُمْ قالُوا: إِنَّا عَلى دِينِكُمْ،

“Dahulu ada beberapa lelaki dari kalangan Yahudi, apabila mereka berjumpa dengan para sahabat Nabi ﷺ – atau sebagian dari mereka – mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami berada di atas agama kalian.’ ---

وَإِذا خَلَوْا إِلى شَياطِينِهِمْ – وَهُمْ إِخْوانُهُمْ – قالُوا: إِنَّا مَعَكُمْ عَلى مِثْلِ ما أَنْتُمْ عَلَيْهِ؛

Namun apabila mereka menyendiri dengan setan-setan mereka – yaitu saudara-saudara mereka – mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami bersama kalian, di atas (keyakinan) yang sama dengan kalian; ---

إِنَّما نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ بِأَصْحابِ مُحَمَّدٍ؛

sesungguhnya kami hanyalah memperolok-olok para sahabat Muhammad.’ ---

«اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ» قالَ: يَسْخَرُ بِهِمْ لِلنِّقْمَةِ مِنْهُمْ،

(Mengenai firman-Nya) “Allah memperolok-olokkan mereka,” ia berkata: “(Artinya) Allah mengolok-olok mereka dengan cara menghina mereka sebagai bentuk hukuman terhadap mereka.” ---

«وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ» قالَ: فِي كُفْرِهِمْ،

(Tentang firman-Nya) “Dan Dia membiarkan mereka dalam kedurhakaan mereka,” ia berkata: “Yakni dalam kekafiran mereka,” ---

«يَعْمَهُونَ» قالَ: يَتَرَدَّدُونَ.

dan tentang “mereka bingung (ya‘mahūn)”, ia berkata: “Yakni mereka terus-menerus berputar-putar dalam (kesesatan).” ---

وَأَخْرَجَ الْبَيْهَقِيُّ فِي «الأَسْماءِ وَالصِّفاتِ» عَنْهُ بِمَعْناهُ وَأَطْوَلَ مِنْهُ،

Al-Baihaqī dalam kitab Al-Asmā’ wa ṣ-Ṣifāt meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās makna yang serupa dan lebih panjang dari riwayat ini, ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ إِسْحاقَ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ عَنْهُ بِنَحْوِ الأَوَّلِ.

dan Ibnu Isḥāq, Ibnu Jarīr, serta Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan darinya dengan lafaz yang mirip dengan yang pertama. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي قَوْلِهِ: «وَإِذا خَلَوْا إِلى شَياطِينِهِمْ» قالَ: رُؤَساؤُهُمْ فِي الْكُفْرِ.

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd tentang firman-Nya: “Dan apabila mereka menyendiri dengan setan-setan mereka”, ia berkata: “(Yang dimaksud adalah) para pemimpin mereka dalam kekufuran.” ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِي حاتِمٍ، عَنْ أَبِي مالِكٍ قالَ: «وَإِذا خَلَوْا» أَيْ: مَضَوْا.

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Abū Mālik, ia berkata: “Firman-Nya ‘wa idzā khalaw’ (apabila mereka menyendiri) maksudnya: apabila mereka telah berlalu/menjauh.” ---

وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ قَتادَةَ نَحْوَ ما قالَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ.

‘Abd bin Ḥumayd dan Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Qatādah hal yang serupa dengan yang dikatakan oleh Ibnu Mas‘ūd. ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي قَوْلِهِ: «وَيَمُدُّهُمْ» قالَ: «يُمْلِي لَهُمْ».

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd tentang firman-Nya: “Dan Dia membiarkan mereka (yamudduhum)”, ia berkata: “(Yakni) Dia memberi tangguh kepada mereka.” ---

«فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ» قالَ: «فِي كُفْرِهِمْ يَتَمادَوْنَ».

(Tentang firman-Nya) “Dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung,” ia berkata: “Dalam kekafiran mereka, mereka terus-menerus melampaui batas.” ---

وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي حاتِمٍ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ نَحْوَ ما قالَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ فِي تَفْسِيرِ «يَعْمَهُونَ».

Ibnu Jarīr, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās tafsir yang serupa dengan yang dikatakan Ibnu Mas‘ūd tentang makna “ya‘mahūn”. ---

وَأَخْرَجَ الْفِرْيابيُّ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَابْنُ جَرِيرٍ وَابْنُ الْمُنْذِرِ، عَنْ مُجاهِدٍ:

Al-Firyābī, Ibnu Abī Syaibah, ‘Abd bin Ḥumayd, Ibnu Jarīr, dan Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan dari Mujāhid: ---

«يَمُدُّهُمْ» يَزِيدُهُمْ، «فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ» قالَ: يَلْعَبُونَ وَيَتَرَدَّدُونَ فِي الضَّلالَةِ.

“‘Yamudduhum’ (Dia membiarkan mereka) maksudnya: Dia menambah mereka; ‘dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung’ maksudnya: mereka bermain-main dan terus-menerus dalam kesesatan.” ---

وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ فِي «الْمُسْنَدِ»، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan dari Abū Dzar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ---

«نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَياطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ». فَقُلْتُ: يا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَياطِينُ؟ قالَ: «نَعَمْ».

“Kita berlindung kepada Allah dari setan-setan manusia dan jin.” Aku (Abū Dzar) bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah pada manusia juga ada setan-setan?” Beliau menjawab: “Ya.” ---

فَتْحُ الْقَدِيرِ لِلشَّوْكَانِيِّ - جـ ١ (ص: ٥٣-٥٤)

Fath al-Qadīr karya Asy-Syaukānī – Jilid 1 (hlm. 53–54). --- --- ### Catatan Kaki 1. Asy-Syūrā: 40. 2. Al-Baqarah: 194. 3. Āli ‘Imrān: 54. 4. Aṭ-Ṭāriq: 15–16. 5. Al-Baqarah: 9. 6. An-Nisā’: 142. 7. Al-Mā’idah: 116. 8. Al-Isrā’: 6. 9. Aṭ-Ṭūr: 22. 10. Luqmān: 27. 11. Āli ‘Imrān: 125. 12. Al-Ḥāqqah: 11. 13. An-Nāzi‘āt: 17. 14. An-Nāzi‘āt: 24. 15. Āli ‘Imrān: 178.

Postingan populer dari blog ini

Biografi Pengarang

Pendahuluan Surat al Fatihah

Al fatihah Ayat 2-7